Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan atau Kemenkes menerapkan teknologi pelepasan nyamuk Wolbachia di 5 kota di Tanah Air, termasuk Pulau Bali. Pelepasan nyamuk wolbachia ini demi menekan kasus demam berdarah dengue atau DBD.
Namun, upaya penanggulangan DBD dengan teknologi Wolbachia menuai ragam tanggapan di kalangan publik serta peneliti. Bahkan, ragam tanggapan tersebut pun berkembang menjadi disinformasi yang beredar di media sosial atau medsos, serta penolakan sejumlah elemen masyarakat.
Advertisement
Beberapa konten di medsos terkait program pelepasan nyamuk Wolbachia menyebut penyebaran nyamuk itu sebagai senjata pembunuh dari tokoh dunia dalam misi mengurangi populasi dunia. Ada pula konten yang menyatakan gigitan nyamuk yang telah diberikan bakteri Wolbachia bisa menyebabkan kerusakan otak. Termasuk ada pula yang menganggap penyebaran nyamuk Wolbachia tak ubahnya menjadikan rakyat Indonesia sebagai bahan eksperimen terhadap efek nyamuk tersebut.
Tak mengherankan, bila kemudian kontroversi seputar nyamuk Wolbachia mewarnai jagad medsos. Seruan penolakan terhadap pelepasan nyamuk Wolbachia mengemuka pada pertengahan November 2023. Bahkan kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan nyamuk ber-Wolbachia itu berimbas pada ditundanya pelepasan nyamuk Wolbachia di Denpasar, Bali yang rencananya akan dilakukan pada Senin 13 November 2023.
Kemenkes pun merespons adanya penolakan nyamuk Wolbachia? Padahal, teknologi Wolbachia sudah masuk ke dalam salah satu strategi penanganan kasus DBD di Indonesia.
"Kita akan edukasi dan menjelaskan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, bukan hoaks," ujar juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril di Jakarta, Kamis 16 November 2023.
Kemenkes telah menyikapi adanya heboh pelepasan nyamuk Wolbachia. Bagaimana edukasi dari Kemenkes? Bagaimana ragam tanggapan lainnya? Simak dalam rangkaian Infografis berikut ini:
Baca Juga
Infografis Heboh Pelepasan Nyamuk Wolbachia Tekan Kasus DBD
Advertisement