Liputan6.com, Jakarta Komisi I DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada pengambilan keputusan tingkat pertama.
Selanjutnya revisi UU ITE akan disahkan pada rapat paripurna selanjutnya.
Advertisement
Seluruh fraksi pun menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I dengan pemerintah.
"Jadi artinya keseluruhan fraksi sudah menyampaikan padangan mini akhir tehadap perubahan Undang-Undang ITE untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang, ini dari DPRnya dulu kami ketok," kata Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Meutya menjelaskan, fokus revisi UU ITE kali ini adalah mengamankan transaksi digital. Tidak ada hal yang terkait dengan sanksi.
"Undang-undang ini namanya transaksi elektronik, kita hampir lupa karena banyak kasus ITE ini justru bukan digunakan untuk transaksi elektronik," katanya.
DPR dalam revisi ini ingin menyempurnakan ekosistem digital. Khususnya untuk memperbaiki transaksi ekonomi digital.
"Sehingga sebagaimana Ketua Panja sampaikan, cukup banyak dan cukup komprehensif tambahan-tambahan lainnya untuk melindungi transaksi digital di dalam RUU ITE ini," jelas Meutya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menjelaskan substansi perubahan dalam UU ITE. Sebuah pada UU ITE yang menjadi pasal bermasalah adalah Pasal 27 dan 28.
Pada Pasal 27 ayat 1 diatur mengenai aturan muatan kesusilaan serta ditambah penjelasan Pasal 27 ayat 2 mengenai ketentuan perjudian.
Nama Baik Seseorang
Pada pasal 27a, diatur penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
Pasal 27b ditambah ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk mendapatkan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang.
Kemudian pasal 28 ayat 1 diubah ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiil bagi konsumen dan transaksi elektronik.
Berikutnya pada Pasal 28 ayat 2 terkait larangan perbuatan yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.
Advertisement
Mengirimkan Dokumen Elektronik
Kemudian, pasal 29 diatur perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.
Perubahan rujukan pasal ketentuan larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan larangan dan mengakibatkan kerugian materiil diatur dalam Pasal 36
Penambahan ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum dan memiliki muatan pornografi, perjudian, dan lain-lain.
Pemerintah Berwenang Melakukan Moderasi Konten
Selain itu juga pemerintah berwenang untuk melakukan moderasi konten yang memiliki muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat diatur dalam Pasal 40 Ayat 2b, 2c, 2d
Perubahan kata perlindungan dalam Pasal 40 Ayat 5 dan Pasal 43 Ayat 2 RUU ITE menjadi kata pelindungan, karena lebih sesuai dengan makna kalimat dalam kedua norma tersebut.
Penambahan ketentuan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif diatur dalam Pasal 40a.
Penambahan ketentuan mengenai kewenangan PPNS untuk memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik dan/atau aset digital diatur dalam Pasal 43 Ayat 5 huruf l.
Perbaikan kata berkerja sama dalam Pasal 43 Ayat 8 RUU ITE menjadi kata bekerja sama aga sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik.
Perubahan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 45a.
Penyelarasan ketentuan pidana dala Pasal 45b sebagai konsekuensi perubahan Pasal 29 RUU ITE yang diatur norma tersebut.
Pemberlakukan beberapa pasal perubahan UU ITE sampai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP diatur dalam Pasal II.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Advertisement