Liputan6.com, Gaza - Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Senin (13/11/2023) memperingatkan bahwa operasi kemanusiaannya di Gaza akan terhenti dalam 48 jam ke depan.
"Operasi kemanusiaan di Gaza akan berhenti dalam 48 jam ke depan karena tidak ada bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza," demikian ujar Direktur UNRWA di Gaza Thomas White via platform X alias Twitter.
Advertisement
Dalam unggahan lainnya, Thomas menuturkan bahwa pada Senin pagi, dua distributor air utama UNRWA stop beroperasi karena kehabisan bahan bakar. Akibatnya, ujar Thomas, 200.000 orang kehilangan akses terhadap air minum.
"Tidak ada bahan bakar yang masuk ke Gaza sejak 7 Oktober," ungkap Thomas.
"Keputusan yang sulit - bahan bakar untuk rumah sakit atau bahan bakar untuk memproduksi air minum - keduanya dapat menyelamatkan nyawa. Sayangnya, ini bukanlah hipotesis."
Menurut Thomas, selama tiga pekan terakhir, tepatnya setelah koordinasi dengan Israel, UNRWA dapat mengakses tangki bahan bakar dalam jumlah besar di perbatasan Gaza dengan Mesir. Sekarang, tangki itu kosong.
Dalam unggahan terakhirnya, Thomas mengumumkan bahwa truk-truk UNRWA kehabisan bahan bakar.
"Kami tidak dapat menerima bantuan yang datang melalui penyeberangan Rafah besok," tulis Thomas.
Komisaris UNRWA Philippe Lazzarini seperti dilansir kantor berita NPR mengatakan bahwa organisasinya adalah jalur bantuan terakhir yang tersisa bagi rakyat Palestina di Gaza.
Alasan Israel Melarang Bahan Bakar Masuk
Krisis bahan bakar di Gaza memengaruhi kemampuan wilayah itu untuk menghasilkan listrik, yang bahkan sebelum perang Hamas Vs Israel dimulai pada 7 Oktober sudah tidak mencukupi.
Tanpa bahan bakar, rumah sakit, akses air, toko roti, bahkan distribusi bantuan kemanusiaan lumpuh.
Dikutip dari BBC, Israel menolak mengizinkan pengiriman bantuan bahan bakar karena menuduh itu dapat digunakan untuk tujuan militer oleh Hamas, yang dilabelinya sebagai organisasi teroris.
Pada Minggu (12/11), Hamas pun mendesak PBB dan komunitas internasional untuk segera melakukan intervensi agar dapat membawa bahan bakar ke Gaza demi menjaga operasional rumah sakit.
Pernyataan Hamas yang dilansir kantor berita Anadolu tersebut muncul sebagai respons atas klaim Israel bahwa kelompok itu menolak menerima bahan bakar untuk Rumah Sakit al-Shifa di Gaza.
Menurut juru bicara militer Israel Avichay Adraee pada Minggu, pasukan Israel menyediakan 300 liter bahan bakar untuk Rumah Sakit al-Shifa. Namun, Hamas mencegah manajemen rumah sakit menerimanya.
Pernyataan militer Israel itu dicap Hamas sebagai kebohongan.
"Hamas bukan merupakan pihak yang terlibat dalam manajemen Rumah Sakit al-Shifa, juga tidak hadir dalam struktur pengambilan keputusan, dan sepenuhnya tunduk pada kewenangan Kementerian Kesehatan Palestina yang mengelola urusan administratif dan teknis," tegas kelompok itu.
"Apa yang diungkapkan oleh pihak administrasi Rumah Sakit al-Shifa bahwa tawaran pendudukan (Israel) hanya 300 liter telah meremehkan rasa sakit dan penderitaan pasien, bayi prematur, dan staf medis yang terjebak di dalam."
Menurut juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qidra, Rumah Sakit al-Shifa membutuhkan 8.000-10.000 liter bahan bakar sehari, yang harus disalurkan Palang Merah atau badan bantuan internasional.
Advertisement
Propaganda Murahan Israel
Melalui tawaran 300 liter bahan bakar, sebut Hamas, Israel berusaha meluncurkan kampanye propaganda murahan untuk mempercantik wajah buruk mereka.
"Dan mencoba menyembunyikan kejahatan terhadap kemanusiaan, pengeboman rumah sakit, pembunuhan staf medis, dan membahayakan nyawa pasien dengan menghentikan akses mereka terhadap bahan bakar, air, dan obat-obatan," ungkap Hamas.
Kepada PBB dan komunitas internasional, Hamas menyerukan, "Segera turun tangan untuk membawa bahan bakar ke Jalur Gaza demi mengoperasikan rumah sakit, menyelamatkan pasien, anak-anak, dan korban luka di dalamnya, serta hentikan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional."
Perang Hamas Vs Israel terbaru berlangsung sejak 7 Oktober setelah Hamas menyerang Israel selatan, menewaskan setidaknya 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 lainnya. Sejak saat itu pula, Israel melancarkan serangan balasan yang menewaskan lebih dari 11.000 warga Palestina di Gaza.
Dilansir The Guardian, Direktur Jenderal Rumah Sakit di Gaza Muhammed Zaqout menuturkan pada Minggu bahwa otoritas kesehatan Gaza tidak dapat memperbarui jumlah korban tewas sejak Jumat 10 November karena petugas medis tidak mampu menjangkau daerah yang terkena pengeboman Israel.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UNOCHA) mengonfirmasi hal ini pada Minggu, dengan menulis, "Pada 12 November, untuk hari kedua berturut-turut, setelah terputusnya layanan dan komunikasi di rumah sakit di wilayah utara, otoritas kesehatan di Gaza tidak memperbarui angka korban jiwa."
Update terakhir menyebutkan total 11.078 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan bertubi-tubi Israel, di mana 4.506 di antaranya adalah anak-anak dan 3.027 adalah perempuan.
"Sekitar 2.700 lainnya, termasuk sekitar 1.500 anak-anak, dilaporkan hilang ... Sebanyak 27.490 warga Palestina lainnya dilaporkan terluka," sebut PBB.