Industri Iklan dan Media Kreatif Tak Diajak Susun RPP UU Kesehatan Soal Rokok, YLKI Beri Tanggapan

Industri iklan dan media kreatif tak diajak dalam penyusunan RPP UU Kesehatan soal rokok.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 23 Nov 2023, 07:00 WIB
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menanggapi konferensi bertajuk "“Menyoal Komitmen Pemerintah dalam Melindungi Masyarakat dari Zat Adiktif Melalui Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan” di Jakarta pada Rabu, 22 November 2023. (Dok Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Industri iklan dan media kreatif mengaku tak diajak dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Kesehatan atau RPP UU Kesehatan soal rokok. Mereka pun menolak disahkannya RPP Kesehatan lantaran isi regulasi larangan iklan rokok atau produk tembakau dapat mematikan usaha.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menanggapi dari sisi benchmarking penyusunan regulasi terhadap pengendalian tembakau, termasuk persoalan iklan rokok sekaligus promosi dan sponsorship produk tembakau.

Di negara-negara lain, pembuatan regulasi pengendalian tembakau memang tak melibatkan industri dan stakeholder lain yang membuat, memproduksi atau mempromosikan produk tembakau. Alasannya, tidak akan ada titik temu keputusan nantinya.

"Bicara benchmarking regulasi terhadap pengendalian tembakau di dunia, khususnya industri itu memang tidak boleh dilibatkan dalam pembuatan regulasi yang berdimensi pengendalian tembakau," jelas Tulus saat ditemui Health Liputan6.com di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2023).

"Ya karena enggak mungkin, enggak akan ada titik temu antara regulasi pengendalian tembakau dengan pihak industri. Kenapa? Di satu sisi kan ingin pengendalian konsumsi, di sisi lain ingin meningkatkan konsumsi. Jadi enggak nyambung."

Tak Akan Ada Titik Temu Kebijakan

Tulus memberi contoh, misalnya ada larangan susu formula, kemudian kebijakan penyusunannya itu melibatkan industri susu formula. Hasilnya, tidak akan ada titik temu kebijakan yang diputuskan.

"Contohnya begini, soal larangan susu formula, tapi melibatan industri susu formula misalnya. Ya enggak mungkin, tidak akan ada titik temu, jadi enggak boleh (dilibatkan). Nah tapi di kita masih dilakukan oleh Pemerintah, khususnya untuk industri iklan dan segala macam," pungkasnya.


Indonesia Masih Ada Iklan Rokok

Indonesia, kata Tulus Abadi, merupakan negara yang masih melegitimasikan iklan rokok. Sementara itu, negara-negara lain seperti Eropa dan Amerika sudah melarang adanya iklan rokok.

"Di Eropa, iklan rokok telah dilarang sejak tahun 1963, di Amerika Serikat (AS) iklan rokok dilarang sejak tahun 1970, di kita sampai sekarang masih ada. Jadi kita ini dalam hal kebijakan rokok masih sangat primitif," lanjutnya.

"Karena masih melegitimasi promosi, sponsorship produk yang jelas zat adiktif. Tidak ada produk adiktif diiklankan karena enggak diiklankan pun laku sebab dia masih legal, masih dicari orang."

Dengan demikian, YLKI dan jaringan pegiat pengendalian tembakau lainnya mengusulkan perlu ada pengetatan iklan rokok.

"Pengetatan seketat mungkin di penyiaran, yang tadinya jam 21.30 sampai 05.00 menjadi 23.00 sampai 03.00. Karena pada jam itu anak-anak masih nonton tv. Sebenarnya, usulan kami pengen melarang total iklan rokok, tapi kan iklan itu masih boleh di media cetak dan media pers," sambung Tulus.


Tolak Larangan Iklan Produk Tembakau

Ilustrasi industri kreatif, periklanan, dan penyiaran ramai-ramai menolak larangan iklan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan UU 17/2023 tentang Kesehatan. /credit: pexels.com/lilartsy

Industri kreatif, periklanan, dan penyiaran ramai-ramai menolak larangan iklan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan UU 17/2023 tentang Kesehatan.

Asosiasi di bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran menilai larangan iklan produk tembakau, termasuk iklan rokok dan rokok elektrik dapat mematikan usaha mereka.

Untuk itu, enam pimpinan asosiasi menolak dengan menandatangani surat resmi berisi masukan dan keberatan terhadap RPP Kesehatan. Adapun surat itu ditujukan kepada Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.

Surat tertanggal 9 November 2023 itu memuat sejumlah poin berupa masukan dan kritik terkait RPP kesehatan.

Surat itu ditandatangani oleh masing-masing perwakilan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI), dan Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII).

Tidak Dilibatkan Proses Penyusunan RPP Kesehatan

 

Industri kreatif nasional tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan partisipasi publik bermakna. Sesuai amanah UU, sebagai salah satu pemangku kepentingan, kami tidak pernah diinformasikan dan dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap keberlangsungan usaha, demikian bunyi poin ketiga dalam surat tersebut, dikutip Senin (20/11/2023).

Kementerian pembina sektor di mana kami bernaung juga tidak pernah diinformasikan atau pun dikonsultasikan terkait rencana dan proses penyusunan regulasi tersebut. Hal ini disayangkan karena pemahaman industri kreatif menjadi sangat terbatas terkait rencana penerapan peraturan tersebut.


Kecemasan Larangan Total Iklan Produk Tembakau

RPP UU Kesehatan, menurut asosiasi periklanan dan industri kreatif, disusun dengan metode omnibus, yang mana poin-poin pelarangan total juga dibahas bersamaan dengan hal yang tak berkaitan dengan sektor-sektor gabungan Asosiasi tersebut.

Larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif.

Meski demikian, industri ekonomi kreatif nasional patuh pada aturan iklan produk tembakau dan turut mendukung upaya pemerintah menurunkan prevalensi perokok anak. Selaku pelaku usaha yang beroperasi di Indonesia secara legal dan bertanggung jawab, asosiasi industri ekonomi kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku," tulis Asosiasi.

Penyusunan RPP Kesehatan dapat Lebih Terbuka

Asosiasi periklanan berharap penyusunan RPP kesehatan dilakukan lebih terbuka.

Kami terbuka dalam diskusi proses penyusunan kebijakan agar dalam perubahannya tidak merugikan para pelaku industri kreatif serta tepat sasaran dalam mendukung upaya pemerintah. Dan, berharap agar dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap industri kreatif, tutup Asosiasi.
Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya