Istana Tolak Komentari Putusan MKMK Copot Anwar Usman dari Jabatan Ketua MK

Moeldoko mengatakan, putusan MKMK merupakan wilayah yudikatif, sedangkan Istana merupakan eksekutif. Moeldoko pun meminta agar pemerintah tak dikait-kaitkan dengan urusan yudikatif.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 09 Nov 2023, 13:02 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang uji materi UU KPK di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/9/2019). Panel Majelis Hakim Konstitusi menyoroti ketiadaan nomenklatur UU KPK hasil revisi tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menolak mengomentari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik dalam putusan batas usia capres-cawapres.

Moeldoko mengatakan Istana tidak memiliki pandangan khusus soal putusan MKMK. Dia mengaku tak mau mencamputi proses hukum di MKMK.

"Saya pikir istana tidak punya pandangan khusus tentang itu, karena ini proses yudisial dalam sebuah institusi bukan di kabinet. Jadi saya tidak masuk dalam area itu," kata Moeldoko kepada wartawan di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Mantan Panglima TNI itu menyampaikan putusan MKMK merupakan wilayah yudikatif, sedangkan Istana merupakan eksekutif. Moeldoko pun meminta agar pemerintah tak dikait-kaitkan dengan urusan yudikatif. 

"Ini dua area yang berbeda. Satu area yudikatif, satu area eksekutif. Enggak bisa mau dipaksa-paksa anda bertanya saya tidak akan bisa memasuki area itu. Karena memang area yang berbeda," jelasnya.

"Jadi jangan mencoba untuk menghubung-hubungkan, menarik-narik area eksekutif ke area itu. Sekali lagi, ini area (yudikatif), saya tidak mau masuk ke situ karena sungguh berbeda situasinya," sambung Moeldoko. 

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Anwar Usman, terkait putusan uji materiil batas usia capres-cawapres.

 

 


Tidak Jalankan Fungsi Kepemimpinan Optimal

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 perihal Pengujian Marteriil Undang-Undang Pemilu. (merdeka.com/imam buhori)

Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie memaparkan sejumlah poin Anwar Usman melakukan pelanggaran.

Diantaranya, hakim terlapor tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023, terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, penerapan dan prinsip integritas.

Berikutnya, hakim terlapor sebagai Ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal. Sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kecakapan dan kesetaraan.

Kemudian, hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip independensi.


Singgung Ceramah Soal Kepemimpinan di Usia Muda

Selain itu, ceramah hakim terlapor mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang, berkaitan erat dengan perkara menyangkut syarat usia capres cawapres. Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan.

Selanjutnya, hakim terlapor dan seluruh hakim konstitusi terbukti tidak menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup.

Sehingga, Anwar Usman dianggap melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.

Infografis Ragam Tanggapan MKMK Copot Jabatan Ketua MK Anwar Usman. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya