Korea Utara Kembali Rencanakan Peluncuran Satelit Pengintai, Upaya Pertama Sejak Kim Jong Un Balik dari Rusia

Jepang menyatakan akan bekerja sama dengan Amerika Serikat, Korea Selatan, dan negara-negara lain untuk mendesak kuat Korea Utara agar tidak melanjutkan peluncuran tersebut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Nov 2023, 16:05 WIB
Layar TV menampilkan laporan peluncuran roket Korea Utara dengan gambar file selama program berita di Stasiun Kereta Api Seoul di Seoul, Korea Selatan, Kamis (24/8/2023). Korea Utara mengatakan pada hari Kamis bahwa upaya kedua untuk meluncurkan satelit mata-mata gagal tetapi berjanji untuk melakukan upaya ketiga pada bulan Oktober. (AP Photo/Lee Jin-man)

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara mengabarkan Jepang bahwa mereka berencana meluncurkan satelit antara Rabu (22/11/2023) dan Jumat (1/12). Jepang dan Korea Selatan menilai itu bisa jadi upaya ketiga Korea Utara untuk menempatkan satelit mata-mata ke orbit dan melanggar larangan PBB.

Penjaga Pantai Jepang pada Selasa (21/11) mengatakan bahwa Korea Utara menginformasikan bahwa peluncuran tersebut akan tertuju ke arah Laut Kuning dan Laut China Timur. Untuk itu, badan keamanan maritim Korea Selatan mengeluarkan peringatan terhadap kapal-kapal mengenai rencana peluncuran di wilayah yang sama dengan peluncuran sebelumnya.

Korea Utara telah berusaha meluncurkan satelit mata-mata dua kali pada awal tahun ini, namun gagal. Para pejabat Korea Selatan dalam beberapa hari terakhir sudah mengungkapkan potensi bahwa Korea Utara akan mencobanya lagi.

Pemberitahuan Korea Utara memicu kecaman langsung dari Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang mengatakan bahwa sistem pertahanan negaranya, termasuk kapal perusak Aegis dan rudal pertahanan udara PAC-3, siap menghadapi situasi tak terduga yang muncul.

"Bahkan jika tujuannya adalah untuk meluncurkan satelit, penggunaan teknologi rudal balistik merupakan pelanggaran terhadap serangkaian resolusi Dewan Keamanan PBB," ungkap PM Kishida, seperti dilansir Reuters.

"Ini juga merupakan masalah yang sangat memengaruhi keamanan nasional."

Jepang, tegas PM Kishida, akan bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, dan negara-negara lain untuk mendesak kuat Korea Utara agar tidak melanjutkan peluncuran tersebut.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pihaknya mengawasi rencana peluncuran rudal Korea Utara. Peluncuran sebelumnya dilakukan pada dini hari dan ada kemungkinan upaya ketiga akan berhasil.


Hak Berdaulat

Peluncuran tersebut memicu peringatan darurat di Jepang sebelum jam 4 pagi waktu setempat melalui sistem penyiaran J-alert, yang memberitahukan penduduk di prefektur paling selatan, Okinawa, untuk berlindung di dalam ruangan. (AP Photo/Lee Jin-man)

Korea Utara telah memberi tahu Jepang, sebagai otoritas koordinator Organisasi Maritim Internasional (IMO) untuk perairan terkait, mengenai rencana peluncuran satelit sebelumnya.

Bagi Korea Utara, program roket luar angkasa dan militernya merupakan hak berdaulat (sovereign rights). Pyongyang mengatakan pihaknya merencanakan peluncuran armada satelit untuk memantau pergerakan pasukan AS dan Korea Selatan.

Para analis menilai bahwa satelit mata-mata sangat penting untuk meningkatkan efektivitas senjata Korea Utara.

Peluncuran ini akan menjadi yang pertama sejak Kim Jong Un mengunjungi stasiun luar angkasa modern Rusia pada September, di mana Presiden Vladimir Putin berjanji membantu Korea Utara membangun satelit.

Pemberitahuan Korea Utara juga datang pasca kecaman mereka pada Senin atas potensi penjualan ratusan rudal oleh AS ke Jepang dan Korea Selatan, menyebutnya sebagai tindakan berbahaya dan berjanji untuk meningkatkan pencegahan dan menanggapi peningkatan ketegangan.


Korea Selatan Ingatkan Korea Utara Agar Patuhi Perjanjian 2018

Peluncuran terbaru ini bertepatan dengan latihan militer gabungan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat yang berlangsung hingga akhir bulan ini. (AP Photo/Lee Jin-man)

Pada Senin, militer Korea Selatan mengeluarkan peringatan yang menuntut Korea Utara membatalkan rencana peluncuran satelit mata-mata dan menggambarkannya sebagai tindakan provokasi yang mengancam keamanan Korea Selatan.

Disebut bahwa Korea Selatan telah melakukan bagiannya untuk mematuhi perjanjian tahun 2018 dengan Korea Utara untuk tidak terlibat dalam tindakan yang meningkatkan ketegangan, sementara Korea Utara berulang kali melanggarnya dengan meluncurkan rudal dan menerbangkan drone.

Para pejabat Korea Selatan mengatakan mereka sedang mengkaji kemungkinan penangguhan beberapa bagian dari perjanjian tersebut.

Setelah upaya peluncuran satelite mata-mata yang gagal pada Mei, Korea Selatan mengambil puing-puing satelit tersebut dari laut dan mengatakan bahwa analisis menunjukkan satelit tersebut tidak berguna sebagai platform pengintaian.

Korea Selatan sendiri secara terpisah berencana meluncurkan satelit pengintaian pertamanya dari California pada 30 November dengan bantuan AS.

Infografis Misteri Senjata Biologis Korea Utara

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya