Peneliti Ungkap Geser Layanan Terapi Insulin ke Puskesmas Bisa Hemat Pengeluaran JKN hingga Rp1,7 Triliun per Tahun

Geser terapi insulin dari RS ke Puskesmas bisa hemat pengeluaran JKN hingga Rp1,7 Triliun per tahun.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Nov 2023, 19:52 WIB
Lead researcher Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Prof. Budi Hidayat sebut Geser Layanan Terapi Insulin ke Puskesmas Bisa Hemat Pengeluaran JKN hingga Rp1,7 Triliun per Tahun, Jakarta, Selasa (14/11/2023), Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta - Bertepatan dengan Hari Diabetes Sedunia 2023, CHEPS UI mengungkap bahwa beban penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen. Ini setara dengan sekitar Rp1,7 triliun per tahun.

Penghematan ini dapat dipetik jika terapi insulin yang selama ini dilakukan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL) atau rumah sakit (RS) digeser ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas.

Studi Diabetes in Primary Care (DIAPRIM) menunjukkan, saat ini terapi insulin di Indonesia hanya tersedia di RS. Padahal, dokter umum di Puskesmas yang memiliki kompetensi manajemen diabetes juga boleh melakukannya. Hal ini tercantum dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Pedoman ini juga sejalan dengan standar minimum kompetensi lulusan dokter (SKDI).

Penelitian yang dilakukan Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI) juga menunjukkan, pergeseran ini dapat membantu pasien menghindari komplikasi karena bisa mendapat terapi insulin lebih dekat dan cepat.

Lead researcher Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Prof. Budi Hidayat mengatakan, estimasi penghematan sekitar Rp 22 triliun (2024-2035), setara dengan rata-rata penghematan Rp 1,7 triliun setiap tahunnya. Selain hemat, pergeseran mulai terapi insulin dari RS ke Puskesmas juga meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Pendekatan ini tidak hanya terbukti dapat menghemat biaya, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi diabetes,” kata Budi saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).


Realisasi Hasil Temuan Dinilai Penting

Geser Layanan Terapi Insulin ke Puskesmas Bisa Hemat Pengeluaran JKN hingga Rp1,7 Triliun per Tahun, Jakarta, Selasa (14/11/2023), Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti.

Termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK, memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer.

Pentingnya Pemberdayaan Dokter Umum dan Puskesmas

Menambahkan penjelasan Budi, Ketua PP Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof. Ketut Suastika menggarisbawahi pentingnya pemberdayaan dokter umum di Puskesmas.

“Melihat kapasitas yang ada, terdapat peluang untuk meningkatkan kemampuan dokter umum di FKTP dalam menangani kasus pra-diabetes melitus, kasus DMT2 tanpa komplikasi, dan melakukan tindakan pencegahan komplikasi untuk kasus DMT2 berat,” kata Ketut dalam acara yang sama secara daring.


Mengasah Kapasitas Dokter Umum

Geser Layanan Terapi Insulin ke Puskesmas Bisa Hemat Pengeluaran JKN hingga Rp1,7 Triliun per Tahun, Jakarta, Selasa (14/11/2023), Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Ketut menambahkan, mengasah kapasitas dokter umum dapat menghasilkan pendekatan yang lebih proaktif, membantu deteksi dini, dan manajemen diabetes yang efektif.

“Yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap biaya layanan kesehatan di bawah JKN. Untuk mengatasi kesenjangan rasio tenaga kesehatan dan pasien, ada kebutuhan untuk memberdayakan dokter agar terlibat dalam manajemen diabetes yang lebih luas.”

Untuk itu, PERKENI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan telah mengembangkan kurikulum pelatihan yang terakreditasi sebagai modul pelatihan standar bagi dokter umum di seluruh Indonesia. Tujuannya, membekali tenaga kesehatan profesional di Puskesmas.


Prevalensi Diabetes

Dimulainya terapi insulin di Puskesmas perlu diterapkan mengingat prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat dari 10,7 juta jiwa pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021.

Angka ini membawa Indonesia ke peringkat kelima di dunia, naik dari peringkat tujuh pada 2019.

Laporan BPJS 2020 menunjukkan bahwa hanya 2 juta jiwa yang telah terdiagnosis dan mendapatkan penanganan melalui JKN. Dan hanya 1,2 persen kasus yang dapat mengontrol kadar gula darah mereka dengan baik untuk menghindari komplikasi.

Dari sisi ekonomi makro, kondisi ini dinilai cukup memprihatinkan karena berpotensi meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani komplikasi.

Laporan CHEPS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan PERKENI 2016 menunjukkan bahwa 74 persen anggaran diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi.

Sedangkan menurut Ketut, jika dicegah dari awal, maka diabetes bisa diatasi dengan baik dan tidak membutuhkan penanganan yang mahal.


Sejalan dengan Strategi Kesehatan Nasional Kemenkes RI

Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Kementerian Kesehatan Ratu Martyningsih soal diabetes, Jakarta, Selasa (14/11/2023), Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Hadir di ruangan yang sama, Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Kemenkes Ratu Martyningsih menyampaikan bahwa rekomendasi dari penelitian ini baik jika dieskalasi menjadi sebuah regulasi. 

"Salah satunya karena bisa kendali mutu dan kendali biaya. Kita bisa mengendalikan biaya untuk melakukan pelayanan sesuai dengan kemampuan jaminan sosial yang kita himpun dari iuran, tapi juga kita tidak mengesampingkan mutu dari layanan," kata Ratu.

"Dari rekomendasi ini, jelas bisa mengurangi selain segi pembiayaan juga mengurangi pasien diabetes melitus yang komplikasi yang mana nanti bisa jadi beban pembiayaan di kemudian hari," tambahnya. 

Di sisi lain, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kemenkes RI, Yuli Farianti mengatakan, hasil analisa studi juga sejalan dengan Strategi Kesehatan Nasional 2021-2024 Kementerian Kesehatan, khususnya pilar Transformasi Layanan Primer, yaitu:

  • Edukasi masyarakat
  • Pencegahan primer
  • Pencegahan sekunder
  • Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer.

“Terkait diabetes, tujuan utama dari transformasi ini adalah untuk mencegah dan mengendalikan diabetes dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, menerapkan strategi pencegahan primer dan sekunder, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan kesehatan primer.”

Vice President & General Manager, Novo Nordisk Indonesia, Sreerekha Sreenivasan menambahkan, pihaknya mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mentransformasi layanan kesehatan.

“Kami memahami pentingnya memperkuat layanan kesehatan primer untuk mendorong perubahan penanganan diabetes di Indonesia. Seiring dengan usia Novo Nordisk yang ke-100, kami akan terus menjaga komitmen kami untuk mendorong perubahan demi dunia yang sehat, saat ini dan untuk generasi mendatang,” ujarnya.

Infografis Journal_ Fakta Mengenai Risiko Diabetes Melitus (Liputan6.com/Abdillah).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya