Liputan6.com, Washington - Joe Biden pada Rabu (15/11/2023) mengatakan dia tidak mengubah pandangannya bahwa Presiden China Xi Jinping sebenarnya adalah seorang diktator. Pernyataan Biden tersebut muncul setelah pertemuan keduanya di Woodside, California, pada hari yang sama.
Hal serupa pernah disampaikan Biden pada Juni tahun ini.
Advertisement
"Dia seorang diktator dalam artian dia adalah orang yang menjalankan negara komunis yang didasarkan pada bentuk pemerintahan yang sama sekali berbeda dari kita," ujar presiden Amerika Serikat (AS) itu ketika ditanya apakah dia masih berpandangan bahwa Xi Jinping adalah seorang diktator, seperti dilansir Reuters, Jumat (17/11).
Merespons pernyataan Biden, Kementerian Luar Negeri China menuturkan pihaknya sangat menentang pernyataan tersebut.
"Pernyataan itu sangat salah dan manipulasi politik yang tidak bertanggung jawab," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada Kamis (16/11), tanpa menyebut nama Biden.
"Harus diingat bahwa akan selalu ada orang-orang dengan motif tersembunyi yang berusaha menghasut dan merusak hubungan AS-China dan mereka pasti akan gagal."
Ketika Biden melabeli Xi Jinping diktator pada Juni, China menyebut pernyataan itu tidak masuk akal dan sebuah provokasi. Namun, perselisihan tersebut tidak menghalangi kedua belah pihak mengadakan pembicaraan ekstensif yang bertujuan memperbaiki hubungan yang tegang, yang berpuncak pertemuan pada Rabu.
Perubahan Iklim hingga Berantas Fentanil
Pertemuan Biden dan Xi Jinping menghasilkan kesepakatan mengenai sejumlah isu utama.
"Saya yakin ini adalah diskusi paling konstruktif dan produktif yang pernah kami lakukan," kata Biden usai pertemuan. "Kami telah membuat beberapa kemajuan penting."
Xi Jinping sebelumnya mengakui bahwa hubungan AS-China tidak pernah berjalan mulus. Usai pertemuan tersebut, dia menambahkan bahwa pintu perundingan antara kedua negara adidaya tidak dapat ditutup lagi.
Berikut lima hal yang menjadi poin pertemuan Biden dan Xi Jinping di sela KTT APEC:
1. Kesamaan Pendapat Mengenai Iklim
Kedua negara, yang merupakan penghasil emisi karbon terbesar di dunia, menyetujui langkah-langkah lebih lanjut untuk mengatasi perubahan iklim, namun tidak berkomitmen mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil.
Mereka berjanji bekerja sama untuk memperlambat emisi metana – gas rumah kaca yang sangat berbahaya – dan mendukung upaya global melipatgandakan energi terbarukan pada tahun 2030.
Para ahli mengatakan kepada BBC bahwa hal ini merupakan perkembangan penting menjelang konferensi besar perubahan iklim, COP28, di Dubai akhir bulan ini.
"Ini adalah langkah kecil namun penting dalam menghadapi perubahan iklim," kata Bernice Lee, pakar China dan peneliti di think tank Chatham House.
David Waskow, dari World Resources Institute, menyebut perjanjian metana sebagai langkah besar.
"China adalah penghasil gas metana terbesar di dunia dan tindakan serius untuk membatasi gas ini sangat penting untuk memperlambat pemanasan global dalam jangka pendek," tutur Waskow.
2. Sepakat Memberantas Perdagangan Fentanil
Kedua belah pihak mengatakan mereka akan bekerja sama memerangi perdagangan narkoba dan China setuju menindak perusahaan-perusahaan kimia untuk membendung gelombang fentanil ilegal ke AS yang telah berkontribusi pada peningkatan kematian akibat overdosis.
Opioid sintetis yang kuat berperan dalam sekitar 75.000 kematian di AS tahun lalu.
Perusahaan manufaktur China tidak hanya merupakan sumber obat itu sendiri tetapi juga bahan kimia prekursor yang dapat dikombinasikan untuk membuatnya.
Vanda Felbab-Brown, pakar kejahatan terorganisir internasional di Brookings Institution, mengungkapkan bahwa kesepakatan terkait ini adalah pernyataan diplomatik dan politik, namun dampak sebenarnya masih menjadi tanda tanya.
"Masih harus dilihat bagaimana China akan menangani perusahaan-perusahaan ini," ujarnya.
