Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan dalam revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), akan punya aturan untuk melindungi anak-anak di ruang digital.
Direktur Jenderal Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan melalui konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/11/2023) mengungkapkan bahwa ini memang merupakan pasal yang baru di revisi UU ITE.
Advertisement
Adapun, pria yang kerap disapa Semmy ini mengungkapkan, misalnya Pasal 16A Ayat 1 yang berbunyi: "Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik."
Lalu Ayat 2: "Pelindungan sebagaimana dimaksud Ayat 1 meliputi pelindungan terhadap hak anak sebagaimana dimaksud dalam aturan Perundang-undangan dalam menggunakan produk, layanan, fitur, yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik."
Semmy menyebut hampir semua negara di Eropa sudah menerapkan aturan perlindungan anak semacam ini.
"Sudah banyak juga masukan dari orangtua, ini anak-anak perlu dilindungi. Ini lah kita masukkan. Ini nanti akan diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) sendiri. PP-nya pun sekarang sudah disiapkan, karena Presiden minta cepat, perlindungan anak secara online," kata Semmy.
Menurutnya, di revisi UU ITE ini juga akan diatur bagaimana Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) harus mempertimbangkan bagaimana perlindungan terhadap hak-hak anak, serta agar tidak terekspos dengan konten yang melebih batas usianya, dan mengganggu kesehatan anak.
"Jadi dari mau meluncurkan produknya pun dari desainnya harus memikirkan anak. Selama ini anak tidak masuk dalam konsep desainnya, internet buat semua itu," kata Semmy.
"Ada nanti bagaimana melakukan validasi bahwa ini anak-anak jangan diberikan konten-konten yang tidak sesuai, atau dia tidak boleh jadi target marketing. Jadi ini terkait desain daripada sistemnya," tuturnya soal revisi di UU ITE ini.
Semmy menyebut, internet sebenarnya mencoba meniru ruang fisik, di mana ruang untuk anak sebenarnya berbeda dengan orang dewasa. Ia mengatakan di ruang digital, anak dan dewasa bisa menjadi sebuah "melting pot."
"Bagaimana kita bisa melakukan perlindungan. Anak juga bisa mengakses konten-konten dewasa. Ini yang kita bilang tolong dipikirkan platform, jangan hanya cari duit, coba pikirkan bagaimana melindungi anak-anak," Semmy menambahkan.
DPR dan Pemerintah Setujui Revisi UU ITE
Sebelumnya, DPR dan pemerintah melalui Kementerian Kominfo dan Kementerian Hukum dan HAM, menyetujui hasil rancangan Revisi UU ITE yang dibahas Komisi I dan pemerintah di Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam sambutannya di Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan pemerintah menyatakan tanggapan dari pemerintah terkait pentingnya merevisi UU ITE. Di mana, pemerintah perlu tetap mengedepankan perlindungan kepentingan umum serta bangsa dan negara.
"RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan," kata Budi Arie.
Dia menyebut, pemerintah bertanggung jawab memenuhi HAM yang dimiliki pengguna internet Indonesia di dunia maya. Termasuk di antaranya menjamin kemerdekaan dalam menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat yang disampaikan via platform komunikasi.
Lebih lanjut Menkominfo mengatakan, UU ITE telah berjalan 8 tahun sejak diundangkan pada 2008 hingga mengalami perubahan pada 2016 dengan ditetapkan UU No 19 tahun 2016.
"Perubahan pada tahun 2016 memperlihatkan dinamika dari masyarakat yang ingin penyempurnaan pasal-pasal UU ITE, khususnya terkait ketentuan pidana konten ilegal," katanya.
Advertisement
UU ITE Lama Belum Optimal Lindungi Anak
Budi melihat, setelah perubahan pertama, terdapat kebutuhan penyesuaian UU ITE. "Hal ini menunjukkan bahwa hukum perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik secara nasional maupun global," tuturnya.
Adapun, salah satu yang disinggung Budi adalah bagaimana UU ITE, juga harus melindungi anak-anak di ruang digital.
Budi menyebut, UU ITE dianggap masyarakat belum bisa memberi perlindungan yang optimal bagi pengguna internet di Indonesia, terutama anak yang memakai produk atau layanan digital.
Ia menyebut, jika produk atau layanan digital dipakai dengan tepat, bisa memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Namun, dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami berbagai risiko atau potensi pelanggaran hak anak yang mungkin terjadi dalam penggunaan produk atau layanan digital.
Menurut Budi, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang menyelenggarakan produk atau layanan digital harus bertanggung jawab memenuhi hak anak dan melindungi anak dari bahaya atau risiko fisik atau psikis.
(Dio/Dam)