Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan nyamuk berbakteri wolbachia bukanlah nyamuk dari rekayasa genetika.
Nyamuk wolbachia sudah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasilnya, teknologi ini dapat menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).
Advertisement
Peneliti Universitas Gadjah Mada Adi Utarini menjelaskan, wolbachia adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya.
Bahkan, wolbachia sendiri telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk Aedes albopictus secara alami.
"Bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium. Secara materi genetik baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam," kata Uut dalam rilis resminya, Minggu (19/11/2023).
Uut menambahkan, wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50 persen serangga. Wolbachia memiliki sifat sebagai simbion atau tidak berdampak negatif pada inangnya.
"Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan," kata Uut.
Lebih lanjut, teknologi wolbachia yang digunakan di Indonesia diterapkan dengan metode penggantian. Ini berarti, nyamuk jantan dan nyamuk betina wolbachia dilepaskan ke populasi alami.
"Tujuannya agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung wolbachia. Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia," ujar Uut.
Kemudian, wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Maka dari itu, nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.
"Mengingat bahwa wolbachia terdapat dalam telur nyamuk, maka bakteri ini akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. Akibatnya, dampak perlindungan wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan," kata Uut.
Uu mengeklaim pendekatan wolbachia telah terbukti mengurangi secara signifikan kejadian penyakit demam berdarah dengue dan kebutuhan rawat inap bagi penderita penyakit tersebut.
"Penurunan ini tentu saja akan berdampak pada penghematan biaya yang signifikan dalam pengendalian dengue bagi negara yang menerapkannya," ujar Uut.
Pakar UGM Sebut Nyamuk Wolbachia Aman bagi Manusia
Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta Riris Andono Ahmad menilai pro kontra rencana World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta menyebar jutaan telur nyamuk wolbachia di Kabupaten Buleleng dan Kota Denpasar, Bali untuk penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah hal yang lumrah.
Karena program yang sama di Yogyakarta sebelumnya juga sempat menuai penolakan, tapi setelah adanya sosialisasi dan dukungan pemerintah kabupaten dan kota akhirnya program tersebut bisa terlaksana.
Menurut Riris pelepasaan jutaan telur nyamuk wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti ini untuk menekan penularan virus dengue atau Demam Berdarah Dengue. Karena pelepasan nyamuk ber-wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan ini supaya sebagian besar nyamuk di populasi memiliki wolbachia.
"Diharapkan nantinya dapat menurunkan penularan virus dengue," kata Riris Jumat (17/11/2023).
Riris menjelaskan tentang nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas. Namun bila nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-wolbachia, seluruh telurnya akan menetas.
Lalu jika nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-wolbachia maka semua keturunannya akan menetas dan mengandung wolbachia.
Advertisement
Nyamuk Wolbachia Tidak Menginfeksi Manusia
Sehingga kekhawatiran masyarakat tentang wolbachia dapat menginfeksi tubuh manusia, menurutnya, wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain.
Bahkan wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik. Riris mengatakan penelitian teknologi wolbachia di Yogyakarta sudah berjalan selama 12 tahun sejak 2011 lalu.
Penelitian ini pun sudah sesuai dengan tahapannya sehingga aman dilaksanakan.
Mulai dari penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).
Riris mengatakan, di dunia, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).
Turunkan Angka DBD hingga 77 Persen
Hasil studi AWED menyatakan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dapat menurunkan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86%.
Bahkan dari hasil studi tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, teknologi wolbachia untuk pengendalian dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.
Terkait dukungan permintaan hasil kajian dan rekomendasi Kemenkes terkait pelepasan telur nyamuk wolbachia ini, Riris mengatakan secara paralel Kementerian Kesehatan tengah menyusun strategi nasional penanggulangan dengue, dan teknologi wolbachia sudah menjadi bagian dari inovasi program pengendalian dengue.
"Kementerian Kesehatan selanjutnya merencanakan implementasi secara bertahap," terangnya.
Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue. Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.
Melalui mekanisme tersebut, wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk. Sebab nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster.
"Perlu diketahui nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia bukan hasil modifikasi genetik," kata Riris.
Riris mengatakan dari sisi aspek keamanan wolbachia hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes, Kemenkes, pada tahun 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran menyebutkan bahwa nyamuk wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.
"Kesimpulan mereka bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, di mana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan," katanya.
Reporter: Lydia Fransisca
Sumber: Merdeka.com
Advertisement