Ekonomi Jepang Kontraksi, Susut 2,1 Persen di Kuartal III 2023

PDB sementara Jepang tercatat turun ke 2,1 persen pada kuartal ketiga 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Nov 2023, 10:15 WIB
Orang-orang yang memakai masker berjalan di distrik Shibuya di Tokyo (19/1/2022). Pemerintah Jepang menyetujui pembatasan virus corona baru di sebagian besar negara, termasuk ibu kota untuk memerangi rekor infeksi yang dipicu oleh varian Omicron. (AFP/Behrouz Mehri)

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Jepang mengalami kontraksi pada laju tercepat dalam dua tahun pada kuartal III 2023, data sementara pemerintah menunjukkan.

Kontraksi ekonomi Jepang ini disebabkan oleh meningkatnya inflasi domestik yang membebani permintaan konsumen.

Laporan ekonomi terkini menggarisbawahi tantangan kebijakan yang dihadapi Perdana Menteri Fumio Kishida dan Gubernur Bank Sentral Jepang Kazuo Ueda dalam beberapa bulan mendatang.

Melansir CNBC International, Kamis (16/11/2023) produk domestik bruto sementara Jepang tercatat turun ke 2,1 persen pada kuartal ketiga 2023, setelah sempat meningkat 4,8 persen di kuartal kedua.

Ini merupakan kontraksi terbesar sejak kuartal ketiga tahun 2021.

Negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu mengalami kontraksi sebesar 0,5% persen pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal sebelumnya, setelah tumbuh 1,2 persen pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama.

Kontraksi ini juga lebih besar dibandingkan ekspektasi kontraksi 0,1 persen. "Perlu dicatat bahwa terjadi penurunan permintaan swasta secara luas," kata Marcel Thieliant, kepala ekonom Asia-Pasifik di Capital Economics.

Lemahnya PDB Jepang juga sebagian disebabkan oleh belanja modal dalam negeri yang lebih lemah dari perkiraan, mengalami kontraksi sebesar 0,6 persen pada kuartal ketiga dibandingkan dengan kuartal kedua, menurut rilis pemerintah negara itu.

 


Konsumsi Swasta Stagnan

Ilustrasi yen Jepang (Wikipedia)

Konsumsi swasta di Jepang stagnan pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal sebelumnya, karena permintaan dalam dan luar negeri membebani perekonomian.

"Dengan pendapatan riil rumah tangga yang akan turun setidaknya hingga pertengahan tahun depan, hal ini menjadi pertanda buruk bagi belanja konsumen, yang kami perkirakan akan terhenti tahun depan," tambah Thieliant.

Yen Jepang Melemah

Adapun mata uang Yen Jepang yang melemah pada perdagangan hari rabu, diperdagangkan pada kisaran 150,6 terhadap dolar AS, turun dari level terendah dalam satu tahun sementara masih mendekati level terendah dalam lebih dari tiga dekade.


Ekonomi Global Diramal Tumbuh Lampaui Ekspektasi di 2024

Ilustrasi ekonomi. (Photo created by rawpixel.com on www.freepik.com)

Goldman Sachs memperkirakan ekonomi global akan tumbuh melampaui ekspektasi pada tahun 2024, didorong oleh pertumbuhan pendapatan yang kuat dan keyakinan masa terburuk dari kenaikan suku bunga segera berakhir.

Melansir CNBC International, Rabu (14/11/2023) Goldman Sachs memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan sebesar 2,6 persen secara tahunan di 2024.

Angka ini di atas perkiraan konsensus para ekonom sebesar 2,1 persen yang disurvei oleh Bloomberg.

AS diperkirakan akan kembali melampaui pasar negara maju lainnya dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 2,1 persen, kata Goldman Sachs.

Bank yang berbasis di Wall Street itu juga yakin bahwa sebagian besar hambatan yang disebabkan oleh kebijakan pengetatan moneter dan fiskal telah berakhir.

Untuk membatasi kenaikan inflasi, Federal Reserve AS memulai kampanye kenaikan suku bunga secara agresif pada bulan Maret 2022 ketika inflasi naik ke level tertinggi dalam 40 tahun.

Namun, Ketua The Fed Jerome Powell pekan lalu mengatakan dia masih belum yakin pihaknya telah berbuat cukup banyak untuk meredam inflasi, dan kenaikan suku bunga lebih lanjut mungkin diperlukan.

Senada, Goldman memperkirakan bank sentral di negara maju kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga sebelum paruh kedua tahun 2024 kecuali pertumbuhan ekonomi lebih lemah dari perkiraan.

"Ekonom kami memperkirakan penurunan inflasi tahun ini akan berlanjut pada tahun 2024: inflasi inti berurutan diperkirakan turun dari 3% saat ini ke kisaran rata-rata 2-2,5% di seluruh negara G10 (tidak termasuk Jepang)," demikian laporan Goldman Sachs menyatakan.

Bank investasi tersebut juga memperkirakan aktivitas manufaktur global akan pulih dari kemerosotan baru-baru ini karena hambatan yang ada akan mereda pada tahun ini.


Manufaktur Global

Suasana produksi komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal, kawasan Delta Silicon, Cikarang, Jawa Barat. Perusahaan manufaktur Triputra Group menargetkan penjualan hingga 38.81 % atau senilai Rp 3,08 triliun pada 2021 khususnya segmen kendaraan roda empat (4W). (Liputan6.com/HO/Dharma)

Goldman mencatat, aktivitas manufaktur global telah terbebani oleh pemulihan manufaktur Tiongkok yang lebih lemah dari perkiraan dan krisis energi Eropa, serta siklus inventaris yang harus diperbaiki karena terlalu banyak pembangunan pada tahun lalu.

Produksi global telah mengalami kemerosotan hampir sepanjang tahun.

Ukuran aktivitas manufaktur global S&P Global berada di 49,1 pada bulan September. Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi aktivitas.

Kini, aktivitas manufaktur diperkirakan akan sedikit pulih pada tahun 2024 dari laju yang lemah pada tahun 2023, kata ekonom Goldman yang dipimpin oleh kepala ekonom Jan Hatzius.

"(pemulihan) didukung oleh pola pengeluaran menjadi normal, produksi Eropa yang padat gas mencapai titik terendah, dan rasio persediaan terhadap PDB menjadi stabil," jelasnya.

Meningkatnya pendapatan riil juga berkontribusi terhadap prospek pertumbuhan positif Goldman Sachs.

"Ekonom kami memiliki pandangan positif terhadap pertumbuhan pendapatan nyata pada saat inflasi umum jauh lebih rendah dan pasar tenaga kerja masih kuat," tulis Goldman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya