Liputan6.com, Jakarta - Dalam berbagai kesempatan tampak salah satu kontestan dalam laga pemilihan Presiden RI Prabowo Subianto suka joget. Sebagai luapan kegembiraan atau yang lainnya.
Meski begitu, capres lain pun bukan berarti tak pernah joget. Dalam beberapa kesempatan, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan pun tampak berjoget atau menari, meski tak sesering Prabowo Subianto.
Misalnya baru-baru ini di gedung KPU, sebelumnya saat menuju KPU, ia joget di kendaraan maung yang ia tunggangi itu.
Saat menjadi pasangan capres cawapres bersama Sandiaga Uno, saat debat pun pernah joget, dalam kesempatan lain ia juga kerap melakukan hal sama.
Bagaimana pandangan Islam tentang joget ini? boleh, makruh atau haram?
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Joget dalam Hukum Islam
Berikut kita simak tentang hukum menari dalam Islam. Simak pembahasannya yang diunukil dari muslim.or.id.
Joget atau menari dalam fikih disebut ar-raqshu. Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al-Wasith:
تنقَّل وحرك جسمه على إِيقاع موسيقى أو على الغناء
“(ar-raqshu adalah) seseorang berpindah-pindah posisi dan menggerak-gerakkan badannya sesuai irama musik atau nyanyian.”
Para ulama yang semangat membimbing umat kepada kebaikan dan mencegah umat dari keburukan membahas masalah ar-raqshu. Oleh karena itu, kita simak uraian ringkas berikut tentang hukum menari dalam islam.
Hukum ar-raqshu secara umum
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا {الإسراء: 37}.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al-marah, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (QS. Al-Isra: 37).
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menjelaskan,
اسْتَدَلَّ الْعُلَمَاءُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى ذَمِّ الرَّقْصِ وَتَعَاطِيهِ. قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْوَفَاءِ ابْنُ عَقِيلٍ: قَدْ نَصَّ الْقُرْآنُ عَلَى النَّهْيِ عَنِ الرَّقْصِ فَقَالَ:” وَلا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً” وَذَمَّ الْمُخْتَالَ. والرقص أشد المرح والبطر
“Para ulama berdalil dengan ayat ini untuk mencela joget dan pelakunya. Al-Imam Abul Wafa bin Aqil mengatakan, ‘Al-Qur’an menyatakan dilarangnya joget dalam firman-Nya janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al marah (penuh kesenangan). Dan ayat ini juga mencela kesombongan. Sedangkan joget itu adalah bentuk jalan dengan ekspresi sangat-sangat senang dan penuh kesombongan” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/263).
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum menari dalam Islam (ar-raqshu). Sebagian ulama Syafi’iyyah membolehkan ar-raqshu (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 23/10) berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu’anha,
جاء حَبَشٌ يزْفِنونَ في يومِ عيدٍ في المسجدِ . فدعاني النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فوضَعْتُ رأسي . على منكبِه . فجعلتُ أنظرُ إلى لعبِهم . حتى كنتُ أنا التي أنصرفُ عن النظرِ إليهم
“Datang orang-orang Habasyah menari-nari di masjid pada hari Id. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memanggilku. Aku letakkan kepalaku di atas bahu beliau. Dan akupun menonton orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak ingin melihat lagi” (HR. Muslim no. 892).
Namun jika kita gabungkan dengan riwayat yang lain, maka kita akan ketahui bahwa يزْفِنونَ (menari-nari) di sini maksudnya bermain alat-alat perang. Sebagaimana dalam riwayat Bukhari,
كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang Habasyah bermain-main dengan alat-alat perang mereka. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat aku (‘Aisyah) sedangkan aku menonton mereka. Terus demikian sampai akhirnya aku (‘Aisyah) enggan melihat lagi” (HR. Bukhari no. 5190).
Advertisement
Hukum Wanita Menari di Depan Lelaki Non Mahram dalam Islam
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah (23/10),
فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالْقَفَّال مِنَ الشَّافِعِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ الرَّقْصِ مُعَلِّلِينَ ذَلِكَ بِأَنَّ فِعْلَهُ دَنَاءَةٌ وَسَفَهٌ، وَأَنَّهُ مِنْ مُسْقِطَاتِ الْمُرُوءَةِ، وَأَنَّهُ مِنَ اللَّهْوِ. قَال الأَْبِيُّ: وَحَمَل الْعُلَمَاءُ حَدِيثَ رَقْصِ الْحَبَشَةِ عَلَى الْوَثْبِ بِسِلاَحِهِمْ، وَلَعِبِهِمْ بِحِرَابِهِمْ، لِيُوَافِقَ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ: يَلْعَبُونَ عِنْدَ رَسُول اللَّهِ بِحِرَابِهِمْ وَهَذَا كُلُّهُ مَا لَمْ يَصْحَبِ الرَّقْصَ أَمْرٌ مُحَرَّمٌ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ كَشْفِ الْعَوْرَةِ وَنَحْوِهِمَا، فَيَحْرُمُ اتِّفَاقًا
“Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah memakruhkan joget dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan). Dan ia merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa. Dan ia juga merupakan lahwun (kesia-siaan). Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget sebagaimana yang kita ketahui) namun sekedar lompat-lompat ketika bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’ Sehingga sesuai dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa mereka (orang Habasyah) bermain-main di dekat Rasulullah dengan alat-alat perang mereka.’ Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi joget tersebut tidak dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamr, membuka aurat, atau yang lainnya. Jika dibarengi hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.”
Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan,
الرقص مكروه في الأصل ، ولكن إذا كان على الطريقة الغربية ، أو كان تقليداً للكافرات : صار حراماً
“Berjoget/menari hukum asalnya makruh. Namun jika dilakukan dengan cara yang nyeleneh atau meniru orang kafir maka menjadi haram” (Liqaa Baabil Maftuh, 41/18).
Dengan demikian yang tepat, hukum menari dalam islam (ar-raqshu) secara umum adalah makruh. Namun ini jika tidak disertai perbuatan yang dilarang agama seperti diiringi musik, membuka aurat, bergaya seperti wanita, meniru orang kafir, minum khamr dan lainnya. Jika dibarengi hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.
Ini mencakup joget/menarinya lelaki di hadapan sesama lelaki, atau joget/menarinya wanita di hadapan sesama wanita, atau joget/menarinya lelaki di hadapan wanita.
Walaupun hukum asal ar-raqshu adalah makruh, namun jika dilakukan wanita di depan lelaki ajnabi (non-mahram) maka hukumnya haram. Karena jelas hal ini menimbulkan fitnah (godaan) yang besar bagi lelaki, termasuk perbuatan fahisyah dan mendekati zina. Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mewanti-wanti fitnah (godaan) wanita, beliau bersabda,
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al-Bukhari 5096, Muslim 2740).
Beliau juga bersabda,
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuat (di sana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Kemudian lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja memperlihatkan joget dan tarian kepada lelaki non mahram ini menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya’” (QS. An-Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi.
Dan zinanya mata adalah dengan memandang. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ، وزنا اللسانِ المنطقُ، والنفسُ تتمنى وتشتهي، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al-Bukhari 6243).
Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya, “apa hukum wanita berjoget/menari di depan lelaki ajnabi (non mahram)?” Mereka menjawab,
الواجب على المرأة المسلمة الاحتشام والتستر بالحجاب الكامل عن الرجال غير المحارم، والبعد عن أسباب الفتنة، ومن أعظمها رقصها أمام الرجال الأجانب، فهو محرم لا يجوز، وهو مسبب للفتنة والوقوع في الفاحشة، ومناف للحياء، فعلى المرأة المسلمة الابتعاد عن ذلك وعن غيره من أسباب الفتنة
“Wajib bagi wanita muslimah untuk berlaku sopan dan menutup dirinya dengan hijab yang sempurna dari para lelaki yang bukan mahram. Dan wajib juga bagi mereka untuk menjauhi sebab-sebab fitnah (godaan). Dan di antara godaan yang paling besar adalah joget/menarinya mereka di depan lelaki yang bukan mahram. Ini hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Dan ini merupakan sebab fitnah dan sebab terjerumusnya seseorang dalam perbuatan fahisyah (zina). Maka wajib bagi wanita muslimah untuk menjauhkan diri dari perbuatan tersebut dan dari semua perbuatan yang menyebabkan fitnah (godaan)” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid 3 no. 16638).
Perempuan Joget di Depan Suaminya
Adapun jogetnya istri khusus di depan suaminya maka hukumnya halal. Karena jogetnya istri di depan suami tentunya tidak ada faktor kesombongan, dan juga tidak termasuk perbuatan dana’ah dan safah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan,
أما رقص المرأة أمام زوجها وليس عندهما أحد فلا بأس به؛ لأن ذلك ربما يكون أدعى لرغبة الزوج فيها، وكل ما كان أدعى لرغبة الزوج فيها فإنه مطلوب ما لم يكن محرماً بعينه، ولهذا يسن للمرأة أن تتجمل لزوجها، كما يسن للزوج أيضاً أن يتجمل لزوجته كما تتجمل له
“Adapun joget/menarinya wanita di depan suaminya tanpa dilihat orang lain, maka tidak mengapa. Karena ini terkadang bisa membangkitkan cinta suami terhadap istrinya. Dan semua hal yang membangkitkan cinta suami terhadap istrinya adalah hal yang dituntut dalam syariat, selama bukan perbuatan yang haram secara dzatnya. Oleh karena itu istri disunnahkan untuk berhias di depan suaminya. Sebagaimana juga suami disunnahkan untuk berhias bagi istrinya” (Liqa Asy-Syahri, 12/19).
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman mengatakan, “Jogetnya seorang istri khusus untuk suaminya hukumnya halal dalam bentuk apapun(Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, fatwa no. 49, Asy-Syamilah). Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement