Liputan6.com, Jakarta - Penulis buku 'HMI Change' M. Jusrianto membeberkan sejumlah kriteria kepemimpinan yang dibutuhkan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di era disrupsi teknologi dewasa ini.
"Siapapun tahu bahwa HMI adalah organ mahasiswa Islam tertua dan terbesar di Indonesia yang punya segudang SDM. Kendati begitu, perjalanan organisasi ini belakangan mulai diuji dengan ragam dinamika dan tantangan disrupsi teknologi yang menuntut hadirnya sosok pemimpin yang tepat untuk menjawab kebutuhan zaman," kata Jusrianto dalam Bedah Buku HMI Change, di Obaidys Coffee & Resto, Jakarta Timur, Selasa (21/11).
Advertisement
Wasekjen Pengurus Besar (PB) HMI itu juga memaparkan sederet permasalahan yang kini tengah dihadapi HMI. Permasalahan itu dibaginya dalam dua bagian utama, yakni masalah internal dan eksternal.
"Untuk internal, HMI sejauh ini belum punya kesiapan dalam menyambut tantangan digitalisasi. Selain itu, kurang optimalnya peran sejumlah badan otonom juga menjadi PR tersendiri yang patut dijadikan atensi," ujar pria yang akrab disapa Jus itu.
"Sementara, masalah eksternal meliputi keterbatasan jejaring internasional dan kurangnya keterlibatan dalam agenda-agenda global. Padahal, HMI ini organisasi intelektual paling mumpuni ketika bicara mengenai isu-isu global hari ini. Sayang, ini tidak dimanfaatkan dengan baik," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Asian African Youth Government (AAYG) itu lebih lanjut mengatakan, aneka tantangan dan permasalahan HMI itu bisa dijawab melalui ide peta jalan kepemimpinan HMI di era disrupsi digital.
"Pertama, perlu adanya penguatan kapasitas SDM dalam penguasaan teknologi mutakhir dan pengaktivasian kembali peran dan fungsi lembaga-lembaga otonom HMI yang meliputi Korps HMI-Wati (KOHATI), Lembaga Pengembangan Profesi (LPP), Badan Pengola Latihan (BPL) dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI," paparnya.
Dikatakan, keberedaan badan-badan otonom HMI itu merupakan jangkar dari seluruh perkaderan HMI.
"Sayangnya, beragam kendala baik internal seperti gesekan pengurus, minimnya kajian dan penelitian, produksi karya intelektual yang mandeg, mesin kepengurusan yang kurang berjalan baik, maupun kendala eksternal, meliputi kealpaan merespons dinamika dan perkembangan isu-isu global dan kekinian serta kekurangsiapan menyambut era baru disrupsi digital membuat semua target menjadi kurang maksimal," urainya.
Ia juga mempersoalkan keberfungsian lembaga BPL dan Balitbang HMI, di samping KOHATI dan LPP. Menurutnya, kedua lembaga ini sejatinya memainkan peran sentral dalam mencetak kualitas insan cita maupun sebagai produsen informasi dan pengetahuan.
"Namun, pada kenyataannya, peranan badan-badan tersebut seolah hidup segan mati tak mau. Alias tidak mampu menhasilkan apa yang menjadi harapan organisasi itu sendiri," imbuhnya.
Selanjutnya, ia mengusulkan agar perlu penerapan sistem perkaderan berbasis teknologi. Kata dia, salah satu kelemahan HMI saat ini ialah technology engagement.
"Padahal, hampir tidak ada organisasi modern dewasa ini yang tidak menerapkan teknologi dalam menggerakkan roda organisasinya. Lalu, yang ketiga, HMI perlu memiliki sistem data base berbasis digital. Melalui KTA Digital ini, seluruh kader insan cita akan terdata dengan baik yang tentu memberikan banyak keuntungan bagi organisasi," tukas dia.
Akhirnya, dalam poin keempat, Jus berharap agar Ketua Umum PB HMI akan datang perlu mempersiapkan langkah menuju networking society. Tidak mudah, kata dia, untuk mewujudkan hal ini.
"Sebab, ia membutuhkan visi dan langkah besar dalam membangun dan megembangkan organisasi di level internasional. Mewujudkan langkah ini butuh sosok pemimpin HMI yang punya atensi dan kepekaan terhadap isu-isu global, serta yang tak kalah penting adalah memiliki jejaring luas melintasi negara bangsa," pungkasnya.
Terakhir, pria yang kini maju sebagai kandidat Ketua Umum PB HMI periode 2023-2025 itu memohon doa dan dukungan untuk kelancaran suksesi kepemimpinan HMI pada Kongres HMI XXXII yang digelar 24-29 November 2023 di Pontianak, Kalimantan Barat.
Apresiasi
Sementara itu, pembedah buku Sidratahta Mukhtar mengaku sangat mengapresiasi karya HMI Change yang lahir di tengah gersangnya ide-ide segar dan kontekstual di kalangan kader HMI.
"Penulis dalam buku ini seakan berdialog dengan pemikir besar seperti Nurcholis Madjid (Cak Nur), Agus Salim dan Kuntowijoyo. Terutama soal pemikiran Cak Nur, karena pemikirannya itu alternatif dari pemikiran demokrasi dunia ketiga yang menggunakan kacamata modernitas untuk melihat perkembangan Indonesia," cetusnya.
Ia menambahkan bahwa HMI merupakan organisasi kaderisasi yang mampu berperan melahirkan pemimpin dalam partai politik yang punya tradisi intelektual yang kuat.
Lanjutnya, penulis dalam pandangannya berhasil menawarkan sebuah peta jalan tentang perubahan untuk menjawab tantangan lokal, regional dan global.
"Dengan isi pemikiran HMI Change ini terasa kita sangat siap. Apresiasi Atas karya ini yang berharap HMI mampu menjadi lokomotif pergerakan untuk menjawab tantangan zaman ke depan," tandasnya.
Advertisement