Belajar dari Kasus dr. Qory Ulfiyah yang Diduga Kabur karena Jadi Korban KDRT, Simak Cara Bantu Orang Terjebak Abusive Relationship

Dr. Qory Ulfiyah disebut pergi dari rumah dalam keadaan hamil enam bulan, tanpa membawa apapun.

oleh Asnida Riani diperbarui 17 Nov 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi korban KDRT. (Arfandi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Dr. Qory Ulfiyah tengah jadi topik perbincangan hangat di dunia maya. Ini bermula dari kicauan di akun X, dulunya X, @Qory20, Rabu, 15 November 2023, berbunyi, "Twitter X please do your magic 🙏 Sy suami dari dr.Qory, istri sy pergi meninggalkan rumah pada 13-11-2023 sekitar jam 9.30 pagi, penyebabnya setelah bertengkar dgn sy pagi itu."

"Info lain: istri sy gak pny kerabat+teman dekat, tapi semua teman kerja di klinik/RS sudah dihub.😭🙏," imbuhnya. Bersama keterangan itu, akun X yang dimaksud juga menyertakan poster memuat tulisan, "KEHILANGAN istri dan ibu dari 3 anak."

"Ciri-ciri: hamil 6 bulan, tinggi 153 cm, berat 55 kg, sawo matang, rambut sebahu, cantik, cantik banget, terlihat lebih muda dari umurnya 37 tahun, suaranya lembut!" sambung keterangan poster tersebut. "Pergi dari rumah tanpa membawa uang, HP, KTP, tidak membawa apapun!"

"Cepat pulang bunda! Kue ultah belum dipotong, kado belum dibuka, Garuda harus dioperasi. Aku dan anak 3 terus mencarimu!" bunyi tulisan tersebut, menyertakan nomor yang bisa dihubungi ketika "ada yang melihatnya." Pengumuman itu justru ditanggapi secara sarkas setelah warganet menemukan "gelagat mencurigakan" sang suami.

Salah satunya masuk mention confess alias menfess @tubirfess yang menulis, "Bantu sebarin ya guys, barang kali ketemu beliau tolong hubungi KOMNAS PEREMPUAN, jangan langsung hubungi kontak yang tercantum. Pastikan kondisi beliau aman karena ini sangat suspicious. Btw!"

Bersama kicauan itu, akun X yang dimaksud menyertakan tangkapan layar kicauan dari akun dr. Qory yang diduga ditulis sang suami, berbunyi, "Iya kapok sy terlalu mudah emosi bahkan tuk hal2 sepele. Sejak kejadian langsung berjanji pada 3 anak sy."


Diduga Jadi Korban KDRT

Ilustrasi korban KDRT. (Sumber foto: Pexels.com).

Cuitan itu kemudian dibalas akun @gudbaybambina, yang menulis, "Sedih liat berita ini tapi gak heran. Dokter qory adalah temenku, pernah setempat kerja. Beliau orang yang baik dan lembut, dan aku tau banget suaminya seperti apa. Dokter qory semoga baik-baik aja di manapun berada🥹"

Di kicauan berbeda, ia menyambung, "Saya sebagai teman kerjanya, sedikit banyak mengetahui bahwa banyak sekali beban yang dia (dr. Qory) tanggung, dia sebagai tulang punggung keluarga, bekerja di beberapa tempat, berperan sebagai ibu rumah tangga, dan menafkahi keluarga dan juga suaminya yang abusive dan tidak memiliki pekerjaan!"

Narasi dugaan dr. Qory jadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) makin berkembang. Dukungan untuk dr. Qory pun datang, dengan sebagian besar warganet mendoakan keselamatan dan keamanannya. Beberapa juga mendorong edukasi cara menolong orang yang berada dalam abusive relationship.

Sayangnya, KDRT adalah salah satu bentuk pelecehan paling umum di seluruh dunia. Mengutip VICE, Jumat (17/11/2023), menurut PBB, sepertiga perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan pasangan intimnya. 

Salah satu tantangan utama terkait KDRT, yakni kekerasan, baik fisik maupun psikologis, umumnya terjadi secara tertutup. Seorang pekerja sosial dan konselor yang berspesialisasi dalam KDRT, Kirsten Regtop, pun menguraikan langkah-langkah yang dapat Anda ambil bila mengetahui seseorang diduga jadi korban KDRT.


Situasi yang Membutuhkan Waktu

Ilustrasi korban KDRT. Credit: pexels.com/pixabay

Menurut Regtop, kebanyakan orang yang mengalami kekerasan dari pasangan intim akan tinggal bersama pelaku kekerasan selama bertahun-tahun sebelum pergi. Di kebanyakan kasus, orang yang mengalami pelecehan akan mengatakan bahwa mereka ingin mengakhiri hubungan setelah "kejadian berbahaya," tapi segera berubah pikiran setelahnya.

"Mereka mungkin berpikir pasangannya akhirnya siap mendapatkan bantuan, atau mereka bertanya-tanya apakah mereka melebih-lebihkan situasi yang ada di kepala mereka," katanya. "Saat Anda muncul membantu mereka memutuskan hubungan, mereka sering kali sudah mulai berdamai dengan pasangannya."

Proses ini bisa sangat membuat frustrasi. Kuncinya adalah tetap bersabar dan menerima bahwa hal ini mungkin memerlukan waktu, sebut Regtop. Di antara kemungkinan panjang prosesnya, satu hal yang tidak ia sarankan adalah mencari bukti fisik kekerasan.

Orang dapat dengan mudah menutupi memar dan cakaran, ditambah lagi hubungan bisa jadi penuh kekerasan tanpa adanya kekerasan fisik. "Ada begitu banyak pria dan wanita berpendidikan tinggi yang memiliki pekerjaan tingkat atas dan masih mengalami kekerasan dari pasangan intimnya," kata dia.

Salah satu langkah pertama untuk membantu teman dalam situasi ini adalah dengan benar-benar mencoba memahami sudut pandangnya dan dinamika hubungan mereka. Regtop mengatakan, orang yang mengalami KDRT biasanya sangat berempati.

Pasangannya sering kali memanfaatkan kepekaannya dan membuat mereka percaya bahwa mereka sebenarnya bertanggung jawab atas pelecehan tersebut.


Ruang Aman dan Tahu Kapan Meminta Pertolongan

Ilustrasi korban KDRT | pexels.com/@anete-lusina

Isolasi adalah salah satu alat utama yang digunakan pasangan yang melakukan kekerasan untuk mengontrol pasangannya. Jadi, berada di sana untuk teman Anda karena semakin banyak orang yang disingkirkan dari kehidupannya bisa jadi hal yang sangat penting.

Istilah "ruang aman" adalah kunci. "Naluri pertama Anda mungkin bertanya banyak pertanyaan, tapi Anda harus berhati-hati dengan itu," kata Regtop. Teman Anda mungkin dikondisikan untuk melindungi pasangannya dan melihat tantangan dalam hubungannya sebagai "permusuhan."

Penting juga untuk meninggalkan ego Anda. Menjadikan masalah ini jadi tentang Anda dengan terus-menerus mengulangi bahwa Anda mengkhawatirkannya atau merasa perlu melakukan sesuatu hanya akan menambah tekanan pada mereka.

Sebagai seorang teman, tugas Anda adalah mengonfrontasi mereka dengan informasi penting tanpa membuat mereka merasa lebih bertanggung jawab atas situasi tersebut. Misalnya, jika ada anak yang terlibat, Regtop mengatakan, Anda tidak boleh mengatakan hal-hal seperti, "Kamu harus meninggalkan pasanganmu karena anakmu."

Alih-alih, Anda disarankan mengatakan, "Pasanganmu harus berhenti bersikap seperti ini demi kebaikan anakmu." Yang tidak kalah penting, Regtop mengatakan, Anda harus berkonsultasi dengan lembaga maupun organisasi pendukung korban KDRT dan meminta nasihat jika menurut Anda teman Anda memerlukan intervensi pihak berwajib.

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya