Liputan6.com, Jakarta - Bisakah Anda pergi liburan tanpa keberadaan ponsel? Menahan diri untuk tidak memeriksa email, menelepon, mengirim pesan, atau mengandalkan internet saat menjelajahi negeri asing.
Bayangkan keadaan di mana Anda harus berkomunikasi dengan pelayan restoran tanpa bergantung pada layanan penerjamahan online, atau menavigasi dari titik A ke titik B dengan mempercayai peta fisik yang tak lagi up-to-date.
Advertisement
Bagi sebagian besar orang, konsep ini mungkin terdengar seperti mimpi buruk. Tetapi menarik bagi mereka yang ingin pengalaman tanpa distraksi digital seperti itu. FTLO Travel (For the Love of Travel), sebuah perusahaan perjalanan berbasis di AS pun menghadirkan sebuah program unik yang akan diluncurkan pada bulan Februari 2024.
Dilansir dari CNN pada Senin, 13 November 2023, program ini tidak hanya menawarkan peluang untuk "terbebas" dari telepon Anda, tetapi juga untuk merasakan pengalaman yang lebih mendalam melalui interaksi langsung dengan penduduk setempat dan penyesuaian diri dengan lingkungan baru.
Peserta program ini akan menjalani perjalanan selama lima hari atau seminggu tanpa menggunakan gawai mereka. Tidak ada notifikasi WhatsApp yang mengganggu, tidak ada update Instagram, tidak ada ketergantungan pada Google Maps, dan tidak ada bantuan dari penerjemah digital.
Tara Cappel, pendiri dan CEO FTLO Travel, berharap bahwa masyarakat dapat menerima tantangan ini dengan terbuka, meyakini bahwa perjalanan tanpa ketergantungan pada teknologi akan menghasilkan pengalaman yang lebih kaya dan koneksi yang lebih mendalam dengan lingkungan sekitar.
Jadi Destinasi Detoksifikasi Digital
"Dengan tekad untuk memberikan pengalaman "detoks" yang bermanfaat, FTLO Travel siap mengantarkan pelancong pada perjalanan tanpa ponsel yang diharapkan akan meningkatkan apresiasi terhadap keindahan dunia di sekitar kita," ungkap Cappel kepada CNN.
Menurut Cappel, di era digital saat ini, ketergantungan orang pada ponsel pintar semakin meningkat, memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental. Dengan menghilangkan gangguan ini, para wisatawan memiliki kesempatan untuk sepenuhnya terlibat dengan destinasi yang mereka kunjungi, menciptakan kehadiran yang lebih intens dan terkoneksi sepenuhnya dengan lingkungan yang mereka eksplorasi.
Dalam dunia di mana layar ponsel menjadi gangguan harian yang tak terhindarkan, pelarian dari kehidupan digital semakin menarik. Pada awal tahun ini, misalnya, Ulko-Tammio di Finlandia meresmikan dirinya sebagai pulau wisata tanpa telepon pertama di dunia, mendorong pengunjung untuk meresapi keindahan alam sekitarnya.
Banyak tempat penginapan, termasuk hotel kelas atas seperti Rancho La Puerta di Meksiko, mengidentifikasi diri mereka sebagai destinasi detoksifikasi digital. Mereka menekankan pengalaman relaksasi tanpa terganggu oleh telepon dan komputer.
FTLO Travel menawarkan perjalanan tanpa telepon untuk kelompok hingga 14 orang, dimulai dari 1.999 dolar AS atau sekitar Rp31 juta, dengan destinasi termasuk Italia (Roma dan Florence), Kuba (Havana), Portugal, Meksiko, Kosta Rika, dan Islandia. Untuk perjalanan tujuh hari, biayanya adalah Rp50 juta. Program ini terbuka untuk siapa saja, tanpa batasan geografis, karena tiket pesawat tidak termasuk.
Advertisement
Peraturan yang Harus Dipatuhi
Aturan utama dari perjalanan ini adalah meninggalkan smartphone Anda, seperti yang disarankan oleh Cappel. Peserta diwajibkan untuk menyimpan ponsel dalam bagasi atau brankas hotel, sehingga mereka dapat sepenuhnya menikmati pengalaman tanpa tergoda oleh dunia digital.
Mereka yang kedapatan "menyerah" dari godaan digital dan menggunakan ponsel berisiko dikeluarkan dari kelompok jika tindakan mereka berdampak negatif pada pengalaman sesama pelancong. Meskipun demikian, para peserta diingatkan untuk membawa kamera digital guna meresapi dan mengabadikan momen-momen berharga selama perjalanan mereka.
Selama periode tanpa telepon, setiap peserta akan menerima rencana perjalanan dan peta cetak, dengan perincian perubahan mendadak yang diunggah di lobi. Pemimpin perjalanan akan tetap membawa ponsel untuk keperluan logistik dan dapat digunakan oleh peserta dalam situasi darurat.
Menurut Lamees Khorshid, seorang psikolog yang berbasis di California menyampaikan bahwa manfaat perjalanan tanpa ponsel itu tiada batasnya. "Dengan tidak adanya suara 'ping' dan 'ding' dari ponsel, gangguan berkurang, dan hal ini memungkinkan konsentrasi yang lebih santai pada momen liburan saat itu," ujarnya.
"Kami lebih terbuka terhadap spontanitas, yang bisa mencakup percakapan acak dengan orang asing, kehilangan arah dan menciptakan peluang kebetulan, pertemuan tak terduga, dan kejutan yang tidak terduga dari perjalanan liburan," ucapnya.
Mengembalikan Perjalanan Wisata Tradisional
Cappel, yang telah menjalani berbagai perjalanan wisata tanpa ponsel, berharap bahwa tur ini akan menarik bagi kaum milenial yang tumbuh di era tanpa ponsel itu sendiri dan melewati hari-hari tanpa ketergantungan pada teknologi modern. Program ini ditargetkan untuk orang berusia 25-29 tahun. Namun, dia menyadari bahwa konsep ini mungkin tidak sesuai untuk semua orang.
"Tujuan kami adalah mengembalikan pengalaman era pra-digital bagi mereka yang telah mengenalinya, bukan untuk generasi Z atau orang-orang yang ingin melakukan detoksifikasi digital semata. Karena, tidak menggunakan telepon hanya akan meningkatkan kecemasan bagi mereka (gen Z)," tutur Cappel.
Pendekatan yang ideal adalah bagi mereka yang ingin menghadapi tantangan dan menemukan kembali teknik perjalanan tradisional, kata Cappel.
"Perjalanan menjadi lebih kompleks tanpa telepon, mencari informasi secara manual, menanyakan arah kepada orang-orang. Ini membuat Anda keluar dari zona nyaman Anda. Jika Anda bergantung pada ponsel, interaksi Anda terbatas pada layar. Anda harus benar-benar terlibat untuk menjelajah," terangnya.
Cappel menambahkan bahwa dia baru-baru ini melakukan perjalanan tanpa telepon selama tiga hari di Praha, Republik Ceko bersama timnya untuk menguji "format" baru, dan dia menyatakan bahwa itu adalah pengalaman yang luar biasa dan penuh daya tarik.
"Saya mengelilingi kota tanpa telepon selama berjam-jam, tersesat, dan berinteraksi dengan orang-orang. Saya senang bertanya kepada penduduk setempat tentang arah, mencoba berkomunikasi, dan mengatasi hambatan bahasa," katanya.
Advertisement
Ponsel Menggeser
"Hari itu menjadi salah satu hari terbaik dalam hidup saya, memberikan energi tidak hanya secara fisik tetapi juga secara psikologis. Meskipun saya berjalan sejauh 18 ribu langkah, rasanya sangat menenangkan,' tambah Cappel.
Pada tahun 2018, Cappel memulai tur tanpa telepon di Havana, Kuba bersama saudara perempuannya. Salah satu tantangannya adalah memikirkan cara untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, memahami sistem bus, berbagi kendaraan dengan penduduk setempat, dan menangani menu restoran yang tidak bisa dia terjemahkan.
"Saya tidak membawa penerjemah digital, jadi saya terpaksa berkomunikasi dengan para pelayan, meminta mereka menunjukkan bahan-bahan masakan ketika saya tidak tahu apa itu," ungkap Cappel.
"Ponsel pintar itu seperti narkoba, kita seringkali meluncurkan aplikasi media sosial tanpa menyadari, seolah-olah kita berada dalam mode otomatis. Mereka mengalihkan perhatian kita. Inti dari perjalanan tanpa ponsel ini lebih pada kehadiran untuk belajar tentang budaya lokal, daripada sekadar detoksifikasi digital sederhana," sampainya.
Cappel berharap bahwa perjalanan tanpa telepon dapat membantu orang belajar untuk sesekali menjalani hari tanpa telepon sebagai bagian yang terstruktur dari kehidupan mereka, sehingga mereka dapat lebih "hadir" dalam kegiatan sehari-hari mereka.