Bahaya Boikot Produk Pro Israel: PHK Besar-besaran Mengancam

Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa menyebabkan PHK

oleh Ilyas Istianur PradityaTira Santia diperbarui 15 Nov 2023, 20:30 WIB
Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa menyebabkan PHK (Thomas Coex/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa membuat transaksi di pasar modern tergerus hingga 50 persen.

Sekretaris Jenderal AP3MI Uswati Leman Sudi, mengatakan, lantaran mayoritas produk yang di boikot tersebut merupakan produk pareto. Produk Pareto adalah barang yang berkontribusi hingga 80 persen dari produksi di pasar, tetapi kontribusi terhadap transaksinya sebesar 20 persen. Sebagai contoh, produk pareto seperti shampo, susu balita, makanan, hingga minuman ringan.

"Pengurangan penjualan produk pareto baisanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50 persen dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," kata Uswati Leman Sudi dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

PHK Mengancam

AP3MI mengakui hingga saat ini dampak boikot belum terlihat, karena baru berjalan kurang dari seminggu. Namun, ia mengingatkan jika hal ini terus berlanjut, maka akan berdampak meluas pada produktivitas di hulu.

Selain itu, dampak terburuk dari aksi boikot ini bisa memaksa pengusaha melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK di sektor manufaktur, karena permintaan menurun.

Oleh karena itu, AP3MI berharap Pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan aksi boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel.

"Kami berharap aksi boikot jangan terlalu lama. Kami mennanti pemeirntah hadir untuk bisa menegaskan dampak boikot ini agar tidak gamang," pungkas pengusaha itu.


Pengusaha Ketar-ketir

Fatwa MUI mengenai aktivitas yang mendukung Israel dalam penyerangan Gaza Palestina dinyatakan Haram membuat sejumlah produk dihindari oleh masyarakat Indonesia (dok: @txtdarionlshop)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu telah mengeluarkan fatwa terbaru tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Oleh sebab itu, fatwa MUI menetapkan bahwa membeli produk yang mendukung Israel hukumnya haram.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai dikeluarkannya fatwa baru itu merugikan hak konsumen.

Aprindo pun mempertanyakan apakah ada kajian dan observasi resmi terkait fatwa tersebut. Pasalnya hak konsumen itu adalah memilih, membeli, dan mendapatkan produk. Maka ketika produk-produk yang dinilai mendukung Israel diharamkan, hak konsumen tercoreng.

"Kita perlu mempertanyakan observasi yang dibilang atau dikaitkan dengan Israel, itu bagaimana relevansinya. Silakan semua orang boleh beropini dan pendapat, tapi pengkajian dan observasinya sejauh mana?" kata Roy Mandey dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Hak Konsumen Utama

Roy menegaskan, bahwa hak memilih, membeli, mengkonsumsi adalah hak konsumen yang mutlak. Oleh karena itu, hak konsumen perlu dijaga marwahnya.

"Karena konsumen ketika berbelanja ketika mereka konsumsi, maka kontribusinya ke ekonomi. Karena konsumsi rumah tangga kita 51,8 persen dari konsumsi rumah tangga," ujarnya.


Bisnis Ritel Terganggu

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menghadiri undangan resmi dari Kementerian Perdagangan siang ini, Kamis (4/5/2023) untuk membahas perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng.

Selain merugikan hak konsumen, fatwa tersebut juga berdampak pada bisnis ritel. Pasalnya, banyak produk-produk yang dinilai pro Israel diproduksi di dalam negeri, dan juga mempekerjakan tenaga kerja di Indonesia.

Menurutnya, jika permasalahan ini tidak cepat diselesaikan maka akan mengganggu produktivitas bisnis ritel, dan juga akan berpengaruh terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi akan turun, bahkan bisa menciptakan pengangguran baru.

"Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas. Pertumbuhan tidak bisa terjadi, bahkan yang paling enggak mau dilakukan pengusaha, yaitu pengurangan tenaga kerja atau PHK. Bagaimana mungkin kalau produktivitas turun bagaimana membayarkan tenaga kerja," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya