HEADLINE: Menanti Pertemuan Informal Puan dan Jokowi, Bahas Posisi di Partai?

Puan Maharani berencana bertemu Jokowi secara informal. Momen itu disebut bakal membahas banyak hal terkait isu politik saat ini. Termasuk untuk menaikkan elektabilitas Ganjar?

oleh Muhammad AliNanda Perdana PutraMuhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 22 Nov 2023, 00:01 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani bersama Ketua Parlemen MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/11/2023). Pertemuan itu membahas soal perdamaian dunia, khususnya Gaza, Palestina. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Bersama Ketua Parlemen MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia), Ketua DPR Puan Maharani menemui Presiden Jokowi di Istana Jakarta, Senin pagi 20 November 2023. Di forum resmi itu, para pejabat membahas soal perdamaian dunia, khususnya kemerdekaan di Gaza.

Puan mengungkapkan, tak ada pembahasan politik dalam pertemuan itu. Putri dari Megawati Soekarnoputri ini menyebut bakal ada pertemuan lanjutan dengan Jokowi secara informal.

"Bisa saja. Itu dibicarakan. Saya enggak tahu kalau bicara dengan Presiden secara informal. Kami bicara segala hal yang terkait dengan isu aktual dan isu-isu yang kemudian mungkin hanya bisa dibicarakan secara informal," kata Puan Maharani saat diwawancarai di Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 20 November 2023.

Namun, Puan menyebut, hingga saat ini pertemuan tersebut belum bisa dilaksanakan. Karena dirinya dan Presiden Jokowi memiliki waktu yang sangat padat.

"Jadi, pertemuan yang akan datang atau selanjutnya tentu saja akan kami jadwalkan. Ini hanya masalah waktu saja. Presiden mungkin sibuk. Saya juga ada agenda lain. Namun tadi, jika waktunya cocok atau pas saya akan bertemu lagi dengan Presiden," ujar Puan.

Menurut Pengamat Politik Usep S Achyar, komunikasi politik yang dibangun Puan dengan Jokowi terbilang baik. Kepiawaiannya dalam berpolitik ini mewarisi dari ayahandanya, almarhum Taufik Kiemas.

"Bagus ini, komunikasi politiknya Mbak Puan. Itu mewarisi almarhum Pak Taufiq Kiemas. Saya kira harus memuji ya. Itu kan menyejukkan," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (21/11/2023).

Dia memprediksi banyak hal yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Salah satunya terkait dengan elektabilitas pasangan capres cawapres yang bertarung dalam Pilpres 2024 nanti.

"Ini kan pasti berhubungan dengan elektabilitas yang sebentar lagi Pemilu. Masing-masing sudah punya partai, sudah berhadapan posisinya, kalaupun Saya kira mungkin mencari yang terbaik lah ya. Kalaupun misalnya berlawanan," kata dia.

Menurut Usep, sulit untuk tidak menyebut bahwa Presiden Joko Widodo bakal bersikap netral dalam Pilpres 2024 nanti. Ini lantaran anaknya, Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu peserta kontestasi.

"Karena kalau kalau menurut saya, kalau netral itu sudah tidak bisa lah, karena ini kan yang maju anaknya, keluarganya. Beda kalau misalnya yang maju bukan anaknya, itu lain soal. Kemudian juga kan sebenarnya sudah terlalu jauh juga para pendukung Pak Jokowi berseberangan dengan jalan politik PDIP yang dulu bergabung bersama. Ini kan sudah pecah sebenarnya," dia menerangkan.

Selain itu, kata Direktur Riset Populi Center ini, keduanya diprediksi bakal membahas terkait Pemilu agar berjalan secara jurdil. Kemudian dibuat komitmen politik agar semua pihak dapat menerima hasil pemilu dan Pilpres dengan legowo.

"Ini juga kan sebenarnya untuk dibaca di panggung luar. Komunikasi politik lebih shoft yang dilakukan PDIP ya karena kan harus diperhitungkan juga jika keras terhadap Pak Jokowi akan muncul sentimen negatif (kalau diserang)," ujar dia.

Usep menilai Jokowi sudah teruji dalam menghadapi hantaman politik. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dinilainya dapat menahan diri untuk tidak melakukan serang balik. Dan itu dianggapnya justru menguntungkan secara politik bagi Jokowi.

"Pasti Mbak Puan atau yang lainnya di PDIP membaca. Dan sekarang kan serangan-serangan itu tidak langsung dilontarkan para politisi PDIP karena ternyata ketika dilontarkan oleh para politisi PDIP, yang (counter serangan itu) relawan yang simpati terhadap Pak Jokowi," ucapnya.

PDIP, kata Usep, sudah melihat realitas politik bahwa Presiden Jokowi saat ini memegang kendali. Karena itu, PDIP mendorong pemerintah untuk bersikap netral pada 2024.

"Mereka realistis ya, sekarang ini kan yang memegang kuasa ya pejabat dan lain sebagainya di tangan Presiden Jokowi, dan mungkin bahkan intelijen segala macam Polri tentara itu Pak Jokowi. Mungkin ya itu, soal netral ya, fair gitu," ujarnya.

Terkait dengan dukungan di 2024, menurutnya, Jokowi secara normatif bakal mendukung pasangan yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Namun publik sudah membaca arah dukungan Jokowi dalam Pilpres 2024 nanti.

"Orang pasti tahu selama ini bagaimana anak-anaknya diarahkan untuk masuk ke partai lain, juga relawannya menyebar mendukung Prabowo. Saya kira itu sudah jelas ya, bukan hanya simbolik. Kalau ditanya mungkin mendukung mana ya, siapa sih yang tidak mendukung anak, tapi kan sebagai presiden pasti akan mengatakan akan Netral mendukung semuanya," kata Usep.

Karena itu, dia menilai saat ini Jokowi dan PDIP sudah pisah jalan. Langkah itu diambil lantaran adanya perbedaan kepentingan antara keduanya.

"Sekarang sudah pisah jalan, mungkin di permukaan saya kira secara resmi tidak dipecat. Saya kira kalau di politik harus dibacanya beda kepentingan, tidak sejalan. Misalnya kepentingan program Pak Jokowi kok nggak didukung seperti Piala Dunia (terkait Israel). Lalu kemudian Pak Jokowi ingin melanjutkan program-program ternyata kok beda gitu, calon yang diajukan mungkin loyalitasnya tidak lebih banyak ke Pak Jokowi," ujar dia.

Jokowi sebelumnya menjagokan dua nama terkait capres 2024. Keduanya adalah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Bahkan di awal-awal, Jokowi lebih menggadang-gadang Ganjar Pranowo untuk menjadi penerusnya.

"Lalu dicalonkan PDIP. Tapi ketika pencalonan itu seperti ditinggalkan, Pak Jokowi punya kepentingan lain misalnya untuk kepentingan program-program. Pak Jokowi memastikan untuk diteruskan. Itu kan kalau sekarang misalnya yang bisa diakses di antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo, pasangan Prabowo-Gibran kan lebih bisa daripada Pak Ganjar. Karena Pak Ganjar ada lapis-lapis, ada PDIP di situ tapi kalau Prabowo - Gibran itu kan langsung," dia menandaskan.

Infografis Menanti Pertemuan Informal Puan Maharani dan Jokowi. (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu, Direktur Komunikonten Hariqo Wibawa Satria menilai ada sejumlah alasan yang membuat pertemuan antara Puan Maharani dengan Jokowi dilakukan. Di antaranya untuk menaikkan elektabilitas Ganjar-Mahfud yang menurun dalam sejumlah survei nasional.

"Puan sedang berusaha menaikkan suara Ganjar ini dengan cara bertemu dengan Pak Jokowi," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (21/11/2023).

Dia menuturkan, Puan Maharani merupakan pendukung Ganjar Pranowo. Sementara Jokowi semakin kuat kecenderungannya mendukung Prabowo.

"Kemudian juga terjadi. Menurut beberapa data, kemarahan dari para pendukung Pak Jokowi gitu karena Pak Ganjar menilai pemerintah Jokowi ini buruk lah dari sisi penegakan hukum," ucap dia.

Kemudian juga ada kekecewaan dari pendukung Jokowi ketika Ganjar menyebut ada warga yang menutup pintu rumah saat Presiden datang ke Bali. "Yang ketiga ada kekecewaan publik bukan hanya pendukung Pak Ganjar, publik secara umum kecewa dengan pidatonya Ganjar di KPU yang seharusnya mengajak seluruh masyarakat ini bersatu tapi malah menggunakan itu untuk menyerang," kata dia.

Akibatnya, ujar Hariqo, terjadi penurunan suara Ganjar. Kondisi ini belum pernah terjadi sejak Januari 2022. Artinya, dia menegaskan, sudah sejak dua tahun lalu belum pernah survei Ganjar sejatuh itu.

"Januari masuk ke Oktober 2022, masuk ke Agustus. Nah begitu masuk ke November ini, surveinya turun banget bahkan ada yang sudah merilis survei di bawah Pak Anies-Cak Imin gitu kan," Hariqo menjelaskan.

Salah satu penyebab itu, lanjut dia, juga adalah serangan buzzer bizzer Ganjar terhadap Iriana Jokowi. Sehingga Puan harus membangun komunikasi dengan Jokowi lantaran Ganjar sudah sulit berkomunikasi dengan Jokowi.

"Kan seperti Anies susahnya berkomunikasi dengan Jokowi," ucapnya.

Dari ketiga Capres itu, lanjut Hariqo, memang yang komunikasinya intensif dan bagus dengan Jokowi hanya Prabowo Subianto. Kondisi ini bukan karena anggota kabinet namun adanya jargon dan semangat persatuan.

"Jadi relatif Pak Prabowo bisa bertemu langsung dengan Pak Jokowi dengan santai segala macam lah," ujar dia.

Menurutnya, komunikasi Ganjar dengan Jokowi terbilang mampet. Hal ini lantaran mantan Gubernur Jawa Tengah itu telah mengambil posisi layaknya oposisi yang menyerang kebijakan pemerintahan Jokowi.

"Pak Ganjar sekarang seperti ada barrier berkomunikasi dengan Pak Jokowi. Dia mengambil posisi seperti Anies, artinya beroposisi gitu loh. Nah itulah yang dilakukan Mbak Puan. Dia berkomunikasi ya tetap elektoral lah tujuannya bagaimana Ganjar ini bisa naik lagi suaranya," terang dia.

"Artinya untuk menunjukkan bahwa tidak tidak semua orang PDIP itu menyerang Pak Jokowi. Kan semuanya pada menyerang nih, Mbak puan ini yang tidak menyerang," dia menambahkan.

Sementara itu Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengapresiasi rencana pertemuan Puan Maharani dengan Jokowi. Ajang ini dinilainya sebagai sarana untuk saling mengklarifikasi terkait kondisi politik saat ini.

"Kalau memang ada rencana pertemuan dengan Joko Widodo suatu hal yang bagus, sehingga bisa saling klarifikasi tentang beberapa hal karena belakangan ini kita melihat ada dinamika politik yang sangat tidak begitu produktif antara hubungan Jokowi dengan PDI Perjuangan," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (21/11/2023).

Hubungan Jokowi dengan PDIP, menurutnya, mulai terasa renggang ketika putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres 2024. Dia menyebut langkah Gibran masuk dalam arena kontestasi ini menjadi perbincangan negatif publik lantaran berdasar pada putusan MK yang cacat secara etik.

"Ya itu tentu saya melihat sejak Gibran menggunakan keputusan Om-nya (mantan Ketua MK Anwar Usman). Sehingga banyak wacana publik di luar sana yang tidak baik bagi Gibran, bagi Jokowi bahkan, bagi keluarga dan sudah menjadi perbincangan publik dan sudah ada di sosial media," ujarnya.

Seharusnya, dia menegaskan, Jokowi sebagai kader PDIP menaati keputusan partai yang mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Begitu pun Gibran yang juga anggota partai sejatinya mengambil sikap yang sama.

"Jokowi seharusnya tegak lurus mendukung Ganjar tetapi justru dia mengusung Gibran. Nah kemudian Gibran yang harusnya adalah kader PDI perjuangan, harus juga mendukung Ganjar secara etika dan moral politik," kata dia.

Karena itu, pertemuan itu dianggapnya penting untuk saling bertukar tentang pengetahuan pengalaman dan segala hal yang terkait dengan isu politik kekinian di Indonesia. Saat ini, isu politik Tanah Air lebih didominasi soal relasi antara PDIP dengan keluarga Joko Widodo.

"Saya kira pertemuan ini baik sekali," dia menegaskan.

Emrus menuturkan, Presiden Jokowi dalam sejumlah kesempatan menyorongkan nama Ganjar Pranowo sebagai capres yang tepat di 2024. Bahkan Jokowi sempat merancang kemeja garis-garis hitam-putih untuk kampanye Ganjar.

"Jokowi sebelumnya tampaknya Ganjaris tapi begitu mudahnya berubah. Saya kira perlu adanya klarifikasi antarmereka sehingga hubungan relasi PDI Perjuangan katakanlah lebih bisa membuka pintu, jadi cair," ujar dia.

Menurut Emrus, saat ini sikap politik keluarga Jokowi sudah tidak mengikuti irama PDIP. Indikator itu sudah terlihat dari langkah politik yang ditempuh dari masing masing keluarga Jokowi.

"Apakah itu disebut meninggalkan atau tidak meninggalkan (PDIP)? Yang pasti tidak satu garis dengan mengusung Ganjar. Sehingga saya definisikan Jokowi maupun Gibran maupun Bobby telah meninggalkan PDIP sementara PDIP Perjuangan sudah berjasa untuk mereka," kata dia.

Terkait dengan netralitas Jokowi dalam Pilpres 2024, Emrus menilai itu bisa dilakukan sebatas hukum dan perundang- undangan. Namun secara psikologis, sosiologis, antropologis, dan politik, tidak mungkin itu dapat dilaksanakan.

"Kalau Jokowi sungguh-sungguh netral harusnya anaknya dikatakan "Hei jangan jadi calon kau", baru netral. Kalau anaknya tidak maju, berarti dalam pemilu ini yakin dengan netralitasnya. Tapi kalau anaknya maju, saya katakan empat poin tadi, tidak mungkin netral," dia menandaskan.

Infografis Ragam Tanggapan Hubungan Presiden Jokowi dengan PDIP. (Liputan6.com/Abdillah)

Puan Pastikan Bertemu Jokowi

Ketua DPP PDIP Puan Maharani memastikan akan tetap bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, baik dalam agenda resmi kenegaraan sebagai Ketua DPR RI maupun dalam jabatan non pemerintahan.

“Jadi sesi-sesi selanjutnya sebagai Ketua DPR dengan Presiden pasti saya akan bertemu dengan Presiden. Kalau pun nanti ada sesi yang bukan merupakan Ketua DPR dan Presiden, maksudnya sesi resmi, tentu saja akan melakukan itu (bertemu),” tutur Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

“Buat saya silaturahmi dengan semua pihak akan menjadi sangat penting, apalagi di dalam menjelang pesta demokrasi atau pemilu yang akan datang,” sambungnya.

Menurut Puan, pertemuan sebelumnya antara dirinya dengan Presiden Jokowi merupakan sesi resmi sebagai Ketua DPR RI.

“Karena saya sebagai Ketua Mikta, Forum Konsultasi Mikta 5 Negara. Kemudian mengantarkan ketua parlemen yang ada di Mikta konsultasi untuk bertemu dengan Presiden RI yaitu Pak Jokowi,” jelas dia.

Tentunya sebagai pejabat negara, sambungnya, Puan harus menjalankan tugas dan fungsi yang melekat. Sebab itu, perlu ada pertemuan bersama dengan Presiden RI.

“Menjalankan sebaik-baiknya sehingga rakyat pun bisa melihat bahwa pemimpinnya dalam melaksanakan pesta demokrasi itu memang dilaksanakan dengan baik, kemudian nyaman, kemudian damai, dan tetap menjalankan tugas-tugasnya secara fungsional,” Puan menandaskan.

Sedangkan Ketua DPD PDIP Bambang Wiryanto alias Bambang Pacul menanggapi kabar kerenggangan hubungan antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri itu. Menurutnya, publik dapat melihat sendiri lewat dinamika politik di lapangan.

Opo? Hubungan PDIP dengan Pak Jokowi?Saya tidak akan berkomentar, tapi dikau punya lihat sendiri, ya toh,” tutur Bambang di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Menurut Bambang, kerenggangan itu dapat dilihat lewat keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Sementara, putra Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden dari kubu kompetitor Pilpres 2024.

“Tentu ada perbedaan dalam hal ini, ada yang beda antara pak presiden tentu ada, gini loh. Normalnya kan ada cawapres putranya. Kalau PDIP kan Bu Mega keputusan kongres calonnya Pak Ganjar, kan clear kan. Jadi kalau apakah ada kerenggangan? Ya dikau baca sendiri aja ada renggang atau enggak,” jelas dia.

Adapun soal menarik semua menteri PDIP dari kabinet pemerintahan Jokowi, lanjutnya, hal itu sepenuhnya menjadi keputusan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Menarik menteri itu kan kebijakan ketua umum. Yang saya dengar pastikan bahwa kita diminta partai, anggota dewan diminta mendukung Pak Jokowi sebagai presiden sampai akhir masa jabatan,” Bambang menandaskan.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebelumnya mengungkap para menteri yang berasal dari partainya sudah merasa tak nyaman duduk di pemerintahan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi menteri di PDI Perjuangan tetap punya tanggung jawab untuk bangsa dan negara karena tugasnya sebagai pembantu Presiden Republik Indonesia siapapun itu presidennya," kata Hasto di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (18/11/2023).

"Jadi tekanan-tekanan nggak ada, tapi ada batin yang kurang pas ya mungkin, tapi ya kita semua bekerja," sambungnya.

