Liputan6.com, Jakarta - Jika kamu bertanya kepada ibunya Ginni Rometty cara ia membesarkan empat anaknya menjadi seorang eksekutif tingkat tinggi, ia akan sama terkejutnya dengan kamu.
“Ibuku selalu bertanya, 'Bagaimana ini bisa terjadi?,'” Rometty, mantan CEO IBM ini, mengatakan saat menghadiri pertemuan puncak Forum Bisnis Dunia. “Sampai hari ini, ia akan berpikir, 'Apa yang pernah saya lakukan?," jelas dia melansir CNBC.
Advertisement
Adik bungsu Rometty, Darlene Nicosia, adalah CEO perusahaan manufaktur makanan Hearthside Food Solutions. Kakaknya, Anette Rippert menjabat sebagai kepala eksekutif strategi di perusahaan konsultan Accenture sebelum pensiun tahun lalu, dan saudara laki-lakinya Joe Nicosia adalah petugas operasi perdagangan di perusahaan dagang Louis Dreyfus Company.
Rometty mengatakan salah satu pelajaran khusus dari ibu mereka dalam membantu mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang sukses adalah “Jangan biarkan orang lain menentukan siapa kamu.”
“Saat tumbuh dewasa, keluarga kami hidup cukup normal,” kata Rometty. Hal itu berubah ketika dia berusia 15 tahun, dan ayahnya, sumber pendapatan utama mereka, pergi. “(Dia) tidak meninggalkan apapun kepada kami, tidak ada rumah, tidak ada makanan, tidak ada uang,” katanya.
Keluarga tersebut terpaksa pindah, lalu hidup dengan menerima kupon makanan dan bantuan pemerintah. Ibunya yang saat itu tidak memiliki pekerjaan, kata Rometty kepada Horatio Alger Association pada tahun 2016 berhasil mendapatkan pekerjaan di rumah sakit setempat.
“Ibu tidak pernah membiarkan keadaannya dan menentukan masa depannya sebagai korban,” kata Rometty pada hari Rabu, sambil menambahkan “Gagasan tentang kerja keras dan gagasan tentang jalan ke masa depan, serta hanya mendefinisikan diri sendiri akan menjadi siapa saya,”
Bagaimana kesulitan membawa kesuksesan
Rometty mengatakan, bagi keempat bersaudara tersebut, menyaksikan pengalaman ibunya membuat mereka berdaya untuk bekerja keras, mengurangi keluhan, dan terus-menerus “mencari solusi,”.
Ia merujuk pada kutipan dari penulis buku terlaris serta peneliti kepemimpinan Brené Brown, yang membantunya menempatkan pengalaman tersebut dalam perspektifnya sebagai orang dewasa.
“Ia mengatakan apa yang dia khawatirkan saat ini, yaitu orang tua yang ingin memperbaiki segalanya untuk anak-anak mereka, dibandingkan membiarkan mereka menanggung kesulitan,” kata Rometty. “Ibuku tidak memilih situasi tersebut, tetapi kami memanfaatkannya sebaik mungkin. Hal tersebut pun menjadi sebuah batasan.”
Tak hanya Rometty, banyak tokoh bisnis yang membahas kesulitan yang mereka hadapi sebelum akhirnya meraih kesuksesan. Misalnya, Oprah Winfrey pernah berbicara tentang tumbuh besar di Mississippi tanpa air dan listrik. Mark Cuban tidur di lantai dan menggunakan 6 handuk Motel yang “menjijikkan” di usia 20-an saat mencoba meluncurkan startup pertamanya, MicroSolutions, katanya di panel SXSW awal tahun ini.
“Setiap orang menghadapi rintangan, dan cara meresponnya lah yang menentukan seberapa sukses kamu nantinya,” menurut Christine Carter, sosiolog dan VP ilmu transformasi di BetterUp.
“Pemain elit mengubah kesulitan menjadi kesuksesan,” tulis Carter di majalah Greater Good milik UC Berkeley pada tahun 2013. “Karena kesulitan dalam hidup adalah sesuatu yang lumrah, kesuksesan dan kebahagiaan kita bergantung pada kemampuan kita tidak hanya untuk mengatasinya namun juga untuk benar-benar bertumbuh karenanya. .”
Rometty setuju pada pendapat itu. Mengatasi kesulitan, mengajarkannya untuk menjadi lebih optimis dan berpikiran maju. “Setelah itu, tidak ada yang tampak buruk bagi saya,” katanya. “Saya selalu merasa, tidak ada akhir yang buruk setelah ini.”
Advertisement