Venda meyakini bahwa China mungkin akan terus menggunakan kerja sama pemberantasan narkotika sebagai alat tawar-menawar dan instrumen untuk melakukan diplomasi yang lebih luas.
China telah membatasi pengiriman langsung ke AS, yang berarti sebagian besar perdagangan ilegal telah beralih ke rute melalui Meksiko.
Para pejabat AS mengatakan bahwa China belum berbuat cukup untuk menghentikan perdagangan fentanil, sementara China menekankan bahwa epidemi opioid semata-mata adalah kesalahan AS.
Advertisement
Dialog Berlanjut
3. Komunikasi Antar Militer Akan Dilanjutkan
Kedua negara juga sepakat untuk melanjutkan komunikasi militer-ke-militer – sebuah langkah yang termasuk dalam daftar keinginan AS.
Hubungan militer diputus oleh China tahun lalu setelah Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi, mengunjungi Taiwan. Hubungan semakin memburuk setelah balon mata-mata China melayang melintasi Benua Amerika awal tahun ini sebelum ditembak jatuh di atas Samudera Atlantik.
"Selama Perang Dingin, AS dan Uni Soviet selalu menjaga komunikasi militer-ke-militer untuk menghindari kecelakaan atau kesalahan pembacaan maksud yang dapat menyebabkan perang antar kekuatan nuklir," kata Mick Mulroy, mantan Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS.
"Hal yang sama juga harus terjadi antara China dan AS."
Koresponden BBC yang melaporkan dari China selama satu dekade menerangkan bahwa sudah ada tanda-tanda pencairan hubungan sebelum pertemuan Biden dan Xi Jinping pada Rabu.
Pekan lalu, misalnya, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, kedua belah pihak bertemu di Washington untuk berdiskusi mengenai persenjataan nuklir mereka.
Kedua presiden juga melakukan diskusi penting tentang Taiwan pada Rabu. Menurut Kementerian Luar Negeri China, Xi Jinping menegaskan kepada Biden bahwa AS harus berhenti mempersenjatai Taiwan dan bahwa reunifikasi China dengan pulau tersebut tidak dapat dihentikan.
Sementara itu, seorang pejabat senior AS menggarisbawahi bahwa pendekatan AS terhadap masalah ini tidak akan berubah.
4. AS-China Berkomitmen Lanjutkan Dialog
Memiliki dua presiden paling berkuasa di dunia yang berbicara satu sama lain merupakan pencapaian diplomatik tersendiri. Jika mereka setuju untuk tetap berhubungan maka situasinya jauh lebih baik.
Saat pertemuan dimulai, Biden mengatakan kepada Ji Xinping, "Saya menghargai pembicaraan kita karena menurut saya yang terpenting adalah Anda dan saya memahami satu sama lain dengan jelas, dari pemimpin ke pemimpin, tanpa kesalahpahaman atau miskomunikasi."
Xi Jinping setuju.
"Konflik dan konfrontasi mempunyai konsekuensi yang tidak tertahankan bagi kedua belah pihak," kata dia.
Kedua negara masih terpaut jauh dalam banyak hal. Meskipun sepakat untuk tidak setuju secara damai adalah sebuah permulaan, beberapa pengamat memperingatkan agar tidak melakukan prediksi yang terlalu optimistis.
"Empat bulan terakhir telah terjadi peningkatan luar biasa dalam komunikasi antara Washington dan Beijing," kata Dimitar Gueorguiev, Direktur Studi China di Universitas Syracuse.
"Sebagian besar hal tersebut terkait langsung dengan pertemuan APEC ini, namun … kita tidak boleh berasumsi bahwa momentum positif ini dapat atau akan dipertahankan."
Diplomasi Panda
5. Panda Sebagai Utusan Persahabatan
Setelah pertemuannya dengan Biden, Xi Jinping mengisyaratkan bahwa China terbuka untuk mengirim lebih banyak panda ke kebun binatang AS.
China selama beberapa dekade telah menggunakan apa yang disebut diplomasi panda untuk membantu membina hubungan dengan negara lain.
"Panda telah lama menjadi utusan persahabatan antara masyarakat China dan AS," kata Xi Jinping kepada para pemimpin bisnis saat makan malam pada Rabu.
Xi Jinping kemudian mengatakan bahwa China siap melanjutkan kerja samanya dengan AS dalam konservasi panda dan meskipun dia tidak memberikan rincian waktu, namun dia menyarankan agar panda dapat dikirim ke kebun binatang San Diego.
Advertisement