Sidang Kasus Batu Bara di PN Banjarbaru, Kuasa Hukum: Tidak Ada Tindak Pidana

Persidangan dengan agenda pembacaan replik atau jawaban atas pledoi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap empat terdakwa

oleh Aslam Mahfuz diperbarui 21 Nov 2023, 23:00 WIB
Suasana Sidang Replik Dugaan Kasus Kriminalisasi Penggelapan dan Penipuan Bisnis Batu Bara di Kalsel. (Liputan6.com/Aslam Mahfuz)

Liputan6.com, Banjarbaru - Pengadilan Negeri Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali melanjutkan sidang dugaan kasus penipuan dan penggelapan usaha bisnis batu bara, Senin (20/11/2023) siang. Persidangan dengan agenda pembacaan replik atau jawaban atas pledoi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap empat terdakwa.

Keempat terdakwa diantaranya, AC Direktur PT.EEI TBK, HS direktur PT.EGL, KH pemegang saham PT.EEI serta DH, dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis batu bara.

Poin replik yang dibacakan oleh JPU di depan Majelis Hakim itu diantaranya, tetap pada keyakinannya yakni sesuai dengan tuntutan awal, yang mana para terdakwa dituntut pidana penjara selama 3 tahun 10 bulan.

Usai persidangan tim kuasa hukum terdakwa Pahrozi dari kantor hukum Equitable law firm mengatakan, jawaban dari JPU seharusnya tidak perlu, karena pihaknya menilai tidak ada fakta persidangan yang dibantah oleh tim Jaksa Penuntut Umum, padahal persidangan itu sejatinya membuktikan fakta persidangan.

"Replik itu sesungguhnya kan membantah atas pledoi, namun kami memandang sejatinya tidak perlu dijawab, kenapa karena tidak ada fakta persidangan yang dibantah oleh tim jaksa penuntut umum, padahal persidangan itu sejatinya membuktikan fakta persidangan, ranah majelis untuk membuktikan siapa yang bersalah atau tidak, unsur terbukti atau tidak, tetapi penuntut umum, pengacara, hakim, panitera wajib memastikan peristiwa apa yang terjadi di persidangan, itu penting," jelas Pahrozi.

Sementara itu salah satu terdakwa, AC mengatakan kepada insan pers terkait replik Jaksa Penuntut Umum, dirinya tidak melihat fakta hukum yang selama ini berjalan di dalam persidangan.

"Mohon maaf saya melihat repliknya itu tidak melihat fakta hukum, dan fakta persidangan yang ada serta banyak yang diabaikan, bahkan menurut saya ada yang tidak disampaikan dengan sebenar-benarnya, sehingga ini adalah tetap pemaksaan hukum, untuk pemaksaan kriminalisasi saya dan kawan-kawan, supaya ini terjadi pidana, padahal jelas tidak ada tindak pidana," ungkapnya.

"Saya ulangi lagi pertama, H. Sar'i tidak pernah membayar PPJB dan sudah diakui di fakta persidangan, dan tidak diungkap di dalam replik JPU, yang kedua dikatakan bahwa H. Sar'i telah membayar giro atau cek tidak ada hal seperti itu yang terjadi," tambahnya.

Pada sidang sebelumnya yang turut dihadiri penghubung Komisi Yudisial dan puluhan karyawan, pada sidang kali ini, sejumlah karyawan kembali menyaksikan jalannya persidangan, dimana sama seperti kemarin, mereke serempak mengenakan pakaian kaos putih bertuliskan “Stop Kriminalisasi”.

Sebagaimana diketahui kasus ini mengemuka diawali dari adanya perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB Saham) yang selama ini menjadi dasar bagi Sar’i (Pelapor) untuk mengklaim sebagai pihak yang berhak atas 40 persen saham dalam PT Indomarta Multi Mining (PT IMM), tidak pernah terealisasi, dan tidak pernah melakukan transaksi pembayaran atas nilai saham sebagaimana yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut.

Atas tidak dilakukannya pembayaran dalam PPJB oleh Sar’i, maka Akta Jual Beli (AJB) Saham tidak pernah terjadi, sehingga terungkap fakta hukum dalam persidangan bahwa peralihan hak atas saham sebanyak 40 persen tersebut ternyata selama ini tidak pernah terjadi.

Selain itu dalam persidangan juga terungkap adanya seputar perjanjian utang piutang antar pihak, termasuk pemberian saham sebesar 40 persen. Hal itu dilakukan diduga lantaran tidak terpenuhinya uang yang mau diserahkan yakni sebesar 72 miliar rupiah, namun hanya sebesar 49,5 miliar rupiah saja.

Belakangan para terdakwa merasa kasus tersebut terkesan dipaksakan ke ranah pidana, sehingga merasa dikriminalisasi, setelah para terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.

Selain itu, tim kuasa hukum juga mempertanyakan proses mekanisme selama proses penyelidikan hingga penyidikan, dimana menurut kabar bahwa para terdakwa ini hanya satu hari dilakukan penahanan oleh pihak Kejaksaan, besok harinya atau satu hari setelahnya berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap dan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarbaru untuk menjalani proses persidangan.

Kasus yang mirip atau serupa pernah terjadi di Lampung Utara sebagaimana pemaparan Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung RI, dinyatakan oleh Arteria Dahlan, ada kasus warga jadi korban oknum jaksa ditahan 1 hari besok langsung dilimpahkan ke pengadilan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya