Mantan Menteri Susi Pudjiastuti Ajak Jurnalis Suarakan Isu Lingkungan: Jurnalisme Media Paling Efektif

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengajak media dan jurnalis untuk bersuara lebih keras demi keberlangsungan lingkungan.

oleh Erina Putri diperbarui 09 Nov 2023, 20:00 WIB
Potret Susi Pudjiastuti pada layar Zoom Meeting di Green Press Community 2023, pada 9 November 2023, di Gedung Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan. (Liputan6/Erina Putri)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengajak media dan jurnalis untuk bersuara lebih keras demi keberlangsungan lingkungan terutama laut. 

"Bagaimana peran Anda sebagai perempuan, apalagi jurnalis? Sounding, membuat workshop, dan membuat education di lapangan. Ajak ibu-ibu untuk lebih mengerti hal ini," ujarnya pada dalam sebuah diskusi bertajuk "Narasi Media dan Peran Perempuan dalam Konservasi Laut dan Pesisir", pada Kamis, 9 November 2023 di Green Press Community.

"Saya yakin emak-emak kalau dikoordinasi dan dimobilisasi, seengaknya orang akan berpikir 2 kali untuk melawan emak-emak," lanjutnya pada layar Zoom Meeting di Gedung Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan.

Mengenai peran perempuan dan jurnalis, Susi menegaskan pentingnya konsistensi dan solidaritas dalam menyuarakan isu lingkungan

"Bagaimana kita berperan, kita harus solid. suara kita harus keras, kita harus konsisten. Kita harus hidup di daerah tropical, yang sangat strategis dan geografis yang bagus. Tapi jika tidak kita jaga, ya sudah akan habis."

Ia yakin bahwa koordinasi dan mobilisasi perempuan dapat memberikan dampak positif yang besar. 

Selain itu, jurnalisme dianggap sebagai media efektif untuk memberikan pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, terutama dalam menghentikan penggunaan plastik sekali pakai.

"Jurnalisme adalah salah satu media paling efektif untuk memberikan pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, how you do it? Nah itu yang harus kita jabarkan bersama. Kita harus membuat platform-platform yang familiar di masyarakat. Harus turun ke bawah dan melihat, kita tuh bisa menyampaikan pesan semua tentang lingkungan tuh, apa? Advokasi tentang plastik sekali pakai? We have to stop this. Kita harus encourage government, baik kabupaten maupun provinsi untuk mengeluarkan peraturan yang tidak boleh lagi industri menggunakan plastik sekali pakai," pungkas Susi.

"Yang membuat dampak climate change is so many, while the fight is so little we must do something more, bigger, solid, and sustainable. Itu penting sekali," tutupnya. 

 

 


Perlu Pembatasan Pertambakan

Potret kegiatan pada sesi Narasi Media dan Peran Perempuan dalam Konservasi Laut dan Pesisir di Green Press Community 2023, pada 9 November 2023, di Gedung Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan. (Liputan6/Erina Putri)

Susi juga menyoroti dampak negatif pertambakan udang, termasuk penggunaan bahan kimia berbahaya. Ia menekankan bahwa hal ini tidak hanya merugikan ekosistem, tetapi juga mengancam nelayan pesisir.

"Kalau policy negara itu membiarkan pertambakan merajalela, pertambakan itu rata rata memotong pohon mangrove karena mereka selalu cari mangrove area. Kenapa? Karena mangrove area itu fertile, subur. Banyak plankton, banyak tanahnya masih perawan dianggapnya," jelas Susi.

"Nah, makanya pembukaan tambak besar-besaran itu juga seharusnya mulai dibatasi, mana yang boleh mana yang tidak boleh."

Dalam kaitannya dengan kebijakan negara, Susi mengingatkan dampak besar yang dapat timbul. 

Ia menekankan perlunya pembatasan terhadap pertambakan besar-besaran yang merusak mangrove dan lingkungan sekitarnya. 

 


Penambak Banyak Gunakan Bahan Kimia

Potret kegiatan pada sesi Narasi Media dan Peran Perempuan dalam Konservasi Laut dan Pesisir di Green Press Community 2023, pada 9 November 2023, di Gedung Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan. (Liputan6/Erina Putri)

Susi juga mengungkap keprihatinannya terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya dalam tambak udang yang merugikan nelayan pesisir.

"Saya kadang kadang. Apa sedih karena kita menanam mangrove itu untuk jadi pun susah. Untuk tinggi 3m 4m ini 10 sampai 15 tahun. At least 8-10 tahun. Ditebangi, di-buldoser untuk bikin tambak pake eskavator," lanjut Susi.

"Kemudian pasti hasil dari tambang ini bukan cuma pertama merusak hutan bakau, tapi juga merusak lingkungan. Karena apa? Pertambakan udang biasanya dia pakai biodan dan saponin. Apa itu biodan dan saponin? Itu adalah racun untuk mematikan ikan dan hama udang. Seluruh krustasea akan mati, ikan akan mati, karena air tambak akan dibuang ke mana habis di-saponin? Ke laut."

"Yang merusak bukan udangnya, tetapi chemical stuff yang digunakan di tambak udang itu. Dan yang terganggu atas hal ini adalah nelayan pesisir, karena ikan-ikan sudah habis mati. Banyak dari nelayan tidak aware kalau masalah ini akibat dari tambak tersebut, kalau mereka sadar kemungkinan akan timbul konflik horizontal," ungkap Susi.


Kenapa Isu Lingkungan Tidak Tren?

Potret kegiatan pada sesi Narasi Media dan Peran Perempuan dalam Konservasi Laut dan Pesisir di Green Press Community 2023, pada 9 November 2023, di Gedung Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan. (Liputan6/Erina Putri)

Elin Yunita Kristanti, seorang perwakilan jurnalis wanita, memberikan tanggapan terkait minimnya pembahasan isu perubahan iklim atau lingkungan dalam media berita.

Menurutnya, media sebenarnya tidak acuh terhadap isu lingkungan, namun cenderung tergusur oleh topik yang lebih populer, seperti berita seputar para artis.

Mengapa isu lingkungan tidak pernah menjadi tren? Elin berpendapat bahwa karena dalam kehidupan sehari-hari, kita jarang mengkonsumsi informasi tentang lingkungan, sehingga tanpa adanya peristiwa besar, isu ini tidak akan menjadi perbincangan utama.

Baginya, penting untuk secara konsisten menulis dan membahas isu lingkungan tanpa harus menunggu tren. Kesimpulannya, konsistensi menjadi kunci utama.

Elin juga mengajak media, organisasi, mahasiswa, dan individu untuk bekerja sama dengan tiga kata kunci: fokus pada kepentingan publik, menyampaikan pesan dengan kuat dan mudah dimengerti, serta berkreasi.

Infografis Journal  15 Negara yang Paling Rentan pada Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Trie Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya