Liputan6.com, Jakarta Problem kesehatan mental di Indonesia rupanya sedang menjadi sorotan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2018, satu dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin berpesan soal hidup sehat kepada masyarakat, agar tak lupa untuk bersenang-senang. Sebab, kesehatan mental atau jiwa juga penting, bukan hanya masalah kesehatan fisik saja.
Advertisement
"Saya dititipin sama Bu Dirjen Kesehatan Masyarakat (Maria Endang Sumiwi), Pak, sekarang lagi nge-tren soal kesehatan mental. Karena sehat itu bukan hanya sehat fisik, tapi sehat mental," ucap Budi Gunadi saat menghadiri acara ‘Ayo Sehat Festival’ di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta Pusat pada Sabtu, 11 November 2023.
"Jadi, jangan lupa senang-senang, happy-happy, dengerin musik gitu ya. Ngobrol sama keluarga dan juga rajin berdoa supaya jiwanya juga sehat, bukan fisiknya saja yang sehat."
Sering Datang ke Puskesmas
Menurut Budi Gunadi, hidup sehat jauh lebih baik dan lebih murah. Untuk pencegahan penyakit dan menjaga masyarakat hidup sehat dapat ke Puskesmas.
Skrining kesehatan gula darah dan tekanan darah bisa dilakukan di Puskesmas.
"Hidup sehat itu lebih enak dibandingkan sakit. Ingat, jagalah supaya tetap sehat. Jangan sampai sakit, jangan tertarik dengan dokter-dokter, perawat di rumah sakit," pesan Menkes Budi.
"Sering datang ke Puskesmas supaya kalau bisa jangan ke rumah sakit."
Makan Dijaga, Olahraga Diatur
Tips untuk hidup sehat dari Menkes Budi Gunadi Sadikin adalah dua kunci, yaitu makan dan olahraga diatur.
Hidup sehat cuma dua yang diatur. Nomor satu makan diatur, nomor dua olahraganya. Kalau di agama saya dibilangin berhenti makan sebelum kenyang," imbuhnya.
"Kalau olahraga katanya 30 menit sehari 5 hari seminggu sampai kita wafat. Olahraganya segala macam, yang penting enggak boleh berhenti. Insya Allah, bener-bener membuat kita hidup sehat nantinya."
Kembali ditegaskan Budi Gunadi, masyarakat diharapkan jangan sampai masuk rumah sakit.
"Tentunya, harus tetap sehat. Caranya gimana? Makannya dijaga, kemudian gerakan, aktivitas fisik dijaga," tutupnya.
Advertisement
Skrining Gangguan Jiwa Masih Lemah
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut banyak kasus yang mengarah ke gangguan jiwa dan belum terdeteksi di Indonesia karena tingkat skrining masih lemah. Sejauh ini, tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan hanya memberikan diagnosis berdasarkan kuesioner.
Ia mencontohkan kecemasan (anxiety) juga masih susah untuk terdeteksi. Padahal, menurut Budi Gunadi, kondisi itu banyak dialami masyarakat.
Perlu upaya meminimalisir kondisi tersebut, sebelum kondisi pasien bertambah buruk. Dari kecemasan yang tak tertangani dapat berlanjut ke tahapan depresi hingga skizofrenia.
Deteksi Dini Gangguan Jiwa Sebatas Observasi
Dari laporan yang diterima Budi Gunadi, deteksi dini gangguan jiwa di Indonesia masih sebatas observasi dan manual. Untuk itu, Kemenkes akan mengupayakan deteksi dini gangguan jiwa yang lebih canggih ke depan.
"Skrining akan kita perbaiki agar semua Puskesmas bisa melakukan skrining jiwa. Karena ini tinggi sekali (kasus gangguan jiwa) dan seharusnya bisa ditangani lebih baik," katanya saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Pemantauan Pasien Gangguan Jiwa
Kemenkes sedang mengupayakan kehadiran fasilitas kesehatan khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa.
Ia mencontohkan, apabila pasien mendapat diagnosis skizofrenia, maka pasien tersebut harus dirawat namun tidak harus ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), melainkan tempat khusus di faskes.
Kemudian apabila pasien yang bersangkutan mengalami perbaikan kondisi, maka selanjutnya hanya perlu pemantauan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau juga melalui beragam komunitas.
"Karena RSJ itu stigmatize. Jadi oleh WHO, strategi mental health didorong kembali ke komunitas kalau bisa," pungkas Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Advertisement