Liputan6.com, Jakarta - Pakar Teknologi dan Informasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat menjelaskan perkembangan teknologi telah membawa perubahan terhadap lanskap pemilu secara signifikan. Untuk itu, Supangat mengatakan, peningkatan perlindungan data pemilih menjadi tantangan keamanan elektronik pemilu dalam beberapa dekade terakhir.
Salah satu ancaman utama serangan siber saat pemilu adalah pencurian data pemilih. Itu sebabnya Supangat menjelaskan perlu tindakan yang bersinergi antara tenaga IT dalam hal komputasi dan juga keterlibatan komunikasi kepemimpinan.
Advertisement
"Salah satu ancaman utama adalah pencurian identitas pemilih, terutama Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berisi data sensitif, seperti nama, alamat, tanggal lahir, dan nomor identifikasi. Bahkan KPU pernah menjadi korban serangan siber seperti insiden kebocoran data DPT tahun 2019," ujarnya dikutip dari Antara.
"Data pribadi dari 2,3 juta warga Indonesia diduga bocor dan dijual oleh peretas di dark web. Padahal Perlindungan data pribadi dijamin dalam konstitusi, terutama dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Pasal 28G ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi ‘setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi’," katanya menambahkan.
Menurut Supangat, pemilu memiliki peran penting dalam menjaga sistem demokrasi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Sehingga, memastikan pemilu yang aman dan perlindungan data pemilih yang kuat merupakan hal yang penting.
"Penggunaan teknologi digital telah diterapkan oleh penyelenggara pemilu di berbagai tingkat untuk menjaga transparansi dan kelancaran proses pemilu. Namun, perlu diingat bahwa keberadaan teknologi juga membawa ancaman baru, terutama dalam bentuk serangan siber," ujarnya.
Langkah-Langkah dalam Melindungi Data Pemilih
Meskipun KPU telah menerapkan regulasi untuk melindungi data pribadi pemilih, tantangan perlindungan data ini harus terus diatasi untuk menjaga kepercayaan warga.
Ada beberapa langkah yang dipaparkan oleh Supangat untuk meningkatkan perlindungan data pemilih. Di antaranya adalah dengan komunikasi kepemimpinan. Alur informasi keamanan siber perlu dibangun dengan komunikasi oleh pimpinan organisasi. Hal tersebut menjadi pilar utama dalam manajemen keamanan siber.
"Keamanan sumber kode perangkat lunak pemilu harus disusun dengan hati-hati dan diuji untuk mengidentifikasi celah keamanan. Pemerintah dan badan pemilihan perlu berinvestasi dalam pengembangan perangkat lunak yang aman," ujarnya.
Selanjutnya, sebagai bentuk transparansi dan pengawasan, memberikan akses ke sumber kode perangkat lunak pemilu kepada peneliti keamanan siber dan masyarakat umum penting dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan kelemahan potensial.
"Pelatihan dan kesadaran pelatihan bagi personel pemilu dan pendidikan publik tentang ancaman keamanan elektronik dalam pemilu dapat membantu mengurangi risiko, serta melakukan audit dan pemeriksaan rutin terhadap sistem pemilu untuk mendeteksi celah keamanan dan mecegah serangan yang berpotensi merusak," tuturnya.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.