Liputan6.com, Jakarta Kasus dugaan penipuan dan penggelapan kepada pengusaha asal Cirebon H. Oyo Budiman tinggal menunggu eksekusi dari Mahkamah Agung (MA). Ia berharap agar terdakwa segera dijebloskan ke penjara.
Kuasa Hukum H. Oyo Budiman, Hetta Mahendarti Latumeten menjelaskan, permasalahan tersebut bermula dari pelaku BHW mendatangi korban pada April 2018 menawarkan proyek jalan tol di Palembang.
"Korban diiming-imingi dan mencatut PT Waskita Karya oleh pelaku. Bahkan pelaku memperlihatkan bukti seolah-olah ada perjanjian kontrak dengan PT Waskita Karya, pelaku minta korban untuk mendanai proyek tersebut," ujar Hetta, Senin (13/11/2023).
Baca Juga
Advertisement
Dengan iming-iming proyek tersebut dari PT. Waskita Karya dengan nilai proyek sebesar 71 milyar.
Seiring berjalannya waktu, BH ingin didanai oleh H. Oyo untuk bekerja sama dengan menggunakan nama perusahaan milik korban yaitu PT. Karya Kita Putra Pertiwi.
"Bahkan, dari pihak BH memberikan bukti perjanjian kerja sama atau kontrak seolah-olah dari PT. Waskita Karya. Jadi seolah-oleh itu adalah betul dari PT. Waskita Karya," paparnya.
Tergiur oleh bujuk rayu pelaku, korban mengucurkan dana dengan iming-iming keuntungan sebesar 3 persen dari nilai total kontrak.
Kerugian
Uang untuk proyek tersebut dipinjam ke sebuah bank. Ditambah bunga bank, menurut keterangan pelaku, akan dibayar oleh PT Waskita Raya, yaitu sebesar 1,5 persen.
"Korban mengalami kerugian sebesar Rp 20,8 miliar," sebutnya.
Seiring berjalannya waktu, proyek tersebut tidak pernah selesai. Pembayaran yang dijanjikan pun tidak pernah terealisasi.
Hingga pada tahun 2020, pihak bank langsung melakukan kroscek ke PT Waskita Karya.
"Hasilnya PT Waskita Krya mengungkapkan tidak pernah ada perjanjian dengan seseorang bernama BHW," ujarnya.
Singkat cerita, utang ke bank untuk pinjaman dana terhadap proyek tersebut kemudian dilunasi oleh korban. Ia menjaminkan asetnya meminjam ke bank lain untuk menutupi hutang.
Pihak korban, katanya, telah melakukan upaya persuasif namun tidak ada jalan keluar. Hingga akhirnya, tahun 2021 korban melaporkan permasalahan ini ke polisi.
"Dilaporka oleh putra korban karena korban sedang sakit saat itu, BHW dilaporkan ke Bareskrim dengan tuduhan penipuan dan penggelapan, kemudian dengan makin banyak bukti ada juga dugaan TPPU," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, pada November 2022 persidangan digelwr hingga Februari 2023 BWH divonis satu tahun penjara. Namun terdakwa sempat mengajukan banding hingga kasasi.
Pada 1 September 2023, putusan dari kasasi di Mahkamah Agung turun dan memperberat hukuman BHW menjadi dua tahun.
"Saat ini pun sedang berjalan kasus TPPU nya dan BHW sudah tersangka. Kasus tersebut sudah dilimpahkan di Kejati Jabar," kata Hetta.
Berdasarkan petikan Mahkamah Agung yang memperberat vonis terhadap BHW, kuasa hukum meminta kepada Kejaksaan sebagai eksekutor untuk segera melaksanakan putusan dari MA.
Hetta juga mengatakan, saat ini pihak korban masih mengalami kerugian. Sementara terdakwa masih dalam status tahanan kota.
"Rari pihak BHW minta penangguhan penahanan dengan menjadi tahanan kota dari bulan November 2022. Harapan kami, agar pihak Kejaksaan segera melaksanakan putusan dari MA tersebut dan mengeksekusi BHW," ujarnya.
Advertisement