Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mewajibkan perusahaan tercatat atau emiten untuk memenuhi ketentuan free float atau minimal jumlah saham yang beredar di masyarakat sebesar 7,5 persen. Jumlah saham itu setara dengan 50 juta saham.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya telah memanggil jajaran direksi maupun komisaris emiten yang belum memenuhi ketentuan saham free float tersebut. Aturan free float ini wajib dipenuhi emiten sebelum tenggat waktu 21 Desember 2023. Sebab, free float ini menjadi salah satu syarat agar emiten bisa tetap tercatat di BEI.
Advertisement
"Bahwa ada perusahaan-perusahaan yang kita berikan waktu 24 bulan sejak peraturan 2021 kita, tapi saat ini masih belum dapat memenuhi kewajibannya. Kami dalam proses dua tahun termasuk periode-periode ini," kata Nyoman saat ditemui di BEI, Rabu (8/11/2023).
Dengan demikian, BEI pun telah berupaya merangkul emiten agar bisa memenuhi aturan free float ini dengan cara hearing dan pemanggilan manajemen direksi hingga komisaris.
Dalam beberapa waktu lalu, ia mengatakan, apabila terdapat perusahaan yang tidak memiliki upaya pemenuhan ketentuan free float itu, perusahaan tersebut akan masuk dalam papan pemantauan khusus atau diberikan notasi X.
"Untuk perusahaan-perusahaan yang sama sekali tidak upaya. Ibaratnya kalau kalimat sederhananya kalau mahasiswa itu yaudah diem aja enggak ngapa-ngapain. Ya itu akan kita masukan ke papan pemantauan khusus sebagai bagian dari perusahaan-perusahaan yang sahamnya tidak memenuhi ketentuan," kata dia.
BEI Tak Perpanjang Waktu
Sementara itu, BEI juga tidak akan memperpanjang tenggat waktu pemenuhan free float bagi emiten. Ini mengingat, Bursa telah memberikan waktu yang lama, yaitu 24 bulan atau 2 tahun.
"Singkat kata begini pada saat nanti kita asses posisi terakhir di batas waktu kami akan melihat apa saja yang mereka sudah lakukan termasuk kalau tindakan korporasi apakah sudah mereka menyampaikan announcement kalau itu terkait rapat umum pemegang saham apakah sudah dilakukan atau tidak, itu menjadi bagian tidak terpisah dari assesment kita," imbuhnya.
Meski demikian, masih ada sejumlah perusahaan yang belum memenuhi ketentuan free float. Namun, hingga saat ini di papan pemantauan khusus belum ada nama emiten yang belum penuhi aturan tersebut.
Advertisement
BEI Sebut Emiten Tak Penuhi Aturan Free Float Akan Masuk Papan Pemantauan Khusus
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengharuskan perusahaan tercatat atau emiten untuk memenuhi ketentuan free float atau minimal jumlah saham yang beredar di masyarakat sebesar 7,5 persen. Angka itu setara dengan 50 juta saham.
Melalui ketentuan tersebut, aturan ini wajib dipenuhi emiten sebelum tenggat waktu 21 Desember 2023. Sebab, free float ini menjadi salah satu syarat agar emiten bisa tetap tercatat di BEI.
Apabila terdapat perusahaan yang tidak memiliki upaya pemenuhan ketentuan free float itu, perusahaan tersebut akan masuk dalam papan pemantauan khusus atau diberikan notasi X.
"Untuk perusahaan-perusahaan yang sama sekali tidak upaya. Ibaratnya kalau kalimat sederhananya kalau mahasiswa itu yaudah diem aja enggak ngapa-ngapain. Ya itu akan kita masukan ke papan pemantauan khusus sebagai bagian dari perusahaan-perusahaan yang sahamnya tidak memenuhi ketentuan," kata dia.
Sementara itu, BEI juga tidak akan memperpanjang tenggat waktu pemenuhan free float bagi emiten. Ini mengingat, Bursa telah memberikan waktu yang lama, yaitu 24 bulan atau 2 tahun.
"Singkat kata begini pada saat nanti kita asses posisi terakhir di batas waktu kami akan melihat apa saja yang mereka sudah lakukan termasuk kalau tindakan korporasi apakah sudah mereka menyampaikan announcement kalau itu terkait rapat umum pemegang saham apakah sudah dilakukan atau tidak, itu menjadi bagian tidak terpisah dari assesment kita," imbuhnya.
Meski demikian, masih ada sejumlah perusahaan yang belum memenuhi ketentuan free float. Namun, hingga saat ini di papan pemantauan khusus belum ada nama emiten yang belum penuhi aturan tersebut.
Revisi Aturan
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih terus menggodok aturan baru untuk mengakomodir penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) perusahaan rintisan atau startup. Adapun aturan itu nantinya akan tertuang dalam Revisi Peraturan Bursa No I-A terkait pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas.
Sementara menunggu finalisasi revisi Peraturan BEI No I-A, ketentuan sebelumnya, termasuk mengenai free float 7,5 persen masih berlaku.
"Pengaturan saat ini, bahwa minimum persentase saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dan pemegang saham utama ditentukan tergantung dari besaran nilai ekuitas suatu perusahaan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada awak media, ditulis Jumat (18/6/2021).
Adapun hal itu diatur dengan nilai ekuitas secara berjenjang. Mulai kurang dari Rp 500 miliar, Rp 500 miliar hingga Rp 2 triliun, dan lebih dari Rp 2 triliun. Sehingga minimum persentase besaran yang harus dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama adalah sebesar 20 persen, 15 persen, dan 10 persen.
Nyoman menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun RPOJK terkait pelaksanaan penawaran umum dengan perusahaan yang menerapkan multiple voting shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM). Terkait itu, Nyoman mengatakan BEI turut memberikan tanggapan dan masukan atas RPOJK SHSM.
"Seiring dengan proses penyusunan RPOJK SHSM, tentunya apabila diperlukan, BEI akan merancang pengaturan pelaksana untuk RPOJK tersebut terkait hal-hal teknis seperti pengaturan pencatatan dan perdagangan,” kata dia.
Advertisement