Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.
Hal ini juga terpantau oleh Organisasi kemanusiaan Kristen Wahana Visi Indonesia (WVI). Selama 25 tahun berdiri, organisasi ini melihat bahwa masalah utama terkait penyandang disabilitas yang ditemukan di lapangan adalah soal keterlibatan dalam perencanaan pembangunan.
Advertisement
“Masalah utama dari anak-anak maupun orang dewasa yang disabilitas adalah bagaimana mereka ikut terlibat di dalam proses perencanaan pembangunan,” kata Direktur Manajemen Strategi WVI Candra Wijaya kepada Disabilitas Liputan6.com dalam konferensi pers Hari Ulang Tahun WVI ke-25 di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Dia mengaku tak berpengalaman langsung menangani anak disabilitas. Namun, dia sempat terlibat dalam program HIV/AIDS. Meski begitu, ia melihat ada situasi yang sama antara isu disabilitas dengan HIV/AIDS.
“Dulu di program HIV/AIDS sering kali kita yang tidak terinfeksi HIV membuat program terkait HIV dan AIDS, intervensi, dan segala macam, tanpa melibatkan orang-orang dengan HIV.”
Tidak melibatkan orang-orang dengan HIV/AIDS dalam program yang bertujuan untuk merespons kondisi tersebut membuat program itu tak berjalan optimal.
“Sehingga kami belajar bahwa saudara-saudara kita yang HIV dan AIDS itu perlu ikut terlibat dalam program yang memang dilakukan untuk merespons HIV/ AIDS,” tambah Candra.
“Saya melihat kesamaannya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus, mereka perlu dilibatkan,” imbuhnya.
Tantangan Paling Berat Sekaligus yang Dibutuhkan
Candra memberi contoh, ketika hendak membuat akses sanitasi dan air bersih. Sering kali, program yang ada adalah membuat sarana sanitasi umum.
Hal ini bisa dikaji lebih dalam agar sarana sanitasi yang akan dibuat dapat diakses pula oleh penyandang disabilitas. Sehingga, sarana sanitasi umum itu menjadi lebih inklusif.
“Prinsipnya memang tantangan paling berat dan juga yang dibutuhkan adalah bagaimana melibatkan (penyandang disabilitas).”
Advertisement
Akibat Tak Berjalannya Pemetaan Data Disabilitas
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Nasional WVI Angelina Theodora menyampaikan bahwa salah satu alasan terjadinya masalah pada penyandang disabilitas adalah tak berjalannya pemetaan.
“Masalah kasus ini sebetulnya karena pemetaan disabilitas di Indonesia tidak berjalan. Sebetulnya disabilitas ini kan spektrumnya besar dan kalau di desa-desa biasanya yang dikatakan sebagai disabilitas tuh kalau memang sudah parah atau sangat terlihat disabilitasnya.”
Dalam hal ini, pemetaan dini tidak terjadi sehingga rehabilitasi dini pun tidak terlaksana. Ini karena sistemnya tidak jalan dari hulu ke hilir.
Perlu Selesaikan Masalah dari Hulu ke Hilir
Sebetulnya, lanjut Angelina, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) punya panduan untuk memetakan data. Sayangnya, kader-kader posyandu tidak dilatih, sehingga mereka tak mengetahui cara membantu proses pemetaan.
“Dan kalau sudah dipetakan pun, menghubungkan dengan layanan publiknya ini (yang jadi tantangan).“
Misalnya di Lombok, tempat-tempat rehabilitasi adanya di Mataram. Artinya, orang yang dari desa harus menempuh jarak jauh ke Mataram. Hal ini tentu menyulitkan keluarga yang rentan dan yang kurang mampu untuk mengakses layanan rehabilitasi dan sebagainya.
“Jadi masalahnya adalah bagaimana kita menghubungkan dari hulu ke hilir, dari pusat sampai ke pelayanan publiknya juga,” jelas Angelina.
Advertisement