Rupiah Hari Ini Menguat ke 15.404 per Dolar AS, Surplus Neraca Perdagangan Jadi Penopangnya

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Potensi penguatan ke arah 15.400 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.500 per dolar AS untuk hari ini

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Nov 2023, 10:20 WIB
Pada Senin (20/11/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 0,57 persen atau 89 poin menjadi 15.404 per dolar AS dari sebelumnya 15.493 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Penguatan rupiah ini dipengaruhi surplus neraca perdagangan Oktober 2023.

Pada Senin (20/11/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 0,57 persen atau 89 poin menjadi 15.404 per dolar AS dari sebelumnya 15.493 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menjelaskan, sentimen positif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin pagi ini berasal dari surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 sebesar USD 3,48 miliar.

“Potensi penguatan ke arah 15.400 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.500 per dolar AS untuk hari ini,” kata dia dikutip dari Antara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia berada dalam kondisi surplus selama 42 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Surplus perdagangan Oktober 2023 tercatat naik 0,07 miliar dolar AS dibandingkan capaian pada September 2023 (month to month/mtm), namun turun 2,12 miliar dolar AS dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2022 (year on year/yoy).

Inflasi AS

Di sisi lain, Ariston menganggap rupiah akan menguat karena dipengaruhi faktor eksternal dari laju inflasi AS Oktober 2023 yang melambat, yakni 0 persen dengan perkiraan sebelumnya 0,1 persen secara month to month (MoM), dan year on year (YoY) 3,2 persen dengan ekspektasi 3,3 persen.

Adapun data klaim pengangguran Amerika Serikat (AS) meningkat 13 ribu menjadi 231 ribu dari perkiraan 220 ribu.

“Dengan angka inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya, ini memperbesar ekspektasi peluang pemangkasan suku bunga acuan AS lebih cepat. Indeks dolar AS terlihat bergerak di kisaran 103,80 pagi ini setelah pekan lalu bergerak di atas 104,"kata dia.

Di sisi lain, sebagian petinggi Bank Sentral AS yang memberikan pernyataan soal kebijakan moneter AS pekan lalu, mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa inflasi bakal turun cepat ke target 2 persen, sehingga AS masih memerlukan kebijakan suku bunga tinggi saat ini.

Hingga saat ini, tidak ada data AS yang penting. Pasar menunggu rilis notulen rapat Federal Reserve (The Fed) pada Rabu 22 November 2023 dinihari untuk mencari petunjuk soal kebijakan suku bunga tinggi The Fed ke depan.


Bank Indonesia: Penerbitan SVBI dan SUVBI untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Pegawai menunjukkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan instrumen Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) pada 21 November 2023. Penerbitan SVBI dan SUVBI untuk menjaga stabilitas rupiah.

Penerbitan kedua instrumen itu bertujuan menarik masuknya modal asing ke pasar keuangan domestik dan menjadi instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar uang, demikian dikutip dari Antara, Rabu (8/11/2023).

Modal asing yang masuk SVBI dan SUVBI akan menambah likuiditas dan suplai sehingga diharapkan dapat berdampak positif pada sisi permintaan. Penerbitan kedua instrumen itu berperan dalam perbaikan suplai dan permintaan untuk menjaga harga supaya tidak timpang sehingga terjadi penguatan pada rupiah.

SVBI merupakan surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek di bawah satu tahun.

Sedangkan SUVBI adalah valuta asing yang mengusung prinsip syariah milik Bank Indonesia.Instrumen itu akan memakai aset surat berharga dalam valuta asing yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying. SVBI akan diterbitkan pada tenor 1,3,6,9 dan 12 bulan.

Sedangkan SUVBI akan diterbitkan dengan tenor 1,3, dan 6 bulan dengan settlement T+2.Sementara itu, BI mencatat kepemilikan asing atas Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) telah menembus Rp 16,98 triliun hingga 6 November 2023 dari total outstanding Rp 144,31 triliun. Total yang sudah diperdagangkan di pasar sekunder Rp 27,99 miliar.

 


Kepemilikan Asing

Yen Jepang mencatat pelemahan terdalam yakni 0,81 persen, disusul dolar Singapura yang melemah 0,15 persen, baht Thailand melemah 0,09 persen, yuan China melemah 0,09 persen, ringgit Malaysia melemah 0,04 persen, dolar Hong Kong melemah 0,03 persen, dan rupee India melemah 0,009 persen terhadap dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto menuturkan, kepemilikan asing di SRBI telah mencapai Rp 16,98 triliun per 6 November 2023. Edi menuturkan, SRBI cukup berpengaruh terhadap stabilisasi rupiah. Saat pasar global kondusif, terjadi penguatan rupiah yang cukup besar.

Sebaliknya, rupiah turut tertekan saat pasar global juga lesu.Di sisi lain, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) BI Donny Hutabarat menuturkan, instrumen itu mampu menambah likuiditas valuta asing atau valas di dalam negeri.

"Secondary market SRBI ini sebetulnya sudah cukup berkembang saat ini, sudah masuk sekitar 1 miliar dolar AS. Pasti ada kaitannya dengan maksudnya offshore dan berkontribusi ke penguatan rupiah," kata Donny.

Infografis Beda Rupiah 1998 dengan 2018 terhadap Dolar AS. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya