Liputan6.com, Bandung - Baru-baru ini Situs Gunung Padang tengah menjadi sorotan publik usai peneliti Indonesia menyebutkan bahwa gunung tersebut adalah piramida buatan manusia. Selain itu, gunung yang terletak di tengah Pulau Jawa itu diduga telah berdiri selama lebih dari 16.000 tahun.
Melansir dari BBC, Danny Hilman Natawidjaja menyampaikan hasil penelitian terbarunya yang menyebutkan bahwa gunung ini berpotensi menjadi piramida tertua di dunia. Ia dan sejumlah ahli lainnya menyebutkan bahwa temuannya dapat menguatkan kesimpulan terdahulu terkait Gunung Padang.
Advertisement
Menurutnya situs Gunung Padang mempunyai kemungkinan berusia 10.000 tahun lebih tua dari Piramida Giza di Mesir dan Stonehenge di Inggris. Kemudian dalam jurnal ilmiah Archaeological Prospection yang baru-baru ini terbit.
Tertulis bahwa ia dan timnya telah melakukan survei terpadu di lokasi Gunung Padang selama tiga tahun yaitu sejak November 2011 hingga Oktober 2014. Terdapat beberapa survei yang telah dilakukan oleh timnya tersebut.
Di antaranya melakukan pemetaan lanskap dan permukaan situs, pengeboran inti, pembuatan parit, dan teknik geofisika terpadu yang melibatkan metode Tomografi Resistivitas Listrik (ERT) dua dimensi dan tiga dimensi dan Radar Tembus Tanah (GPR).
Selain itu, operasi penggaliannya telah dilakukan sejak pertengahan 2012 dan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada Agustus hingga September 2014. ia juga menggali parit dengan ukuran yang bervariasi di antaranya 1,2 meter sampai 3,9 meter dari permukan dan kedalamannya mencapai 2 hingga 4 meter.
Danny Hilman menyebutkan proses pengeboran inti situsnya dilakukan menggunakan peralatan pengeboran. Ia juga menjelaskan pengeboran inti situs tersebut untuk mengeksplorasi lapisan batuan lebih dalam.
“Untuk aktivitas ini kami menggunakan peralatan pengeboran Jacro 100 yang dilengkapi dengan mata bor berlian NQ berukuran diameter 2 inci dan inti barel 5 kaki,” ujarnya.
Mendapatkan Respons Kontra
Hasil penelitian Danny Hilman mendapatkan respons kontra dari salah satu arkeolog Jawa Barat, Dr. Lutfi Yondri. Ia menyebutkan beberapa literatur terkait Gunung Padang sudah diteliti dan ada dalam catatan yang dibuat oleh Verbeek pada 1981 dan Krom pada 1914.
Dalam deskripsi awal kedua catatan tersebut digambarkan Gunung Padang sebagai kuburan kuno di atas gundukan tanah. Namun jejak kuburan tersebut tidak ditemukan ketika ia melakukan penelitian dalam disertasinya 2016 lalu.
Respon kontra dari Yondri sendiri menyebutkan jika Gunung Padang adalah piramida merupakan kesimpulan yang menduga-duga tanpa data yang sahih. Sehingga Yondri memunculkan sejumlah pertanyaan terkait penemuan tersebut.
“Pertanyaanya kalau piramida dikubur dalam Gunung Padang apakah benar ada di Nusantara orang mengubur piramida di dalam gunung?” tanyanya.
Ia juga mempertanyakan sampel apa yang digunakan dalam penelitian tersebut karena dalam dunia Arkeolog menurunnya “sampel budaya” harus mempunyai beberapa syarat. Mulai dari harus ada di satu matrik atau struktur yang sama, mempunyai konteks, dan masih banyak lagi.
Menurut Yondri, Indonesia tidak mempunyai konteks dari kaitan budaya membuat piramida. Ia mengatakan bahwa Indonesia mempunyai “punden berundak” yaitu susunan batu berbentuk meja yang digunakan untuk upacara pemujaan kepada leluhur.
“Pernahkan Indonesia punya budaya piramida? Jangan diada-adain, yang ada di Nusantara punya punden berundak,” ujarnya.
Arkeolog asal Jawa Barat itu juga mengatakan bahwa semua sampel harus diverifikasi dan tidak bisa hanya diprediksi atau persepsi. Bahkan persepsi harus berdasarkan dari data-data sinkronik dan diakronik.
“Jadi semua sampel itu harus diverifikasi, tidak bisa hanya prediksi atau persepsi. Persepsi pun harus didasarkan pada data-data sinkronik dan diakronik serta melihat lagi dalam lintasan budayanya,” ujarnya mengutip dari BBC.
Advertisement
Sejarah Gunung Padang
Melansir dari situs Universitas Indonesia Gunung Padang awalnya ditemukan keberadaannya oleh N. J. Krom. Saat itu ia menemukan situs Gunung tersebut pada 1914 silam dan dilaporkan dalam Rapporten Oudheidkundige Dienst.
Melalui laporannya N. J. Krom tidak menyebutkan nama situs tersebut sebagai Gunung Padang. Ia hanya menyebutkan bahwa Krom menemukan situs baru yang lokasinya dekat dengan Gunung Melati.
Sejak saat itu Gunung Padang kemudian menjadi tempat penelitian dan menjadi perbincangan. Sampai akhirnya ditemukan sebuah peninggalan purbakala pada 1979 dan dilaporkan oleh seorang warga.
Setelah adanya laporan tersebut sejak 1979 situs Gunung Padang kemudian mengalami penelitian oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Saat itu sempat dilakukan ekskavasi (penggalian) pada teras 4 dan 5 Gunung Padang.
Peninggalan Zaman Megalitikum
Melalui pengamatan para peneliti akhirnya diketahui bahwa Gunung Padang merupakan situs yang mempunyai bentuk punden berundak. Situs tersebut adalah peninggalan masa prasejarah tepatnya di zaman megalitikum atau batu besar.
Terdapat bukti-bukti yang ditemukan di antaranya sisa-sisa dari zaman megalitikum yang bisa dilihat dari tinggalan bebatuan tempat pemujaan. Tempat pemujaan tersebut sempat berdiri tegak sampai sekarang namun pada situs ini sempat terjadi kerusakan secara internal dan eksternal.
Kerusakan tersebut mulai dari kerusakan internal akibat adanya tumbuhan-tumbuhan liar dan erosi. Serta kerusakan eksternal akibat aktivitas wisata yang tidak terkendali, aksi vandalisme, hingga batu yang diduduki dan dipukul.
Saat ini Gunung Padang tercatat menjadi Kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara. Pasalnya ada lima teras di situs tersebut yang mempunyai ukuran berbeda-beda dan batuannya berasal dari andesit dengan panjang sekitar satu meter dengan bentuk tiang-tiang.
Advertisement