Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak di AS terjebak dalam krisis kesehatan mental. Tekanan sejak usia muda untuk masuk ke perguruan tinggi yang bagus seakan menjadi satu-satunya jalan menuju kehidupan dewasa yang sukses. Ini mungkin memperburuk keadaan mental anak-anak muda di AS.
Itulah sebabnya peneliti dan penulis buku tentang pengasuhan anak Jennifer Breheny Wallace mengajarkan konsep yang sangat sederhana kepada ketiga anaknya.
Advertisement
"Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah membuka pikiran anak bahwa tidak ada yang namanya perguruan tinggi yang bagus," kata Wallace melansir CNBC, Kamis (4/1/2024).
Wallace menulis buku “Never Enough: When Achievement Pressure Becomes Toxic — and What We Can Do About It," setelah bekerja sama dengan seorang peneliti di Harvard Graduate School of Education untuk mensurvei 6.500 orang tua di seluruh Amerika Serikat (Wallace sendiri memiliki gelar sarjana dari Universitas Harvard).
Di rumahnya sendiri, ia dan suaminya mencoba mengurangi tekanan seputar penerimaan perguruan tinggi dengan mengingatkan ketiga anak mereka.
Bahwa peringkat perguruan tinggi itu subjektif, bahwa kesuksesan dan kebahagiaan mereka di masa depan tidak bergantung pada tempat mereka kuliah.
Anda dapat menyelamatkan anak-anak Anda dan diri Anda sendiri dari stres dengan tidak mempercayai mitos bahwa gengsi perguruan tinggi bagus adalah rahasia kesuksesan, kata Wallace.
Di mana Anda kuliah tidak terlalu penting dibandingkan dengan apa yang dilakukan ketika kuliah. Kuliah di perguruan tinggi bergengsi atau perguruan tinggi mana pun, sebenarnya tidak menjamin masa depan yang ideal, demikian hasil penelitian menunjukkan.
Berikan Contoh Banyak Orang Sukses yang Lulus dari Kampus Biasa
Anda dapat memberikan contoh nyata kepada anak-anak Anda tentang orang-orang yang bahagia dan sukses yang tidak kuliah di perguruan tinggi ternama.
"Kita semua tahu ada beberapa orang yang bersekolah di sekolah ternama yang hidupnya tidak berjalan sebaik yang mereka harapkan," katanya.
"Dan kita semua memiliki orang dewasa dalam hidup kita, yang bersekolah di sekolah yang bahkan belum pernah kita dengar sebelumnya, yang ternyata kehidupannya luar biasa."
Orang tua juga harus mengajari anak-anak untuk mendapatkan hasil maksimal dari pendidikan mereka, di mana pun mereka berada.
Di antara para lulusan perguruan tinggi, kesejahteraan di masa depan sangat bergantung pada pengalaman yang diperoleh selama berada di kampus. Ini menurut sebuah survei tahun 2014 terhadap 30.000 lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Gallup dan Purdue University.
Pengalaman tersebut dapat berupa kegiatan ekstrakurikuler, magang yang menarik, atau menemukan mentor yang membantu membuat belajar lebih menyenangkan.
Bagaimana berbicara tentang kuliah dengan cara yang tepat
Wallace dan suaminya mencoba membatasi diskusi terkait perguruan tinggi hanya satu jam di akhir pekan, kecuali jika anaknya mengangkat topik tersebut. Katanya, "Kami selalu siap sedia untuknya, tetapi kami benar-benar memperhatikan berapa kali dalam seminggu kata perguruan tinggi keluar dari mulut kami agar tidak membuatnya tertekan."
Ketika mereka mendiskusikan perguruan tinggi, Wallace mengatakan bahwa mereka mencoba memusatkan percakapan di sekitar gagasan tentang pentingnya berkuliah, daripada mencari sekolah dengan peringkat paling bergengsi.
Dia mengajukan pertanyaan seperti, "Sekolah apa menurutmu paling cocok, untuk menimba passion-mu dan memberikan dampak baik padamu di kampus?"
Hal ini memberikan pemahaman bahwa diskusi perguruan tinggi menjadi hal yang tidak terlalu menegangkan, dan menyoroti faktor-faktor yang lebih akurat dalam memprediksi kesuksesan masa depan dan kesejahteraan secara keseluruhan, kata Wallace.
"Kita dapat mempertimbangkan apa yang sebenarnya mengarah pada kehidupan yang baik yang kita inginkan untuk anak-anak kita," katanya.
"Dan itu adalah memiliki hubungan yang baik, mendiskusikan sesuatu dengan terarah, dan anak merasa kompeten dengan perguruan tinggi yang akan dijalaninya."
Advertisement