Menurutnya, PDIP sudah banyak mengalami peristiwa naik dan turun di perpolitikan.

"Sehingga kami sudah menampilkan suatu tingkat kedewasaan, ya ibaratnya ini ujian naik kelas ibaratnya ini ujian mental spiritual, ujian terhadap soliditas partai," kata Hasto.

"Ujian terhadap konsistensi di dalam semangat juang khususnya amanat reformasi ini semua ujian ujian bagi kami," ujarnya.

Namun, ketika ditanya apakah para menteri dari PDIP akan mundur dari kabinet, Hasto langsung menyudahi wawancara.

Namun, beredar isu menteri-menteri Jokowi yang berasal dari PDIP akan mundur dari kabinet. Saat ini dalam kabinet Jokowi ada tujuh orang menteri yang berasal dari PDIP.

Mereka adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Gusti Ayu Bintang Darmawati.

Kemudian Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas dan Sekretaris Kabinet yaitu Pramono Anung.

Sementara Mensesneg Pratikno menegaskan jika isu mundurnya menteri-menteri dari PDIP ini tidak benar. "Ah, enggak-enggak. Ana-ana wae (ada-ada saja isunya). Enggak ada, enggak," ucap Pratikno di UGM, Rabu (25/10).

Mantan Rektor UGM ini menyebut saat ini suasana dalam kabinet Jokowi tetap harmonis. Para menteri dinilai Pratikno tetap fokus bekerja sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.

"Harmonis. Kerja. Fokus," ucap Guru Besar Fisipol UGM ini.

 


Kata Jokowi Soal Kabar Meninggalkan PDIP

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya mengungkapkan kondisi terkini di tubuh partai berlambang banteng moncong putih itu. Dia turut menyinggung keterlibatan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam situasi tersebut.

"PDI Perjuangan saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan Rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini. Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur Partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," tutur Hasto dalam keterangannya, Minggu (29/10/2023).

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan Konstitusi. Pada awalnya, kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," sambungnya.

Menurut Hasto, seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP belum selesai rasa lelahnya setelah terus menerus berturut-turut bekerja dari lima Pilkada dan dua Pilpres. Itu menjadi wujud rasa sayang jajaran partai kepada Jokowi dan keluarga.

"Pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," jelas dia.

Hasto menyampaikan, PDIP percaya bahwa Indonesia menjadi negeri di mana rakyatnya bertakwa kepada Tuhan. Indonesia merupakan negeri spiritual dan moralitas, nilai kebenaran, serta kesetiaan sangatlah di kedepankan.

"Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian, lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan,” ungkapnya.

"Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu," Hasto menandaskan.

Hasto juga mengatakan bahwa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI Joko Widodo telah menyepakati untuk mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai bakal capres di Pilpres 2024.

Kesepakatan itu terjadi saat pertemuan yang digelar pada 18 Maret 2023. Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga ikut dalam pertemuan ini.

"Ada pertemuan 3 jam, 2 jam dengan Bu Mega, 1 jam kami ikut mendampingi bersama Mas Pramono Anung. Di situ sebenarnya sudah disepakati untuk mencalonkan Pak Ganjar Pranowo," ujar Hasto di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (2/11/2023) seperti dilansir Antara.

Tak hanya itu, Jokowi juga sempat menyinggung sosok pemimpin berambut putih saat bertemu relawan di GBK pada Sabtu, 26 November 2022. Menurutnya, kode ini juga sejalan dengan kesepakatan yang dibuat bersama Megawati pada Maret lalu

"Pak Ganjar lahir kan yang mengatakan rambut putih siapa? Kan itu dicatat oleh rakyat," katanya.

Ia menuturkan Megawati resmi mengumumkan Ganjar sebagai bakal capres dari PDIP pada Jumat (21/4) lalu. Jokowi pun turut hadir dalam deklarasi itu bersama sejumlah elite PDIP lain.

Pria asal Yogyakarta itu lantas menyoroti sikap seseorang bisa berubah. Pasalnya, para tokoh perjuangan Indonesia adalah sosok yang konsisten.

"Bangsa kita enggak pernah berubah-ubah. Ketika ada yang berubah pasti ada tanda tanya," pungkas dia.

Sementara Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan menanggapi soal dia disebut PDI Perjuangan (PDIP) meninggalkan partai berlambang banteng moncong putih itu. Kekecewaan terhadap sikap Jokowi itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

"Saya enggak ingin mengomentari," kata Jokowi singkat di Pasar Bulan, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa 31 Oktober 2023 lalu.

 

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya