Liputan6.com, Jakarta - Badan Karantina Indonesia melakukan pemusnahan ribuan bibit pisang yang positif terinfeksi penyakit asal Filipina. Badan Karantina Indonesia juga mengirimkan notification of non compliance Filipina sebagai peringatan.
"Pemusnahan ini dilakukan dalam rangka pengamanan sumber daya hayati pertanian. Benih pisang impor ini masuk secara legal namun setelah dilakukan pemeriksaan karantina, positif membawa bakteri yang berbahaya," kata Kepala Barantin Sahat M Panggabean, Sabtu (11/11/2023).
Advertisement
Sahat menjelaskan, sebanyak 20.000 batang bibit pisang yang masuk dari Filipina telah disertai sertifikat karantina dari negaranya. Namun dari pemeriksaan yang dilakukan saat memasuki Indonesia, didapati positif terinfeksi bakteri Pseudomonas syringae pv syringae.
"Bakteri ini masuk dalam kelompok berbahaya dan belum ada di Indonesia, atau OPTK (organisme penganggu tumbuhan karantina, red) kategori A1, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 25 tahun 2020 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina," jelas Sahat.
Peringatan Keras
Sahat, menambahkan pihaknya juga melakukan tindakan karantina perlakuan untuk mengeliminasi bakteri berbahaya ini sebelum dimusnahkan.
"Selanjutnya kami akan mengirimkan NNC (notification of non compliance) ke negara asal, agar ke depan tidak terjadi hal yang sama," kata Sahat.
NNC ini dimaksudkan sebagai bentuk pemberitahuan keras pemerintah Indonesia atas kualitas jaminan otoritas karantina negara asal terhadap pemenuhan aspek kesehatan komoditas yang dikirim.
Adapun bakteri yang diuji dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) oleh pejabat Karantina merupakan pathogen golongan bakteri Gram negatif yang memiliki kisaran inang yang sangat luas hingga mencapai 87 jenis tanaman. Bakteri ini dapat menyerang pada tanaman cabai, jeruk, padi, bawang-bawangan, mentimun dan tomat.
"Dapat dibayangkan jika bakteri ini berhasil masuk ke wilayah NKRI, maka jenis tanaman yang dapat menjadi inangnya ini menjadi terancam," pungkas Sahat.
Produktivitas Padi Indonesia Kalah dari Vietnam, Kementan: Harus Belajar ke Negara Tetangga
Sebelumnya, Meskipun Indonesia menjadi produsen terbesar di ASEAN, namun produktivitas sawah padi nasional masih kalah dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Plt Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto mengatakan produktivitas sawah padi di negara tetangga rata-rata 6 ton per hektare. Sementara produktivitas padi nasional rata-rata 5,2 ton per hektare. Artinya, produktivitas padi di Indonesia masih di bawah negara tersebut.
"Produktivitas padi di sana rata-rata 6 ton per hektare. Di Vietnam sudah mencapai 6,2 ton per hektare, sementara di Indonesia rata-rata 5,2 ton per hektare," ujar Prihasto saat membuka pelatihan sejuta petani dan penyuluh pertanian vol 9 di Bogor, Selasa (24/10/2023).
Menurutnya keberhasilan negara tetangga yang mampu meningkatkan produktivitas padi harus menjadi contoh bagi petani dan penyuluh pertanian di Indonesia.
"Padahal iklim kita sama tapi kok mereka produktivitasnya tinggi. Inilah yang harus kita lihat bersama-sama, apakah faktor varietasnya atau ada faktor lain yang menentukan itu," ujarnya.
Prihasto juga menyarankan kepada para petani dan penyuluh untuk belajar ke Vietnam maupun negara lain yang telah berhasil meningkatkan produktivitas padi.
"Ya kita harus belajar ke negara lain. Kalau kita bisa belajar di tempat lain dan bisa kita adopsi disini lalu meningkatkan produksi padi, kenapa tidak," ucapnya.
Advertisement
Kedaulatan Pangan
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian, Dedi Nursyamsi berharap strategi ketahanan pangan nasional tidak hanya diarahkan untuk mencapai kecukupan akan pangan, tetapi juga untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan serta peningkatan daya saing produk-produk pangan nasional.
"Kinerja subsektor budidaya juga sangat penting untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor dan bahkan meningkatkan ekspor," ucapnya.
Upaya ini dapat diwujudkan dengan peningkatan efisiensi melalui penerapan smart farming dan integrated farming ataupun ekstensifikasi, melalui program food estate, urban farming serta program lain dari Kementan.