Sempat Bebas, Ketua KPU Bengkalis Terjerat Korupsi Hibah Pemilu Dijebloskan Lagi ke Penjara

Ketua KPU Bengkalis periode 2019-2021 yang sempat bebas dari dakwaan korupsi dana hibah pemilu kembali dijebloskan ke penjara setelah jaksa menyusun dakwaan secara jelas dan cermat.

oleh M Syukur diperbarui 14 Nov 2023, 04:00 WIB
Mantan Ketua KPU Bengkalis (berpeci) saat diperiksa oleh penyidik sebelum dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum Kejari Bengkalis. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Sempat menghirup udara bebas setelah eksepsinya (keberatan terhadap dakwaan) dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkalis, Fadhillah Al Mausuly, kembali dijebloskan ke penjara.

Hal ini terjadi setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bengkalis memperbaiki dakwaan dan membacakannya lagi di pengadilan. Jaksa meminta terdakwa korupsi dana hibah Pemilu itu ditahan dan dikabulkan hakim.

Penetapan ini dibacakan Ketua Majelis Hakim Yuli Artha Pujayotama pada Senin, 13 November 2023. Terdakwa usai sidang tidak pulang ke rumah lagi melainkan dibawa JPU ke penjara.

Dalam pertimbangannya, hakim memandang perlu melanjutkan penahanan terdakwa demi kelancaran persidangan. Penahanan ini sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 21 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

"Memerintahkan untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa Fadhillah Al Mausuly dalam tahanan Lapas Klas II Bengkalis terhitung sejak tanggal 13 November 2023," kata hakim.

Pada 26 Oktober lalu, terdakwa lepas dari penjara setelah eksepsinya diterima hakim. Majelis hakim sependapat dengan terdakwa melalui kuasa hukumnya yang menyebut dakwaan tidak jelas, tidak lengkap dan tidak cermat.

Terdakwa terhadap putusan hakim ini tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Usai sidang, terdakwa dibawa personel Intelijen Kejari Bengkalis untuk dilimpahkan ke Lapas Klas II Bengkalis.

Kasus ini menyeret sejumlah orang. Yaitu Puji Hartono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di KPU Bengkalis dan Muhammad Soleh selaku Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Berikutnya Hendra Rianda selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Candra Gunawan AMd selaku Bendahara Pengeluaran KPU Kabupaten Bengkalis. Semuanya dilakukan penuntutan terpisah.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kerugian Miliaran

Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan korupsi yang dilakukan terdakwa Fadhillah ini terjadi pada kurun waktu tahun 2019- 2021 silam. Perbuatan terjadi ketika ada tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis periode 2021-2024.

Kala itu, KPU Bengkalis yang dipimpin terdakwa Fadhillah mendapatkan hibah dari Pemkab Bengkalis sebesar Rp40 miliar. Dana hibah itu diberikan berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah.

Dalam dakwaan, JPU menyatakan anggaran itu diselewengkan terdakwa memperkaya diri dan orang lain. Beberapa anggaran pengeluaran disebut JPU tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Anggaran KPU yang diselewengkan para terdakwa di antaranya, pajak yang dipungut sebesar Rp385.662.861 dan tidak disetorkan ke kas negara. Kemudian adanya penyetoran dana hibah ke rekening pribadi terdakwa Candra Gunawan sebesar Rp485.111.174.

Selanjutnya, adanya realisasi belanja yang disahkan tetapi tidak sesuai dengan buku kas umum sehingga menyebabkan ketekoran kas sebesar Rp192.570.900.

Lalu, adanya jasa giro yang belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp4.484.593, serta tidak disetorkan ke kas negara pengembalian dari PPK Tualang Mandau dan PPK Bengkalis sebesar Rp25.731.000.

Kemudian, realisasi belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp2.506.843.672. Bahkan, adanya kelebihan pencatatan pada BKU oleh bendahara pengeluaran yang mengakibatkan negara lebih bayar sebesar Rp773.740.401.

Realisasi belanja yang tidak sesuai ketentuan perundangan-undangan sebesar Rp79.965.950, perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan aebesar Rp83.892.216.

Selanjutnya, pembayaran honorarium pokja yang masih dalam penguasaan bendahara pengeluaran yang belum dibayarkan kepada anggota sebesar Rp54.105.000.

Berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Inspektur Wilayah I Komisi Pemilihan Umum, ditemukan kerugian negara sebesar Rp4.592.107.767.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya