Cacing Ini Dulu Sering Gerogoti Lambung Kapal Nelayan, Kini Jadi Makanan

Cacing perusak kapal nelayan jadi makanan.

oleh Ibrahim Hasan diperbarui 22 Nov 2023, 15:15 WIB
Penampakan cacing kapal di peternakan Universitas Cambridge, Inggris (Sumber: Universitas Plymouth)

Liputan6.com, Jakarta Selama beberapa abad terakhir, cacing kapal telah menjadi momok bagi para pelaut, merusak lambung kapal dan perahu kayu. Namun, kini cacing tersebut bukan lagi ancaman, melainkan pilihan makanan baru yang menarik. Cacing kapal telah berhasil diternakkan untuk pertama kalinya.

Dikenal secara ilmiah sebagai teredinidae, cacing kapal ternyata adalah sejenis moluska kerang, memiliki hubungan kekerabatan dengan kerang, remis, dan tiram. Meskipun cangkang mereka kecil di ujung depan, yang membantu dalam proses pengeboran kayu, di Filipina, cacing kapal sudah menjadi bagian dari hidangan lezat yang dijual secara liar. 

Konon cacing kapal ini rasanya mirip dengan tiram. Ditambah menurut ilmuwan dari Universitas Plymouth dan Cambridge, teredinidae mengandung lebih banyak vitamin B12 dibandingkan moluska lainnya.

Kecepatan pertumbuhan cacing kapal juga menjadi daya tarik, mencapai panjang 30 cm dalam enam bulan, sementara kerang dan tiram memerlukan waktu hingga dua tahun untuk mencapai ukuran yang dapat dipanen.

Menariknya, cacing kapal yang diternakkan ini diawasi oleh para peneliti khusus. Berikut Liputan6.com merangkum keunikan cacing kapal yang kini bisa jadi kuliner melansir dari New Atlas, Rabu (22/11/2023).


Beternak Cacing Kapal Mudah Dilakukan

Penampakan cacing kapal di peternakan Universitas Cambridge, Inggris (Sumber: Universitas Plymouth)

Dr. Reuben Shipway dari Universitas Plymouth dan Dr. David Willer dari Universitas Cambridge, Inggris memimpin tim yang mengembangkan sistem akuakultur modular untuk menumbuhkan cacing kapal di lokasi terpisah dari laut. Sistem ini tidak hanya efisien tetapi juga mengatasi masalah lingkungan, menghindari pencemaran limbah ke laut sekitarnya.

Peternakan cacing kapal terdiri dari tangki air asin yang berisi panel-panel kayu daur ulang dengan cacing. Dengan sirkulasi udara yang cukup, tidak diperlukan sistem sirkulasi air tambahan.

Sebagai bonus, peneliti menemukan bahwa dengan memberikan pola makan cacing kapal yang berkayu dengan pelet khusus berbahan dasar alga, kerang yang dihasilkan kaya akan asam lemak tak jenuh ganda omega-3.


Dipasarkan dengan Nama 'Kerang Telanjang'

Penampakan cacing kapal di peternakan Universitas Cambridge, Inggris (Sumber: Universitas Plymouth)

Meskipun begitu, tantangan utama mungkin terletak pada pemasaran. Agar lebih diterima oleh konsumen, para ilmuwan berencana untuk memasarkan teredinidae dengan nama "Kerang Telanjang". Mereka juga melihat potensi bivalvia sebagai pengganti ikan dalam produk olahan seperti fish finger atau kue ikan, daripada dijual sebagai makanan mandiri.

"Kami sangat membutuhkan sumber pangan alternatif yang menyediakan profil daging dan ikan yang kaya mikronutrien namun tanpa dampak lingkungan, dan sistem kami menawarkan solusi berkelanjutan," kata Shipway. 

Ia juga menambahkan, menu nugget kerang telanjang mungkin bisa menjadi cara luar biasa agar bisa beralih dari makan daging sapi. Ia menyinggung jejak karbon dunia peternakan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya