Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membatasi pengambilan penggunaan air tanah. Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.
"Aturan pengendalian penggunaan air tanah ini bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dalam Konferensi Pers di Kantornya, Jakarta Pusat, Senin (13/11).
Advertisement
Wafid menyatakan, aturan pembatasan ini menyasar pengguna air tanah di atas 100 meter kubik per bulan. Ketentuan ini menyasar kelompok rumah tangga maupun pengusaha yang memanfaatkan air tanah.
Dia menganalogikan, penggunaan tanah air sebanyak 100 meter kubik itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter. Atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter.
"Jadi, air sebanyak 100 meter kubik itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau pengisian 5.000 galon volume 20 liter," tegas Wafid.
Oleh karena itu, Wafid meminta kepada masyarakat Indonesia agar tidak khawatir dalam merespon aturan terkait pembatasan pengambilan air tanah. Mengingat, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak melakukan pengambilan air tanah melebihi 100 meter kubik sehingga tidak perlu mengajukan izin Kementerian ESDM.
"Karena pemakaiannya rata-rata hanya 20 sampai 30 meter kubik per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan," pungkas Wafid.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Permukaan Tanah Terus Turun, Pemerintah Pelototi Penggunaan Air Tanah
Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Pengendalian penggunaan air tanah ini merupakan regulasi yang bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan.
"Dengan pengendalian penggunaannya, air tanah ini masih memiliki fungsi untuk menjaga lingkungan seperti mencegah terjadinya penurunan tanah atau amblesan tanah dan intrusi air laut," tegas Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/11/2023).
Wafid mengungkapkan, upaya pengendalian air tanah harus dilakukan, sehingga memungkinkan terjadinya proses pemulihan muka air tanah dan pelandaian laju penurunan muka tanah. "Kedua hal tersebut merupakan indikasi keberhasilan pengelolaan air tanah," ujar Wafid.
Ia mencontohkan, pada Cekungan Air Tanah Jakarta telah dilakukan upaya pemantauan air tanah dan penurunan tanah sejak 2014 melalui pendirian Balai Konservasi Air Tanah (BKAT), yang merupakan UPT di bawah Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah.
Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Advertisement
Penurunan 6 Cm per Tahun
Wafid menuturkan, pengukuran selama periode tahun 2015-2022 di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta tersebut menunjukkan laju penurunan tanah antara 0,04 hingga 6,30 cm per tahun.
Hal ini menunjukkan adanya pelandaian penurunan tanah dibandingkan 1997-2005 dimana laju penurunan tanah antara 1-10 cm per tahun hingga 15-20 cm per tahun. "Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah Jalan Tongkol Jakarta Utara," imbuh Wafid.
Pengendalian penggunaan air tanah adalah salah satu yang mendasari lahirnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023. Namun, Wafid kembali menegaskan bahwa masyarakat (rumah tangga) yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan.
"Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin (penggunaan air tanah), karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan. Air sebanyak 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter," tandasnya.
Kriteria Rumah Tangga yang Tak Perlu Izin Sedot Air Tanah
Sebelummnya, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Aturan ini dirilis untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mencegah terjadinya kerusakan air tanah.
dalam aturan ini rumah tangga wajib lapor ke Kementerian ESDM jika mengambil air tanah. Namun tidak semua rumah tangga yang wajib lapor. Hanya kriteria tertentu saja yang wajib lapor. Masyarakat atau rumah tangga yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah di atas 100 m3 per bulan.
"Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin (penggunaan air tanah), karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (6/11/2023).
Ia menyebut 100m3 atau 100.000 liter adalah jumlah yang sangat besar. "100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisia 5.000 galon volume 20 liter," terang Wafid.
Advertisement