Liputan6.com, Jakarta - Terkadang, sebagai orang tua, Anda perlu menyadari sesuatu bahwa Anda sebenarnya tidak tahu segalanya tentang cara membuat anak Anda sukses.
Pendapat itu menurut pakar pengasuhan anak Margot Machol Bisnow, yang telah menyurvei orang tua dari 70 orang dewasa yang berprestasi untuk bukunya yang terbit pada tahun 2022 berjudul Raising an Entrepreneur: How to Help Your Children Achieve Their Dreams.
Advertisement
Dalam survei tersebut, Bisnow menemukan benang merah. Para orang tua tersebut memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka untuk mengejar passion yang diinginkan anak-anaknya. Bahkan terkadang sampai pada tingkat yang ekstrem, seperti meninggalkan rumah di usia muda atau putus kuliah, katanya melansir CNBC Make It, Jumat (17/11/2023).
"Ada hal berbeda yang dilakukan para oleh orang tua ini karena mereka mendengarkan anak mereka. Mereka menanggapi apa yang dikatakan anak mereka dengan serius, dibandingkan dengan menyepelekannya. Mereka tidak berbicara seolah-solah orang tua yang paling tahu," kata Bisnow.
Tekanan seorang anak untuk selalu mengikuti satu jalan yang diatur sedemikian rupa oleh orang tua dapat mengakibatkan anak-anak menjadi cemas dan tidak bahagia.
Sebaliknya, para orang tua yang diwawancarai Bisnow ini menunjukkan keterbukaan pikiran dan kepercayaan yang cukup untuk membuat anak-anak mereka mengembangkan kemandirian, kepercayaan diri, dan keterampilan yang terbukti berguna untuk karier mereka di masa depan, katanya.
"Yang agak menyedihkan bagi saya adalah, ini seharusnya bukan pengasuhan yang berbeda," kata Bisnow. "Ini seharusnya menjadi pengasuhan yang normal."
Berikut adalah tiga contoh keputusan pengasuhan anak yang "berbeda" yang benar-benar berhasil, menurut Bisnow dan orang tua yang ia wawancarai.
Mendukung Minat Anak Meskipun Ada Keraguan
Tumbuh besar di daerah San Francisco di mana ayahnya mengelola sebuah restoran yang populer, orang tua pembuat film John M. Chu pada awalnya merasa bingung dengan ketertarikan anaknya pada seni kreatif. Padahal, orang tuanya ingin dia menjadi seseorang dengan pekerjaan yang lebih umum seperti yang dilakukan anak-anak lain.
Ibu Chu sempat memberinya sebuah kamera untuk merekam film liburan keluarga di rumah. Kemudian, minatnya tumbuh seiring berjalannya waktu.
Menurut Bisnow, ketika dia masih di sekolah menengah, ibunya menegurnya karena mengerjakan film hingga larut malam dan menyuruhnya untuk fokus pada sekolah. Ibunya juga mengatakan kepada Chu untuk berhenti membuang-buang waktu pada filmnya.
Kemudian Chu menangis. "Dia menangis dan berkata, 'Anda tidak bisa menghentikan aku. Inilah yang aku cintai,'" kata Bisnow.
Keesokan harinya, ibu Chu memberinya setumpuk buku tentang pembuatan film dan mengatakan kepada Chu, "Jika kamu ingin melakukannya, pelajari semua tentang itu dan jadilah yang terbaik."
Orang-orang yang berhenti mendorong minat anak-anak mereka karena mereka takut mungkin anaknya tidak akan menghasilkan cukup uang ketika dewasa, adalah orang tua yang mengirimkan sinyal salah kepada anak-anaknya, menurut Bisnow.
Tidak semua orang bisa berkarier berdasarkan minat mereka. Namun, menunjukkan bahwa Anda mempercayai anak-anak Anda dapat memberi mereka kepercayaan diri yang mereka perlukan untuk sukses sebagai orang dewasa, entah apa pun jalan yang mereka pilih, tambahnya.
Advertisement
Membiarkan Anak Merantau di Usia Muda
Beberapa orang yang diwawancarai Bisnow memberikan kebebasan yang luas kepada anak-anak mereka sejak usia muda, terlebih untuk meninggalkan rumah atau merantau.
Contohnya adalah orang tua dari Simon Isaacs, CEO perusahaan pemasaran digital TaskForce dan salah satu pendiri platform digital Fatherly.
Kisah mereka tidak ada hubungannya dengan kewirausahaan, tetapi ketika Isaacs masih di sekolah menengah, mereka mengizinkan Isaacs merantau meninggalkan rumah menghabiskan dua tahun di Colorado untuk berlatih sebagai pemain ski.
Isaacs kemudian bermain ski secara kompetitif untuk Middlebury College, dan berharap bisa masuk tim Olimpiade AS suatu hari nanti. Hal itu pada akhirnya memang tidak pernah terwujud, tetapi pengalaman tersebut secara langsung memberikan sinyal kesuksesan wirausahanya, kata Bisnow.
"Memiliki gairah yang tinggi terhadap sesuatu mengajarkannya kesabaran dan fokus, serta kerja keras dan tekad, dalam semua hal yang diperlukan untuk sukses dalam hidup," katanya.
"Saya tahu sulit bagi keluarganya merelakan kepergian anak-anaknya untuk belajar jauh dari rumah. Tapi mereka melakukannya."
Putus Kuliah Tak Selamanya Buruk
Tidak semua mahasiswa yang putus kuliah dengan impian membuka usaha sendiri akan berakhir seperti Bill Gates atau Mark Zuckerberg berikutnya.
Ibu Matt Mullenweg tentu saja was-was dengan kehendak putranya ketika ingin berhenti kuliah. Putranya bahkan belum memiliki perusahaan yang siap diluncurkan pada tahun 2004, tahun ketika dia mengatakan ingin meninggalkan University of Houston setelah dua tahun menjadi mahasiswa di sana.
Mullenweg saat itu sedang mengembangkan sistem manajemen konten web di kamar asramanya, dan situs web media teknologi CNET ingin mulai membayarnya untuk karyanya.
Ibunya awalnya kesulitan dengan keputusan tersebut. Akhirnya, ibunya tetap diyakikan oleh semangat dan komitmen Mullenweg. Ibunya pada akhirnya mengantar anaknya ke San Francisco untuk membantunya menemukan apartemen.
"Dia benar-benar bekerja tanpa henti dan dia tahu betapa pentingnya hal ini baginya dan ibunya benar-benar membiarkannya putus kuliah," kata Bisnow.
Setelah satu tahun, Mullenweg meninggalkan CNET untuk mengubah kreasinya menjadi bisnis mandiri, yakni WordPress. Dia "tidak bisa membayangkan dirinya bila ia melakukan hal lain," tulis Mullenweg dalam sebuah posting blog pada saat itu.
Saat ini, dia adalah CEO perusahaan induk WordPress.com, Automattic, yang memiliki lebih dari 2.000 karyawan dan dilaporkan bernilai $7,5 miliar pada tahun 2021.
Banyak orang tua yang tidak memperbolehkan anaknya berhenti kuliah, tetapi itu merupakan keputusan yang tepat.