Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh industri perbankan dalam melakukan loncatan digitalisasi.
“Kita melihat bahwa tranformasi digital ini yang akan dialami semua bank apakah itu bank umum kemudian BPR, kemudian BPD itu akan menghadapi tantangan-tantangan yang tidak mudah ada 10 tantangan utama,” kata Dian dalam The Finance Executive Forum “The Future of Digitalization and Cyber Crime Mitigation Towards 2045” di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Advertisement
Dian merinci, tantangan tersebut antara lain kebocoran data nasabah, ini menjadi penting karena Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sangat kuat dan sanksinya sangat berat. Sehingga, ini akan menjadi salah satu tantangan besar ketika industri melakukan loncatan digital.
Kemudian, risiko strategis termasuk investasi IT (informasi teknologi) yang tidak sejalan dengan strategi bisnis.
“Ini adalah penggunaan IT, karena IT providernya banyak dengan sistem berbeda-beda dan banyak kejadian bekum tentu match dengan kebutuhan dari strategi bisnis dari setiap individu bank,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, adanya tantangan dengan ketidakcukupan sumber daya manusia (SDM) yang mana lembaga pendidikan belum banyak melahirkan talent-talent di bidang digital.
"Ini sekarang banyak permintaan oleh pasar bahkan organisasi seperti OJK menghadapi tantangan bersaing dengan swasta, siapa yang paling kuat membayar itu yang memperoleh tenaga ahli IT,” ujarnya.
Selanjutnya, meningkatnya frekuensi insiden operasional dan risiko yang muncul, terkait dengan kejadian dan risiko yang timbul yang dihadapi oleh sistem IT, bahkan di AS memberikan semacam evaluasi dan mengidentifikasi secara sistematis dalam keamanan siber.
“Di AS itu sendiri sekarang nomor satu tantangan terhadap perekonomian di AS itu adalah serangan siber yang terkait keamanan siber, ransomeware bahkan ada diurutan poertama isunya. Ini dikarenakan penngkatan kecanggihan teknologi yang digunakan penajhat siber sangat luar biasa dan penyebarannya sudah secara global,” jelasnya.
Literasi Keuangan Digital
Tantangan selanjutnya yaitu rendahnya literasi keuangan digital, infrastruktur jaringan komunikasi tidak memadai, risiko inheren dari implementasi TI, termasuk serangan siber, dan risiko pihak ketiga. Serta, regulasi untuk mendorong transformasi dan kolaborasi digital serta menjaga debu tetap aman dan sehat, dan meningkatnya jumlah kejahatan dan penipuan yang dimungkinkan oleh dunia maya.
Disamping itu, PricewaterhouseCoopers (PwC) menyebutkan terdapat empat kemajuan teknologi digital yang diharapkan terjadi pada tahun 2045, diantaranya adalah adanya Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Blockchain, hingga Quantum Computing.
"Apa yang akan terjadi nanti di 2045? peningkatan teknologi seperti apa di masa depan? yang pertama sudah pasti semua serba AI semuanya serba menggunakan artificial intelegent,” ujar Direktur PwC Budi Santoso.
Kemudian, terkait dengan IoT, ke depannya teknologi akan berkembang lebih pesat dan cepat, hingga munculnya Ibukota baru yang akan berbasis kota pintar atau smartcity.
"Blockchain ini dipakai di banyak area, bedanya sistem blockchain dengan sistem yang kita pakai sekarang, semuanya serba terintegrasi dan terkoneksi, jadi pengelabuhan, penyembunyian informasi akan sangat susah dilakukan semua akan terkonfirmasi dengan distributor legalnya,” ujar Budi.
Advertisement
Peningkatan Teknologi
Adapun, peningkatan teknologi lainnya yang diharapkan ada di tahun 2045 adalah Quantum Computing, di mana pengolahan data akan lebih cepat, serba otomatis, dan dampaknya tentu akan menyasar pada kehidupan masyarakat sehari-hari, khususnya di dalam operasional bisnis, serta ke perizinan-perizinan bisnis yang berhubungan dengan pemerintah.
“Memang semuanya serba terdigitalisasi terutama yang sudah menggunakan teknologi canggih dampaknya memang sangat luar biasa dalam operasional sebuah perusahaan terutama perbankan,” ujar Budi.
Budi menambahkan, dalam dunia perbankan ke depannya secara keseluruhan akan menggunakan teknologi berupa AI base personal banking, di mana dengan teknologi nantinya akan bisa mendeteksi keperluan setiap individu.
“Ini adalah evolusinya bahwa dulu perbankan in person banking orang dateng ke bank buka rekening sekarang di beberapa negara yang belum maju masih online banking, beberapa negara berkembang sudah mobile banking, sekarang indonesia posisinya adalah masih di antara social banking dan digital banking diantara keduanya,” pungkas Budi.