Liputan6.com, Kendari - Sejak akhir akhir Juli 2023, elnino atau peningkatan suhu panas ekstrem melanda wilayah Sulawesi Tenggara. Akibatnya, kondisi kekeringan sumber air dan lahan pertanian terjadi di sejumlah kabupaten.
Namun, sejumlah petani padi di wilayah Konawe Selatan, bisa memanen padi dua kali sejak Oktober hingga November 2023. Panen pertama, dilakukan di Kecamatan Buke, Rabu (25/10/2023).
Advertisement
Sedangkan panen kedua, di wilayah sentra pertanian padi Desa Masagena Kecamatan Konda, Sabtu (18/11/2023). Pada panen kali ini, Pemda Konawe Selatan mengundang Pj Gubernur Sulawesi Tenggara dan Forkimpinda Sultra.
Menariknya, saat panen sedang berlangsung di wilayah Masagena, hujan tiba-tiba mengguyur kecamatan paling dekat dengan Kota Kendari itu. Padahal, sudah sejak Agustus 2023, hujan tak kunjung turun.
Hujan deras terjadi sejak pukul 9.20 Wita hingga menjelang pukul 11.00 Wita. Sekitar sejam kemudian, sejumlah pejabat hanya bisa pasrah, saat air merembes masuk hingga ke sela-sela tenda acara.
Satur, salah seorang petani padi Desa Masagena mengaku kaget, hujan perdana terjadi saat acara panen. Padahal, selama ini di wilayah itu tak pernah turun hujan deras selama beberapa bulan.
"Ini hujan perdana, selama ini panas terus. Sumber air kami di sawah sampai kering," ujar Satur, petani padi asal Desa Masagena.
Satur mengatakan, sejak petani terdampak elnino di Konawe Selatan, lahan seluas 564 hektare sawah di Masagena, kesulitan mendapatkan suplai air. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, meskipun kemarau namun tidak sampai menyebabkan irigasi kering.
"Sumber air terbatas, kami petani harus bergantian mengaliri air ke sawah," ujar Satur.
Kata dia, petani memerlukan irigasi yang cukup untuk menyuplai kebutuhan air sawah. Kondisi kekeringan akibat elnino, menyebabkan debit air dari irigasi menuju lahan pertanian berkurang.
Terkait kondisi kekeringan ini, Kadis Pertanian Konawe Selatan Dr Yesna mengatakan, saat ini wilayah Konawe Selatan membutuhkan perhatian serius pemerintah terkait kondisi petani padi. Menurutnya, ada sekitar seribu hektare lebih sawah terdampak kekeringan.
"Tahun 2023, sebanyak 1.443 hektare sawah di Kecamatan Konda siap panen, terdampak kekeringan," ujar Yesna.
Yesna memaparkan, wilayah Konawe Selatan memiliki lokasi persawahan seluas 20.494 hektare. Jumlah sawah dengan irigasi, sekitar 14.113,3 hektare. Sedangkan sawah tadah hujan seluas 6.381 hektare.
"Namun, tahun 2024 dengan tantangan kondisi iklim, petani di Konawe Selatan masih bisa memanen padi sejak Oktober 2023," ujar Yesna.
Keluhan Petani Konawe Selatan
Meskipun Konawe Selatan menjadi salah satu daerah penghasil beras terbesar di wilayah Sulawesi Tenggara, kondisi petani masih memprihatinkan. Permasalahan utama yaitu, peningkatan jumlah irigasi persawahan, peralatan dan peningkatan sumber daya manusia.
Mardani, salah seorang petani mengatakan, jumlah sistem irigasi yang masih jauh dari kebutuhan petani kerap jadi masalah. Sehingga, hal ini perlu menjadi perhatian serius.
"Apalagi, daerah kami ini jauh dari sungai, kami harap ada solusi," ujar Mardani.
Petani lainnya, Sardiman mengatakan, petani wilayah Konawe Selatan juga masih memerlukan tambahan alat-alat dan mesin pertanian. Menurut mereka, mesin penggilingan padi dan alat pertanian, bisa menjadi salah satu cara maksimal meningkatkan efektivitas produksi.
Keluhan petani, menjadi sorotan Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi Revianto. Dia menegaskan, upaya meningkatkan produktivitas hasil pertanian bukan lah langkah yang diputuskan sendiri oleh petani. Namun, negara harus hadir membantu petani.
"Saya sampaikan, Saya minta kadis pertanian dan bupati, memasukkan program dan alokasi anggaran untuk peningkatan produktivitas pertanian dari APBD Sulawesi Tenggara," kata Andap.
Kata dia, program ini kesejahteraan petani dan keluarga. Diantaranya, program tak layak huni dan jaminan beasiswa anak petani. selanjutnya, peningkatan mutu infrastruktur pertanian.
"Selain infrastruktur, tata niaga beras harus dibenahi. Saya cermati, hasil panen beras banyak dibawa keluar ke Sultra," ujar Andap.
Kata Andap, penyebab kondisi ini yakni Sultra masih ada beberapa tempat belum miliki industri penggilingan padi belum memadai. Kedua, pengepul membayar lebih tinggi.
"Terkait hal ini, kami berupaya membangun kerja sama dengan badan pangan nasional dan bulog," ujar Andap.
Andap berharap, ada kerjasama antara Pemda dengan Bulog untuk mengamankan rantai pasok beras. Tujuannya, agar masyarakat bisa menerima beras dengan aman, cepat dan terjangkau.
"Untuk peningkatan daya beli, kami instruksikan agar seluruh ASN wajib membeli beras lokal," papar Andap.
Selain itu, untuk menjamin harga beli dari petani, pihaknya akan segera merumuskan subsidi harga. Kata dia, kerja selanjutnya akan ada pembahasan dari seluruh OPD untuk mewujudkan program ini.
Advertisement