Liputan6.com, Jakarta - Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi memberikan klarifikasi berkaitan dugaan melanggar netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) saat menghadiri acara PDIP di Lombok Tengah pada 10 September 2023. Kehadiran Lalu Gita di PDIP itu tengah diproses di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kalau ditanya kita konfirmasi. Kita laksanakan tugas negara. Waktu itu saya Sekda, Sekda kan pembina politik di daerah," ujar Lalu Gita Ariadi di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/20223).
Advertisement
Lalu Gita mengklaim dirinya sebagai ASN masih menjunjung tinggi netralitas. Bahkan dia menyebut pernah menerima kedatangan Muhaimin Iskandar yang kini jadi cawapres Koalisi Perubahan dan Bambang Soesatyo dari Partai Golkar pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Saya juga ada foto dengan Pak Muhaimin Iskandar dengan Pak Bambang Soesatyo, banyak lah. Karena kita kan Sekda waktu itu, kan tamu-tamu ada datang. Sekarang kalau dimasalahkan, ya repot," kata dia.
"Tugas Sekda kan membina politik di daerah," kata dia.
Aparatur Sipil Negara (ASN) diminta menjaga netralitas di masa Pemilu 2024. Bahkan, pemerintah sudah menerbitkan aturan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Dikutip dari situs setkab.go.id, SKB tentang netralitas ASN ini ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Plt Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, pada Kamis, 22 September 2022.
Sanksi ASN Langgar Netralitas di Pemilu 2024
Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Togap Simangunsong menjelaskan, ada sanksi yang akan diberikan bagi ASN yang tidak netral saat Pemilu 2024.
"Sanksinya adalah pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi moral. Ini agak lembut sedikit," kata Togap, Kamis (16/11/2023).
Menurut Togap, sanksi moral tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Sanksi moral terbagi dua, yaitu sanksi moral terbuka dan tertutup. Sanksi moral terbuka merupakan sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara terbuka.
"Sanksi moral tertutup, sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara tertutup dan terbatas," tambah dia.
Selain itu, ada juga sanksi hukuman disiplin, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat. Keduanya diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Togap memerinci hukuman disiplin sedang tersebut adalah pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan; pemotongan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan; atau pemotongan tunjangan sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Sementara itu, hukuman disiplin berat terdiri atas penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bulan; dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Advertisement
Jenis Pelanggaran Netralitas ASN
Togap juga memaparkan jenis pelanggaran kode etik dan disiplin netralitas ASN yang termaktub dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani lima kementerian/lembaga pada tanggal 22 September 2022.
Beberapa bentuk pelanggaran tersebut, kata dia, adalah memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait dengan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan serentak. Selanjutnya sosialisasi/kampanye media sosial/online terhadap bakal calon.
Selain itu, menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif. Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami/istri bakal calon, serta menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Adapun bakal calon yang dimaksud bukan hanya cakal calon presiden dan calon wakil presiden, melainkan juga bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
"Mem-posting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik, foto bersama. Ini foto bersama karena suka berfoto dengan para tokoh. Ini hati-hati, foto-foto yang sudah 20 tahun lalu atau 10 tahun lalu atau yang masa lalu kadang-kadang bisa juga diangkat," kata Togap.
ASN Dilarang Foto dengan Pose Simbol Jari
Perbuatan yang mencoreng netralitas ASN lainnya adalah membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
"Menjadi tim ahli atau pemenangan atau konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau pasangan calon peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan," kata dia.
Selain itu, ada 10 jenis pose foto yang tidak dilakukan ASN selama jelang Pemilu 2024 seperti dikutip dari instagram resmi @kominfo.jateng:
- Gaya foto membentuk simbol hati seperti gaya Korea Selatan;
- Gaya foto dengan jempol ke atas;
- Gaya foto dengan jari tangan berjumlah tiga;
- Gaya foto dengan jari metal;
- Gaya foto dengan jempol dan telunjuk di dagu yang membentuk pistol;
- Gaya foto dengan mengangkat telunjuk;
- Gaya foto dengan mengangkat dua jari seperti angka dua;
- Gaya foto dengan membentuk telepon;
- Gaya foto dengan menunjukkan lima jari atau angka lima; dan
- Gaya foto dengan membentuk tanda oke dengan tiga jari.
Namun, ada gaya foto yang diperbolehkan, yaitu dengan gaya foto kepalan tangan.
Advertisement