Belum Pulih 100% dari Pandemi, Bisnis Ritel Sudah Dihajar Tantangan Lain

Tak bisa dipungkiri pandemi telah menggerus bisnis ritel. Walaupun pandemi telah usai, namun saat ini muncul berbagai tantangan lain baik di dalam negeri maupun global.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Nov 2023, 16:45 WIB
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan hingga saat ini bisnis ritel masih belum pulih 100 persen dari dampak pandemi covid-19 2020 lalu.

"Industri atau ritel modern sampai hari ini belum pulih atau borm 100 persen kita masih dalam anomali," kata Roy Mandey dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Menurutnya tak bisa dipungkiri pandemi telah menggerus bisnis ritel. Walaupun pandemi telah usai, namun saat ini muncul berbagai tantangan lain baik di dalam negeri maupun global. 

"Setelah pandemi 2,5 tahun menggerus ritel modern kita dihadapkan dengan berbagai case dan peristiwa tidak hanya di dalam negeri tapi juga global," ujarnya.

Tantangan yang mempengaruhi bisnis ritel diantaranya, permasalahan geopolitik, dan anomali di sektor keuangan, serta ancaman perubahan cuaca (climate change).

"Apalagi sekarang ada permasalahan geopolitik. Di global itu terjadi geopolitik dan kedua anomali finansial atau gejolak keuangan," katanya.

Lebih lanjut, Roy mengatakan saat ini inflasi di berbagai negara masih tinggi. Oleh karena itu, banyak negara-negara maju yang berusaha menjaga inflasinya, salah satunya Fed Funds Rate di Amerika Serikat menaikkan suku bunga di posisi 5 persenan.

Dinaikkannya suku bunga tersebut menurut Roy dapat mempengaruhi supply dan demand sektor ritel modern secara global.

"Inflasi ini menjdi permasalahan yang tidak cepat selesai. Ada supply yang terganggu, karena supply nya kurang maka demannya terganggu," ujarnya.

Selain itu, perubahan cuaca (climate change) juga berpengaruh terhadap inflasi yang dapat mengganggu produktivitas bahan makanan untuk ritel.

"Jadi, semuanya berhubungan, kerawanan pangan berkepanjangan dan seterusnya," pungkasnya.


Pengusaha Ngeluh Bisnis Ritel Sedang Tak Baik-Baik Saja, Ada Apa?

Ketua Umum Aprindo, Roy N Mandey dalam Konferensi Pers Rafaksi Migor, di Jakarta, Jumat (18/8/2023). (Tira/Liputan6.com)

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai saat ini bisnis ritel sedang tidak baik-baik saja. Hal itu dilihat dari pertumbuhan retail di Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,2 persen hingga kuartal II-2023 (year on year).

"Rata-rata perrumbuhan retail di Indonesia itu 3,2 persen di semester I-2023," kata Roy dalam konferensi pers Rafaksi Minyak goreng, di Jakarta, Jumat (18/8/2023).

 Sementara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2023 terhadap kuartal II-2022 tumbuh sebesar 5,17 persen (y-on-y).

Dimana, konsumsi rumah tangga menjadi pengerak utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023. Konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi periode April 2023 hingga Juni 2023 mencapai 53,31 persen.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan bisnis ritel, yang justru mengalami pelemahan.

"Kondisinya memang sekarang ini ritel sedang tidak baik-baik saja. Yang saya sampaikan sangat kontraproduktif disaat pertumbuhan bagus tapi ritel justru menurun," ujarnya.

 


Ketidakpastian

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menghadiri undangan resmi dari Kementerian Perdagangan siang ini, Kamis (4/5/2023) untuk membahas perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng.

Selain itu, bisnis ritel juga masih dihadapkan dengan ketidakpastian dan tantangan. Pasalnya, saat ini masyarakat cenderung tidak membelanjakan uangnya ke sektor ritel. Melainkan, mereka membelanjakan uangnya untuk kebutuhan lain.

"Suasana sekarang masih challenging, semuanya masih melihat situasi dan kondisi, sehingga ada kecenderungan untuk belanja dan simpan dulu uangnya. Kuta tahu pengeluran masyarakat bukan spending money kebutuhan pokok, tapi untuk pendidikan kan sekarang lagi musim sekolah. Ada juga yang menahan belanja supay secure," jelasnya.

Oleh karena itu, Aprindo meminta agar Pemerintah lebih memperhatikan pengusaha ritel. Karena bisnis ritel juga berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

"Tentunya dalam hal ini yang mau Aprindo sampaikan bahwa memang pemerintah mesti memperhatikan ritel. Kalau tidak, maka bisnis ritel tidak akan memberikan dampak untuk perekonomian. Kalau ritel bagus maka akan berpengaruh pada perekonomian dan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh lebih," pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya