Sempat Ditolak, Ratu Kalinyamat Akhirnya Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Sempat ditolak, Ratu Kalinyamat akhirnya ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional bertepatan dengan momen Hari Pahlawan 2023.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 10 Nov 2023, 14:01 WIB
Sejumlah pejabat Pemkab dan DPRD Jepara serta Wakil Ketua MPR RI berdoa bersama di Makam Ratu Kalinyamat, Mantingan. (Liputan6.com/Arief Pramono)

Liputan6.com, Jepara - Upaya gigih yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara Jawa Tengah dalam mengajukan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional, akhirnya kini membuahkan hasil. Rencananya, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo segera menetapkan Ratu Jepara 1549-1579 itu, sebagai pahlawan nasional pada, Jumat (10/11/2023) di Istana Negara, bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Untuk itu, Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta dan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, didampingi Wakil Ketua DPRD Jepara Pratikno, Kepala Dinsospermades Edy Marwoto, dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disparbud Mustakhim menggelar doa bersama di Makam Ratu Kalinyamat, Mantingan, Rabu malam, (8/11/2023).

"Alhamdulillah ini merupakan hal yang luar biasa. Sejak tahun 2007 lalu, kami mengajukan dan ditolak (Pengajuan Nama Ratu Kalinyamat). Kemudian di tahun 2018, kita riset kembali akhirnya tahun ini diterima," ujar Edy.

Edy mengatakan, penetapan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional tersebut, sesuai dengan surat Sekretaris Militer Presiden, Kementerian Sekretariat Negara RI Nomor R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023 tertanggal 3 November 2023.

Sebelumnya, terdapat dua orang pahlawan nasional yang berasal dari Kabupaten Jepara, yakni dr. Cipto Mangunkusumo dan pahlawan emansipasi wanita R.A. Kartini. Dengan penetapan tiga pahlawan nasional itu, diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat Jepara mencintai daerahnya dan bergotong royong dalam membangun Jepara.

"Sebagai warga Jepara, warisan semangat dari para pahlawan ini wajib kita teladani," ucap Edy.

Sementara itu, Lestari Moerdijat Wakil Ketua MPR RI menambahkan, keberhasilan mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional, sebagai bentuk kerjasama yang baik antara Pemkab Jepara, para akademisi, dan seluruh elemen masyarakat Jepara.

"Dalam proses pengajuan ini seperti mengumpulkan kepingan sejarah yang tidak mudah, dan dua kali mengalami penolakan namun akhirnya berhasil," ucap Lestari.

 


Sempat Ditolak

Menurut Moerdijat, penolakan itu sempat muncul karena kurangnya bukti otentik yang membuktikan sejarah perjuangan Ratu Kalinyamat. Namun dukungan dari para akademisi, sejarawan, dan penggiat budaya dalam menggali bukti sejarah dapat membuahkan hasil.

"Kami juga mencari arsip sejarah hingga ke Kota Porto, Portugal. Prof Victor dari Universitas de Chatolica Porto memberikan kami arsip tentang kekuatan maritim jepara, kapalnya sebesar kapal induk Amerika Serikat," tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa hubungan Jepara dengan kerajaan lain di sekitar nusantara pada masa Ratu Kalinyamat terjalin sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dengan data sejarah dari Prof. Hisbullah Yusuf dari Malaysia yang menjelaskan bahwa hubungan Jepara dan Aceh berhasil membuat pertahanan maritim yang kokoh dalam melawan Portugis.

Selain Ratu Kalinyamat, Presiden Joko Widodo juga akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, M. Tabrani dari Jawa Timur, K.H. Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan K.H. Ahmad Hanafiah dari Lampung. (Arief Pramono)


Tentang Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat yang bernama asli Retna Kencana merupakan anak dari Sultan Trenggono, seorang Raja Demak pada masa 1521-1546. Sejak remaja Retna dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat, yang berasal dari luar Jawa. Banyak versi soal hal ini. Masyarakat jepara menyebut pria itu adalah Wing-tang, seorang saudagar Tiongkok yang terdampar di Jepara dan berguru pada Sunan Kudus.

Versi lainnya menyebut, Win-tang berasal dari Aceh dengan nama asli Pangeran Toyib, anak dari Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528).

Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.

Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat.

Usai menikahi Retna Kencana anak Sultan Demak, nama Retna pun berubah menjadi Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.

Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

Meski perempuan, Ratu Kalinyamat punya keberanian mengusir penjajah dan anti-portugis. Sebagai pemimpin Jepara, pada 1550 dirinya mengirim 4.000 tentara Jepara menggunakan 40 kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa.

Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.

Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Kemudian, pada 1573, Sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka lagi. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka pada Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.

Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, tetapi tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis.

Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.

Meskipun dua kali mengalami kekalahan, tetapi Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang artinya, Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya