Liputan6.com, Jakarta - Bahasa Indonesia dengan jumlah penutur sebanyak sekitar 280 juta akhirnya diajukan sebagai bahasa resmi konferensi ke-42 UNESCO. Pemerintah Indonesia mengajukan proposal tersebut melalui dokumen bernomor kode 42 C/28 dan diterbitkan pada 6 November 2023.
Mengutip dari laman UNESCO Digital Library, Rabu, 15 November 2023, berdasarkan Peraturan Tata Tertib Konferensi Umum UNESCO poin 52 (2), negara anggota berhak meminta pengakuan satu bahasa sebagai bahasa resmi Konferensi Umum. Disebutkan terdapat sepuluh catatan penjelasan yang diutarakan pemerintah dalam proposal itu.
Advertisement
Pertama, bahasa Indonesia sudah lama menjadi kekuatan pemersatu di Indonesia, utamanya sejak masa sebelum kemerdekaan. Keunggulan tersebut bahkan ditegaskan dalam peristiwa dan teks Sumpah Pemuda 1928.
Alasan lain, Bahasa Indonesia diajukan menjadi bahasa resmi karena sebanyak 3,52 persen populasi global menggunakan bahasa tersebut. Hal ini lantaran Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Selain itu jangkauan Bahasa Indonesia secara global dapat dicontohkan dengan dimasukkannya ke dalam program pendidikan di 52 negara. Sebelumnya wacana mengenai pengajuan tersebut sudah cukup lama digulirkan.
Sejak pertengahan 2023, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, Halimi Hadibrata telah mengungkapkan Bahasa Indonesia dalam persiapan untuk diusulkan UNESCO untuk menjadi salah satu bahasa dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada November 2023. Ia mengatakan, Bahasa Indonesia dengan jumlah penutur yang sangat banyak sudah siap untuk go internasional. Dengan go Internasional, Halimi menilai adanya penguatan citra Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia Go Internasional
Bukan hanya sebagai pemersatu bangsa yang digunakan di tingkat regional Negara Indonesia saja namun juga punya makna di tingkat internasional. "Bahasa kita akan menjadi bahasa internasional, dan UU terkait Bahasa Indonesia serta gagasan negara Pancasila akan diterjemahkan ke dalam bahasa internasional, termasuk UU pembahasan dan sebagainya," ungkap Halimi.
Menurutnya, gebrakan menuju dunia internasional ini harus mendapatkan apresiasi khususnya oleh masyarakat Indonesia sendiri. Caranya dengan terus memelihara dan mempertahankan dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Halimi menambahkan, terobosan go internasional ini juga sejalan dengan Kongres Bahasa Indonesia lima tahun yang lalu yang telah menetapkan target agar Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional pada 2045.
"Dengan upaya yang dilakukan oleh Kepala Badan Bahasa, Prof. Amin, upaya ini akan diusahakan untuk dibawa ke sidang PBB pada tahun ini, usaha dan kerja kerasnya patut mendapatkan apresiasi," ia menjelaskan.
Advertisement
Lembaga Pembelajaran Program Bahasa Indonesia
Mengutip dari kanal Regional Liputan6.com, Rabu (15/11/2023), setidaknya ada 428 lembaga penyelenggara pembelajaran program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang tersebar di 52 negara di dunia termasuk Lembaga Indonesian Culture and Language Learning Service (INCULS), Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Melalui lembaga ini, mahasiswa asing yang ingin menempuh pendidikan sarjana hingga pascasarjana diwajibkan mengikuti kursus Bahasa Indonesia seperti Dobrin Tsvetanov Bugov (29 tahun) asal Bulgaria yang saat ini tengah menempuh Pendidikan Doktor ilmu Antropologi FIB UGM, telah belajar Bahasa Indonesia sejak tahun 2013.
Saat itu, ia masih menempuh pendidikan S1 Kajian Asia Tenggara di Universitas Sofia Bulgaria dan mendapat tawaran mata kuliah pilihan di kampusnya antara mata kuliah Bahasa dan Sastra Korea atau mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia pun memilih mata kuliah Bahasa Indonesia memiliki kredit 4 sks.
"Pertama kali bergabung, dulu minatnya pada Bahasa Korea. Saat ada kelas budaya dan bahasa oleh KBRI Bulgaria, saya pilih daftar Bahasa Indonesia karena 4 sks," kata Dobrin ketika mengisi talkshow Menduniakan Bahasa Indonesia melalui BIPA di ruang Auditorium Gedung Soegondo FIB UGM, Kamis 19 Oktober 2023.
Banyak Orang Asing Belajar Bahasa Indonesia
Setelah mengikuti mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia, Dobrin mengaku bahwa kecintaannya pada Bahasa Indonesia mengantarkannya untuk membulatkan tekad mendaftar kuliah S2 Ilmu Hubungan Internasional di Fisipol UGM pada tahun 2019. Bahkan setelah lulus master, ia pun mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3 di prodi Antropologi FIB UGM.
"Sampai sekarang saya tidak pernah menyesal mengambil Bahasa Indonesia, banyak peluang membuat saya bisa berkembang, saya sangat bersyukur," ungkapnya.
Sementara Andrew Mulabbu (40 tahun) asal Uganda mengaku mulai mengenal Bahasa Indonesia sejak 2008 karena mendapat beasiswa Gerakan Non Blok untuk melanjutkan Pendidikan S2 di program studi Penginderaan Jarak jauh Fakultas Geografi UGM. Saat itu ia belum fasih Bahasa Indonesia sehingga diharuskan untuk mengikuti kursus Bahasa Indonesia selama satu tahun di INCULS UGM.
"Saya masih ingat membawa kamus tebal Bahasa Indonesia kemana-mana," kenang mahasiswa S3 program studi Geografi UGM ini.
Sedangkan Anne Harvey (71 tahun), wanita asal Amerika Serikat, mengaku datang jauh-jauh ke UGM karena ingin belajar dan fasih berbicara Bahasa Indonesia. "Kalau mereka (mahasiswa asing) belajar bahasa karena ingin kuliah, kalau saya memang betul mau belajar bahasa," katanya.
Awal kedatangannya ke UGM tahun 2015, Anne mengaku senang banyak rekan mahasiswa dan dosen di UGM yang berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dengannya. Tapi begitu, ia tetap ingin mereka mengajarkan padanya berbicara Bahasa Indonesia.
"Semua orang mau berbicara Bahasa Inggris, mereka mau latihan Bahasa Inggris, tentu saja, saya juga mau belajar Bahasa Indonesia. Terima kasih banyak untuk ini, saya bisa latihan bahasa di sini," sebutnya.
Advertisement