Jubir Sebut Prabowo Sudah Menemukan Dugaan Korupsi Sejak Awal Jadi Menhan

Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyebut, terdapat kasus korupsi di Kementerian Pertahanan (Kemhan) di masa awal Prabowo Subianto menjabat.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 19 Nov 2023, 10:15 WIB
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto saat menghadiri forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura, Sabtu (3/6/2023). (Merdeka.com/Muhammad Genantan Saputra)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyebut, terdapat kasus korupsi di Kementerian Pertahanan (Kemhan) di masa awal Prabowo Subianto menjabat.

Terkait hal tersebut, Juru Bicara Prabowo, Dahnil Simanjuntak, mengatakan, Prabowo menemukan dugaan korupsi di Kemhan pada awal-awal menjabat sebagai menteri.

"Hal (dugaan korupsi) itu terungkap setelah mengutus orang ke luar negeri untuk menelisik ke produsen alat utama sistem persenjataan (alutsista)," kata Dahnil di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Minggu (19/11/2023).

Dia menuturkan, saat Prabowo menjabat sebagai menhan, terdapat dugaan penggelembungan (mark up) anggaran yang cukup signifikan.

Berdasarkan dugaan tersebut, lanjut Dahnil, Prabowo memutuskan untuk membatalkan sejumlah kontrak demi mengamankan keuangan negara senilai triliunan rupiah.

"Pak Prabowo sudah melibatkan BPK, juga sudah melibatkan KPK untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan," tambah Dahnil.

Dengan demikian, dia menilai saat ini ada banyak pemotongan dalam proses belanja anggaran di Kemhan guna memutus dan mencegah upaya untuk menaikkan harga alutsista.

Dia juga menuturkan, dugaan mark up di lingkungan Kemhan yang ditemukan Prabowo itu mencapai hingga 1.000 persen.

Oleh karena itu, pada awal masa jabatan Prabowo sebagai menhan, pengeluaran anggaran di kementerian tersebut mengalami penurunan setelah diambil sejumlah langkah pencegahan.

"Beliau duduk dan datang di Kementerian Pertahanan bukan dengan pengetahuan yang kosong. Pak Prabowo itu paham semua detail harga alutsista di seluruh dunia," kata Dahnil.

 


Sudah Komunikasi dengan KPK

Terkait langkah hukum, Dahnil menegaskan bahwa dugaan penggelembungan anggaran di Kemhan menjadi wewenang aparat penegak hukum, seperti KPK dan Kejaksaan.

Namun demikian, dia menyoroti bahwa Prabowo telah mengambil langkah tegas dari segi administrasi sebagai menhan.

"Jadi, broker sedemikian rupa tidak diberikan ruang, sehingga praktik-praktik mark up itu sekarang agak sulit dilakukan," ujar Dahnil.

Sebelumnya, Hashim juga mengungkapkan, bahwa terdapat kasus korupsi di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di masa awal Prabowo Subianto menjabat.

Kala itu, cerita Hashim, Prabowo harus menandatangani kontrak senilai Rp51 triliun. Angka tersebut ternyata sudah dinaikkan dari nilai yang sebenarnya.

"Waktu Pak Prabowo diangkat sebagai Menteri Pertahanan, bulan-bulan pertama, di atas meja dia ada kontrak yang harus dia tanda tangani senilai Rp51 triliun. Ini korupsi mark up-nya gila," ujar Hashim saat memberikan sambutan di depan anggota Relawan Jokowi (REJO) Prabowo Gibran Milenialz di Jakarta Pusat pada Rabu (15/11/2023).

Hashim berujar, kontrak tersebut terkait dengan pembelian senjata. Untuk harga satu senjata, seharusnya dibanderol 800 dolar tetapi ditulis 10.800 dolar.

"Mark upnya 1.250 persen. Bisa dihitung, harga asli 800, yang datang ke meja menteri pertahanan, 10.800 dollar, mark up-nya saya hitung," ujar Hashim.

 


Korupsi di Kemenhan Saat Awal Prabowo Menjabat

Mendengar hal itu, Prabowo mengaku kaget. Ia pun langsung membatalkan seluruh kontrak yang sedang berjalan.

"Waktu saya lapor ke kakak saya, dia tidak mau percaya karena dia sudah bicara bocoran-bocoran berapa tahun. Dia dikritik sebagai Prabocor," ucap Hashim.

"Dia tidak ada waktu untuk tender ulang. Apa yang terjadi? Dia batalkan semua kontrak. Dia batalkan kontrak-kontral senilai Rp51 triliun dari pada dia merestui korupsi karena dia sudah tahu ini korupsi," sambungnya.

Lebih lanjut, Hashim pun memuji pilihan yang diambil Prabowo. Pasalnya, bisa saja Prabowo mengambil untung sedikit karena tidak akan ketahuan.

"Kalau Prabowo jahat, dia minta saja satu persen dari rekanan. Nggak usah gila-gila lah, nggak usah 50 persen, 100 persen, lima persen aja. Saya kira BPK atau KPK tidak akan lihat itu. Betul tidak?" imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya