Liputan6.com, Jakarta - Salah satu benda untuk menutup atau membalut luka adalah kain kasa. Namun yang mungkin belum diketahui banyak orang adalah, kain kasa ternyata berasal dari Gaza, kota di Palestina yang sedang terluka digempur habis-habisan oleh militer Israel.
Dilansir dari Siakapkeli.my, Minggu (19/11/2023), menurut peneliti, kain kasa sudah ditemukan sejak abad ke-13 dan diyakini berasal dari daerah di Timur Tengah, lebih tepatnya di wilayah Gaza, Palestina. Saat itu, Gaza merupakan salah satu daerah penghasil kain kasa yang terkenal. Kain ini mulai mendapat tempat di masyarakat dunia ketika dibawa ke Eropa.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Encyclopedia Britannica, nama kain kasa sendiri diyakini berasal dari nama tempat asalnya, Gaza. Kain kasa dalam pengobatan dan pembedahan digunakan sekali pakai untuk menyerap darah dan cairan lain serta untuk membersihkan luka.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kain kasa untuk keperluan medis antara lain kapas dan kain bukan tenunan lainnya. Selain ukuran, bahan, dan bahannya, kain kasa juga bisa digunakan baik steril maupun non steril.
Dilansir dari merdeka.com, desain kain kasa tenunan terbuka membantu menghilangkan jaringan mati dari permukaan kulit serta mengalirkan cairan secara vertikal dari luka ke balutan sekunder untuk membantu mencegah kerusakan jaringan kulit. Menurut pendapat berbeda, kain kasa juga diyakini berasal dari kata Arab dan Persia 'Qazz'. Kata itu berarti sutra mentah.
Menurut laman Green Nettle Textile, pendapat tersebut muncul karena sutra merupakan bahan paling awal yang digunakan masyarakat Gaza untuk menenun kain kasa. Namun seiring waktu dengan harga sutra yang semakin mahal, para penenun beralih ke kapas untuk memproduksi kain kasa.
Penggunaan Kain Kasa
Produksi kain kasa yang ditenun dengan menggunakan kapas masih bertahan sampai saat ini dan menjadi pilihan utama karena biayanya yang lebih terjangkau. Saat ini juga ada kain kasa yang terbuat dari bahan sintetis. Meski begitu, penggunaan kain kasa untuk menutup luka sekarang ini sudah jarang dianjurkan.
Di Indonesia, pengetahuan secara umum mengenai luka baik masyarakat ataupun tenaga kerja medis lainnya masih cukup rendah. Masalah luka sering dianggap sepele atau bukan sesuatu yang penting. Kesalahan umum tentang menutup luka misalnya, banyak yang menganggap luka itu harus kering dan ditutup dengan kain kasa (perban). Tapi ternyata, ini keliru.
"Paradigma awam atau kebanyakan orang menganggap luka harus kering. Padahal sebetulnya kondisi yang umum harus dalam posisi lembab. Lembab ialah kondisi kering dan tidak basah," ucap ahli penangangan luka, dr. Adisaputra R., MD, CWSP, FACCWS dalam acara Indonesia Wound Summit Kedua dari Kalbe di Double Tree Hotel, Jakarta, Sabtu, 11 Maret 2017), dikutip dari kanal Health Liputan6.com.
Menurutnya, kondisi lembab pada luka bertujuan agar jaringan baru tumbuh dan luka bisa menutup. Menggunakan kasa jelas akan membuat luka menjadi kering. Sayangnya, hal ini akan memicu pertumbuhan bakteri dari luar dan akhirnya mengontaminasi luka. "Bahkan ada studi menyebutkan bakteri dapat menembus sampai 65 kasa," ujarnya.
Advertisement
Membeli Produk Palestina
Luka, kata dia, terbagi dari tingkat keparahannya yaitu luka akut dan kronik. Luka akut biasanya terjadi dengan cepat atau tiba-tiba dan penyembuhannya dapat diprediksi. Sedangkan luka kronis bisa disebabkan karena kondisi luka yang dibiarkan dalam waktu yang lama sehingga semakin lama semakin serius. "Untuk itu setiap luka kecil pun tidak boleh diabaikan terlalu lama, penanganannya juga harus benar."
Penanganan luka memang harus ditutup. Tapi sebaiknya gunakan produk penutup luka yang didesain secara tepat untuk menutup luka sehingga lembab dan terlindungi dari bakteri.
"Salah satu produk penutup luka yang baik seperti foam dressing yang dapat menyerap cairan, menjaga luka tetap lembab agar cairan dari dalam luka tidak terlalu menguap keluar dan juga berupaya agar bakteri dari luar tidak masuk dalam luka,| terang Adisaputa.
Sementara itu, banyak cara untuk mendukung Palestina yang sedang berkonflik dengan Israel. Salah satunya dengan membeli produk-produk dari Palestina.
Melansir dari laman resmi Kementerian Perdagangan RI, Selasa, 7 November 2023, pemerintah Indonesia telah menghapus tarif bea masuk untuk produk asal Palestina sejak 2019. Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 126/PMK.010/2018 tentang penetapan tarif bea masuk dalam rangka fasilitasi perdagangan untuk produk tertentu yang berasal dari wilayah Palestina.
Produk Palestina di Indonesia
Produk Palestina ternyata cukup banyak beredar di Indonesia. Ada beberapa produk Palestina yang diimpor serta dijual bebas di Indonesia. Produk Palestina yang banyak beredar di Indonesia antara lain adalah kurma segar atau kurma yang dikeringkan, minyak zaitun, baut, mur dan sekrup.
Pada 2019, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan bahwa Indonesia menghapus tarif bea masuk produk kurma dan minyak zaitun asal Palestina. Kurma dan zaitun merupakan produk yang belum banyak diproduksi di Indonesia sehingga pemerintah menerapkan penghapusan tarif bea masuk.
Hal ini dianggap penting bagi peningkatan hubungan perdagangan bilateral Indonesia-Palestina. Tak hanya kurma dan zaitun, produk lain yang berasal dari Palestina juga akan diberikan fasilitas yang sama.
Menurut Enggar, langkah penghapusan tarif ini juga menjadi momentum penting bagi peningkatan hubungan perdagangan bilateral Indonesia-Palestina. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, total perdagangan Indonesia-Palestina pada 2018 mencapai 3,5 juta dolar AS, terdiri dari ekspor Indonesia sebesar 2,8 juta dolar AS atau naik 34 persen dibanding 2017 ), dan impor sebesar 727 ribu dolar AS atau naik 113 persen.
Advertisement