Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati ikut buka suara soal usulan penghapusan tarif batas atas (TBA) angkutan pesawat. Menurutnya, hal itu perlu mempertimbangkan banyak aspek.
Adita bilang, untuk melakukan revisi TBA perlu merubah serangkaian aturan, mulai dari undang-undang hingga peraturan menteri. Apalagi, jika langkah yang dilakukan adalah menghapus TBA.
Advertisement
"Revisi TBA pasti harus beberapa faktor harus terpenuhi. Kita tentunya terus diskusi sama asosiasi nantinya kita tentu butuh ada surat dari asosiasi atau maskapai. Terus terang sampai saat ini belum ada surat resmi dari asosiasi. Makanya hal-hal itu, kita sebagai regulator harus tindaklanjut berdasarkan hitam diatas putih," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Dia menyebut hingga saat ini belum ada surat yang masuk ke Kemenhub dari asosiasi maskapai penerbangan. Dia juga belum membuka opsi untuk melakukan revisi TBA angkutan pesawat rerbang.
Lindungi Masyarakat
Menurut dia, hadirnya batas atas tarif itu untuk melindungi masyarakat dari sisi daya beli. Pada sisi yang lain, batasa tarif yang ditetapkan juga untuk memproteksi pendapatan maskapai.
"Belum ada. Karena kalau dibaca di UU yang ada kan tujuan batas atas dan bawah itu kan memproteksi dua pihak. Si operator sendiri dan juga masyarakat. Agar tidak terlalu turun itu merugikan maskapai, kalau terlalu tinggi bebankan masyarakat. Jadi ada koridornya itu. Nah kalau emang mau dihapus harus diskusi dulu gimana proteksi dua pihak," bebernya.
Adita menegaskan, aspek yang paling penting adalah menangkap setiap aspirasi pemangku kepentingan. Didalamnya termasuk maskapai, dan masyarakat.
"Jadi kami tugasnya menjaga keberimbangan industri, keterjangkauan masyarakat, dan bagaimana perusahaan operator sustain melayani sekaligus menjaga faktor keselamatan di penerbangan tetap terjaga. Kemudian UU ditetapkan begitu juga kan dulu pertimbangannya agar semua kepentingan terwakili," jelas Adita.
Butuh Kajian
Lebih lanjut, Adita mengatakan masih perlu kajian secara menyeluruh jika diperlukan adanya perubahan aturan mengenai TBA pesawat. Ada sejumlah aspek yang menjadi sorotan.
Misalnya, keterjangkaun masyarakar atas tarif yang ditetapkan hingga dampaknya kepada inflasi yang bersumber dari tarif.
"Kan itu cuma terkait mengubah Peraturan Menteri tenru kita akan kaji dulu ya dampaknya terhadap, tadi keterjangkauan masyarakat, kepada inflasi, kepada sektor lain. Karena misalnya di daerah timur dan kepulauan itu kan jadi alat produksi juga bukan cuma transportasi. Memang perlu dikaji dulu dampaknya," tuturnya.
"Kemarin mungkin kita ada skema fuel surcharge, ketika ada kenaikan Avtur diberikwn ruang untuk menerapkan kenaikan tarif temporer. Ini akan dikaji dulu, masyarakat aja keluh kesah harganya ketinggian," pungkas Adita.
Advertisement
Usulan Maskapai
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mengusulkan kepada pemerintah menghapus tarif batas atas tiket pesawat dan nantinya harga tiket pesawat diserahkan kepada mekanisme pasar.
"Ini mungkin menjadi salah satu usulan dari kami tadi bahwa kalau bisa tarif batas atas ini ditiadakan sehingga menyerahkan kepada mekanisme pasar," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja melansir Antara, seperti dikutip Jumat (3/11/2023).
Adapun INACA menggelar Rapat Umum Anggota (RUA) Dalam RUA itu, kata dia, INACA membahas tiga isu, salah satunya mengenai tarif pesawat.
Denon mengatakan bahwa tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Tadi hasil rekomendasi dari anggota berharap bahwa mengenai tarif batas atas ini agar bisa dikaji sehingga menjadi fleksibilitas bagi operator untuk menyesuaikan tarifnya, mengingat tingginya biaya operasional maskapai," ujar Denon.
Tak Ada Pelanggaran
Sementara soal pengawasan yang dilakukan jika harga tiket dilepas ke mekanisme pasar, ia menilai jika peraturan telah diterapkan maka tidak ada lagi konteks pelanggaran.
Misalnya, jika diterapkan TBA maka tidak boleh dilanggar sehingga harus ada fungsi pengawasan.
"Artinya, pengawasan itu kan dalam konteks pelanggaran, artinya kalau misalnya peraturan itu dibuka kan tidak ada lagi konteks pelanggaran. Kalau dikasih tarif atas kan tidak boleh melanggar maka harus ada fungsi pengawasan tetapi kalau tidak ada tarif atas tentu tidak ada pelanggaran karena diserahkan pada mekanisme pasar," ujarnya.