Liputan6.com, Jakarta - Hakim Konstitusi Anwar Usman kembali dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) oleh sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum pada Selasa, (21/11/2023) kemarin.
Para pelapor ini menduga adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman saat menggelar konferensi pers pada 8 November 2023 lalu, pascaputusan MKMK.
Advertisement
"Para pelapor merasa tidak elok menyaksikan tuturan kata dan kalimat yang disampaikan oleh hakim terlapor yang seolah-olah menuding adanya politisasi, skenario, dan fitnah keji yang dialamatkan kepadanya," kata kuasa hukum para Pelapor, Eliadi Hulu dalam keterangan tertulis, Rabu (21/11/2023).
"Padahal dalam Putusan MKMK telah terbukti jika hakim terlapor telah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," sambungnya.
Eliadi juga menambahkan, Anwar Usman harus dapat membuktikan siapa yang ia maksud sebagai pihak yang telah memfitnah, mempolitisasi, dan membuat skenario pembentukan MKMK.
"Apabila Ia tidak dapat membuktikannya maka sama saja yang bersangkutan telah menyebar hoaks dan tidak menghormati putusan MKMK," tambahnya.
Oleh karena itu, para pelapor melaporkan Anwar Usman atas pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi dan meminta agar ia diberhentikan secara tidak hormat sebagai Hakim Konstitusi.
"(Diharapkan) MKMK dapat segera menyidangkan perkara etik tersebut mengingat laporan yang diajukan masih dalam batas waktu masa kerja majelis Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
Anwar Usman Dinilai Kehilangan Legitimasi Etis Sebagai Hakim MK
Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Anwar Usman dinilai belum sepenuhnya mengembalikan kewibawaan lembaga tersebut, apalagi memulihkan reformasi dari titik nolnya.
Dikatakan Juru Bicara Maklumat Juanda sekaligus Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, keberadaan Anwar Usman yang jelas-jelas telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat, namun masih berstatus hakim akan terus menjadi halangan bagi pemulihan martabat dan independensi Mahkamah Konstitusi.
"Anwar telah kehilangan legitimasi etis sebagai hakim. Meski Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menanggalkan jabatan Anwar sebagai ketua hakim dan tidak boleh terlibat dalam perkara perselisihan hasil pemilu/pilpres, sesungguhnya ia telah kehilangan legitimasi etis untuk memeriksa atau mengadili perkara apapun," katanya dalam keterangan, Kamis (9/11/23).
Dilanjutkannya, dengan menimbang etika hakim sebagai pegangan yang kokoh, Maklumat Juanda mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari Mahkamah Konstitusi.
"Pengunduran diri adalah manifestasi dari penghormatan atas amanat Reformasi 1998 yang berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa dan penyelenggaran negara yang bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pengunduran diri adalah bagian dari sebagian upaya untuk memperbaiki martabat dan kemandirian Mahkamah yang pernah ia pimpin, dan etika kehakiman," tambahnya.
Advertisement
Uji Formil Putusan MK
Kemudian, dilanjutkannya, Maklumat Juanda mendesak Mahkamah Konstitusi segera menyidangkan permohonan uji formil atas Putusan MK Nomor 90 tahun 2023 dan permohonan uji materil pasal tentang batas usia yang telah mendapat tafsiran baru, yakni permohonan nomor 141 tahun 2023.
Persidangan ini harus berpijak dari putusan MKMK yang menyimpulkan adanya pelanggaran etik berat atas cara pengambilan putusan tersebut. Persidangan atas peninjauan “Putusan 90” harus dilakukan segera demi kepastian hukum penyelenggaraan pemilihan presiden 2024.
Selanjutnya, Maklumat Juanda mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengajukan hak interpelasi dan hak angket demi menguak dugaan kuat adanya intervensi penyelenggaran negara di lembaga eksekutif atas lembaga yudikatif, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi adalah tempat yang harus dihormati bagi terpeliharanya konstitusi kita. Ia harus diisi orang-orang terhormat dan berintegritas moral yang tinggi.
"Tak ada tempat bagi orang-orang tercela. Mahkamah harus memperbaiki banyak hal yang disinggung MKMK, termasuk konflik kepentingan, saling mempengaruhi antara hakim. Ke depan, Mahkamah memilih ketua Mahkamah dengan rekam jejak, kapasitas, dan integritas moral yang tinggi," paparnya.
Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka