Liputan6.com, Jakarta - Serial adaptasi novel Gadis Kretek yang ditayangkan oleh Netflix banjir pujian dan ramai diperbincangkan masyarakat. Serial yang dibintangi Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, Putri Marino, Arya Saloka, hingga Sheila Dara Aisha tersebut diangkat dari novel karya Ratih Kumala.
Serial tersebut mengisahkan industri kretek di sebuah kota di Jawa Tengah pada tahun 1960-an dengan berbagai intrik politik dan kisah asmara di dalamnya. Lantas, apakah kretek merupakan bagian budaya asli Indonesia?
Advertisement
Dalam buku Kretek Pustaka Nusantara oleh Thomas Sunaryo disebutkan, masyarakat Nusantara sebelumnya memiliki tradisi mengunyah pinang. Sedangkan tradisi menghisap tembakau merupakan adopsi dari masyarakat barat dan kemudian dilokalkan dengan menambahkan berbagai macam saus dan cengkeh.
Sehingga, kata Sunaryo, menghasilkan produk dan adat kebiasaan yang sama sekali baru dan tidak dijumpai dimanapun termasuk di masyarakat Eropa dan pada masyarakat asli Kepulauan Karibia dan daratan Amerika sebagai asal kebiasaan tersebut.
"Masyarakat Nusantara pun lambat laun mengadopsi kebiasaan merokok dari para bangsawan dan penjajah. Beberapa sumber sejarah menyatakan Laporan dari para utusan VOC mengisahkan bahwa Sultan Agung pun menghisap rokok menggunakan pipa," kata Sunaryo.
Lanjut dia, berdasarkan sumber lokal Babad Ing Sangkala, disebutkan para bangsawan Jawa sudah mengkonsumsi rokok tembakau pada masa pemerintahan Senopati di kerajaan Mataram Islam. Kemudian oleh masyarakat bawah dan priyayi mengembangkan kebiasaan menhisap rokok dengan mencampurnya dengan beberapa unsur perasa dan aroma lokal yang ada.
Misalnya yaitu uwur, klembak, menyan hingga cengkeh. Sunaryo menilai hal tersebut dalat dimaknai sebagai awal lahirnya sebuah kebiasaan asli dan baru masyarakat.
"Hal ini tidak aneh dikarenakan masyarakat agraris yang sebelah kakinya telah melangkah ke dalam alam industri ini, seperti kita ketahui bersama, masih berada pada masa kesadaran mitis," papar dia.
Sunaryo menambahkan, "Bahwa kebiasaan membakar rokok klembak, dupa, menyan hingga opium sudah menjadi salah satu hal yang wajib bagi masyarakat dalam pelaksanaan ritual spiritual Kejawen misalnya bagi sebagian masyarakat Jawa."
Kata Sunaryo, sesajen berupa rokok kretek dan minuman favorit seperti kopi atau teh untuk mendoakan ketenangan bagi leluhur atau orang tua yang sudah meninggal biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sunaryo juga menyebut jika kebiasaan merokok sudah menjadi tradisi selama ratusan tahun yang biasa dilakukan ketika mereka berkumpul hingga beristirahat.
"Dengan demikian, tradisi merokok kretek dapat disebut sebagai adat kebiasaan, atau kebudayaan asli nusantara atau Indonesia. Dengan asumsi, beberapa diantaranya adalah bahwa rokok kretek mungkin lebih cocok dikonsumsi di daerah kepulauan tropis," jelas dia.
Mengenal Museum Kretek di Jawa Tengah
Museum Kretek Kudus berlokasi di Jalan Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Museum ini merupakan satu-satunya museum kretek di Indonesia.
Mengutip dari visitjawatengah.jatengprov.go.id, museum ini menyimpan beragam koleksi yang mengisahkan tentang perkembangan kretek di tanah Jawa. Selain itu, museum ini juga menjadi lokasi syuting serial Gadis Kretek yang diadaptasi dari novel karya Ratih Kumala.
Museum Kretek didirikan pada 1986 atas prakarsa Soepardjo Rustam, Gubernur Jawa Tengah saat itu. Kala itu, ia berkunjung ke Kudus dan melihat potensi besar perusahaan kretek yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.
Museum ini menyimpan setidaknya 1.195 koleksi tentang sejarah kretek. Berkunjung ke Museum Kretek Kudus membuat pengunjung dapat mempelajari banyak hal, seperti kiprah Nitisemito yang mendirikan Pabrik Rokok Bal Tiga, melihat dokumen-dokumen perusahaan pada waktu itu, melihat alat-alat pembuatan rokok secara tradisional maupun modern, diorama jenis-jenis tembakau cengkeh, diorama pembuatan rokok di pabrik, dan lainnya.
Selain itu, di sekitar komplek museum juga terdapat beberapa miniatur bangunan cagar budaya, seperti Oemah Kembar Nitisemito. Konon, Oemah Kembar Nitisemito menjadi saksi bisu kejayaan Sang Raja Kretek Nitisemito.
Selain itu, ada juga miniatur Masjid Wali loram Kulon dengan gapura padureksan yang sungguh ikonik. Ada juga Rumah Adat Kudus Joglo Pencu yang memadukan arsitektur budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), China (Tionghoa) dan Eropa (Belanda).
Advertisement