Liputan6.com, Jakarta Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu Gita mengaku diselisik soal proses izin usaha pertambangan (IUP) PT Tukad Mas yang bergerak di bidang pertambangan batu.
"Pertanyaan terkait substansi bagaimana proses penerbitan izin dari izin usaha pertambangan operasi khusus PT Tukad Mas. Pada saat itu saya menjadi Kepala Dinas DPMPTSP Provinsi Nusa Tenggara Barat," ujar Lalu Gita di gedung KPK, Selasa (21/11/2023).
Advertisement
Dia mengaku setidaknya dicecar 15 pertanyaan oleh penyidik KPK sejak pukul 12.37 WIB hingga 16.25 WIB. Dia juga mengaku tim penyidik mempertanyakan soal kedekatannya dengan Wali Kota nonaktif Bima Muhammad Lutfi yang jadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Bima, NTB.
"Kira-kira 15 pertanyaan termasuk situasi kondisi, tugas pokok fungsi plus hubungan saya dengan Pak Lutfi (Wali Kota Bima), kenal atau tidak dan lain sebagainya," kata Lalu Gita.
Berkaitan dengan penerbitan izin usaha pertambangan PT Tukad Mas, dia mengaku penerbitan izin itu sudah sesuai aturan. Dia juga mengklaim tak mengetahui ada bagi-bagi uang dalam penerbitan tersebut.
"Itu kita kerjakan semua sesuai dengan SOP. Saya ditanya hanya seputaran tadi proses perizinan. Saya jawab sesuai kompetensi saya selaku kepala dinas perizinan. Wallahualam (soal bagi-bagi duit)," ujar Lalu Gita Ariadi menandaskan.
Lalu Gita Sempat Mangkir Panggilan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi, pada Senin 20 November 2023 kemarin. Namun Lalu Gita yang akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Bima, NTB tak memenuhi panggilan alias mangkir.
KPK menyebut, Lalu Gita yang akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota nonaktif Bima Muhammad Lutfi (ML) ini berjanji hadir di gedung KPK hari ini, Selasa (21/11/2023).
"Dari informasi yang kami terima, Lalu Gita Ariandi (Pj Gubernur NTB) Barat) yang sedianya diperiksa (20/11) dijadwalkan dipanggil sebagai saksi oleh Tim Penyidik, diperoleh konfirmasi dari yang bersangkutan akan hadir pada (21/11) di gedung Merah Putih KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Lutfi (MLI). Dia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Bima.
Advertisement
Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Ditahan KPK
Muhammad Lutfi ditahan setelah KPK resmi mengumumkan statusnya sebagai tersangka.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan pertama pada tersangka MLI selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 hingga 24 Oktober 2023 di Rutan KPK," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Firli menjelaskan, awal mula kasus ini terjadi pada 2019 saat Lutfi bersama dengan salah satu keluarga intinya mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemerintah Kota Bima. Tahap awal pengondisiannya, dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.
Lutfi kemudian memerintahkan beberapa pejabat pada Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar. Proses penyusunannya pun dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima.
Diduga Terima Setoran Rp8,6 Miliar
Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019 hingga 2020 mencapai puluhan miliar rupiah. Lutfi secara sepihak menentukan para kontraktor untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.
Meski demikian, proses lelang tetap berjalan, namun hanya sebagai formalitas. Sementara para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.
Adapun beberapa proyek yang dikondisikan itu di antaranya proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri, serta pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi'Foo. Teknis penyetoran uang itu diduga melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi termasuk anggota keluarganya.
"Atas pengondisian tersebut, Muhammad Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan hingga mencapai Rp8,6 miliar," kata Firli.
Atas perbuatannya, Muhammad Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement