Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar provinsi telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi 2023 atau UMP 2024. Kalangan pengusaha menilai, kenaikan UMP 2024 ini sesuai dengan tantangan perekonomian Indonesia kedepannya.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang penentuan UMP 2024 sudah sesuai dengan regulasi dan sejalan dengan tantangan dunia usaha. Meski, secara persentase kenaikan upah berkisar 1,19-4,98 persen, tergantung dari masing-masing provinsi.
Advertisement
"Ini solusi terbaik untuk mencari penyesuaian upah minimum tahun 2024 yang sudah dibahas bersama," kata Wakil Ketua Umum bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia, Agus Dermawan kepada Liputan6.com, Rabu (22/11/2023).
Besaran kenaikan UMP 2024 ini, kata Agus, melihat juga soal potensi pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Dia menilai, ada beberapa momen yang bisa menghambat, bisa disebut ini jadi tekanan terhadap dunia usaha.
"Karena pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2024 perlu kita antisipasi lebih mendalam dengan eskalasi politik Pilpres, pilkada dan Pemilu pasti mempunyai dampak pelambatan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya inflasi. Pengusaha sangat hati-hati menghitung demi keberlangsungan usaha dan perusahaan," tuturnya.
Agus menegaskan, dampak kenaikan upah tadi bisa menyasar ke semua pihak. Baik itu pengusaha, pekerja, arus investasi, hingga arus keluar modal kerja. Namun, dia menyebut keputusan UMP 2024 naik perlu diapresiasi dan disyukuri semua pihak terkait.
"Ke depan yang lebih perlu kita susun bersama adalah tentang struktur dan skala upah bagi pekerja yang bekerja diatas 1 tahun. Ini yang lebih penting dan lebih banyak jumlahnya," beber Agus.
Apindo Sebut Kenaikan UMP 2024 Ideal
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memandang kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2024 masih dalam batas ideal. Diketahui, upah naik berkisar 1,19-4,89 persen di seluruh Indonesia.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, dengan kenaikan UMP 2024 tadi, tak begitu berdampak pada perusahaan. Hanya saja, karena besaran kenaikannya berbeda-beda, maka dampaknya pun berbeda.
"Tiap daerah berbeda beda kenaikannya jadi dampak ke perusahaan tidak bisa disamaratakan," ujar Shinta kepada Liputan6.com, Rabu (22/11/2023).
Kendati begitu, Shinta mengatakan, perumusan kenaikan UMP 2024 ini cukup proporsional dengan landasan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
“Sesuai dengan fungsi strategis upah minimum dalam stabilitas perekonomian nasional, faktor keputusan berinvestasi, reformasi struktural perekonomian jangka panjang dan bentuk peran negara dalam memberi perlindungan kepada pekerja, kami di APINDO menilai bahwa formula perhitungan UMP 2024 dengan mengacu pada PP No. 51/2023 bersifat lebih ideal dibandingkan dengan aturan sebelumnya atau PP No. 36/2021,” bebernya.
Setelah UMP naik di setiap provinsi, Shinta meminta setiap pihak menghormati keputusan yang diambil. Menurutnya, dengan adanya penetapan ini bisa memberikan kepastian hukum dalam menjalani usaha dan berinvestasi di Indonesia.
“Kami juga berharap tidak ada politisasi isu penentuan upah minimum, khususnya dalam tahun politik yang berpotensi membawa implikasi negatif terhadap iklim investasi dan adanya law enforcement bagi Provinsi yang tidak menetapkan UMP 2024 berdasarkan PP No. 51/2023,” tutur Shinta.
Advertisement
Catatan dari Apindo
Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menilai kenaikan upah yang merujuk PP 51/2023 ini telah mempertimbangkan kemampuan dunia usaha dan tenaga kerja.
“Karena itu, harapannya adalah Pemerintah Daerah menghormati dan mengikuti hasil penetapan UMP 2024 yang didasarkan pada PP No. 51/2023,” ungkap Bob.
Bob menguraikan, ada beberapa catatan dari pelaku usaha terkait penghitungan kenaikan UMP 2024. Pertama, memberi kewenangan lebih luas bagi Dewan Pengupahan Daerah dalam memberikan masukan pembuatan kebijakan.
Perlu Diperkuat
Kedua, Dewan Pengupahan pusat dan daerah perlu diperkuat, sesuai peran penting mereka dalam komunikasi, pengawasan dan pembinaan dalam implementasi PP Pengupahan.
Ketiga, penentuan indeks tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi yang direkomendasikan Dewan Pengupahan harus mempertimbangkan situasi perekonomian serta kondisi ketenagakerjaan di daerah tersebut.
Keempat, menjadi dasar ketentuan setiap daerah untuk mencegah kesenjangan upah minimum antar daerah.
“Untuk kepentingan perekonomian nasional dan daerah, kenaikan upah tidak bisa dipukul rata untuk semua daerah. Hal ini diatur secara tegas dalam PP no. 51/2023 dengan mengacu pada formula baru, yang memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, data BPS, dan kondisi riil tingkat konsumsi maupun pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah,” imbuh Bob.
Advertisement