Peran Penting Gen Z Sebarkan Konten tentang Sustainability, Harus Cek Kelayakan Data Sebelum Diunggah

Mohammad Naufal menjelaskan bahwa gen Z perlu menyiapkan kemampuan perihal digital safety, di antaranya adalah literasi digital dan etika digital dalam menyongsong peran untuk isu keberlanjutan.

oleh Farel Gerald diperbarui 24 Nov 2023, 11:00 WIB
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri) telah meluncurkan kampanye Indonesia Asri dengan konsep "lintas generasi" pada Kamis, 23 November 2023. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Liputan6.com, Jakarta - PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri) meluncurkan kampanye Indonesia Asri dengan konsep "lintas generasi" pada Kamis, 23 November 2023. Peluncuran kampanye ini mencakup penyediaan edukasi dan informasi melalui situs mikro indonesiaasri.com, serta tantangan Aksi Asri 365 untuk masyarakat secara luas.

Dengan memulai inisiatif Indonesia Asri, diharapkan bahwa setiap generasi akan mampu mengembangkan dan menerapkan konsep lingkungan yang berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk memitigasi berbagai risiko dengan memberikan nilai positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Kampanye ini mengundang pihak-pihak yang berkomitmen terhadap gaya hidup berkelanjutan untuk berbagi wawasan dan pengalaman mereka dalam berkontribusi untuk lingkungan dan masyarakat. Salah satunya adalah Mohammad Naufal.

Sebagai seorang Insinyur Keberlanjutan (Sustainability Engineer) dan juga generasi Z, Naufal yakin bahwa kampanye ini dapat membantu meminimalkan aktivitas yang merugikan lingkungan. Dia memaparkan kerangka untuk menggambarkan batasan dampak aktivitas manusia terhadap sistem bumi, yang dikenal sebagai planetary boundaries.

"Sebagai gen Z, keberlanjutan tuh bukan sekadar tren. Ada riset planetary boundaries di mana kita ternyata sudah melebihi 6 dari (maksimal) 9 batasnya. Planetary boundaries kayak batas amannya bumi untuk ditinggalin," pungkas Naufal saat jumpa pers di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, 23 November 2023.

Mengamati frekuensi tinggi gen Z menggunakan platform digital untuk menciptakan konten, pendiri Carbon Addons itu juga mengakui signifikansi literasi digital dan etika digital bagi generasinya sebelum mereka menghasilkan konten yang berkaitan dengan keberlanjutan.

"Misalnya, kalau kita mau menyebarkan konten sustainability, at least ada eligibility check-nya. Dalam arti apakah konten yang aku share ini emang benar-benar kredibel datanya? Karena memang ketika kita udah produce konten dan itu sudah di terbitkan, kita nggak bisa kontrol apapun respons yang ada," katanya.


Tidak Harus Berlatar Belakang Lingkungan untuk Peduli Lingkungan

Multi sektor, yang Naufal maksud, tidak hanya terbatas pada individu dengan latar belakang lingkungan atau orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang isu tersebut. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Naufal meminta kalangan gen Z untuk memiliki pemahaman mendalam tentang konsep keberlanjutan agar dapat berbicara secara substansial mengenai isu tersebut. "Untuk ngomongin isu berkelanjutan, perlu juga pemahaman terkait isu berkelanjutan itu sendiri. Kira-kira ada nggak sih korelasinya dengan apa yang kita bisa, background kita kayak gimana, karena sustainability itu multi sektor."

Multi sektor yang dimaksudkannya tidak hanya terbatas pada individu dengan latar belakang lingkungan atau orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang isu tersebut. "Tapi juga bisa dari engineering kayak aku, aku (teknik) elektro kebetulan," ucapnya.

Naufal mengingatkan, jangan merasa terbatas hanya karena bukan dari latar belakang lingkungan. Semua orang, menurutnya, termasuk yang memiliki keahlian di bidang hukum, atau pemasaran, dapat berperan dalam mendukung keberlanjutan.

"Oleh karena itu, berbagi informasi terkait isu keberlanjutan menjadi lebih bermakna ketika kita memiliki pemahaman holistik tentang bagaimana keberlanjutan memengaruhi berbagai sektor dan bidang keahlian," kata Naufal.

Selain generasi Z seperti Naufal, kampanye Indonesia Asri ini juga memberikan kesempatan bagi generasi Y alias kaum milenial untuk turut serta dalam isu lingkungan, seperti Vania Herlambang, yang menjabat sebagai SDG Ambassador pada periode 2019--2021 dan memegang gelar Putri Indonesia Lingkungan 2018.

 


Jiwa Kewirausahaan Generasi Milenial Bantu Pemulihan Lingkungan

Milenial, sampainya, disebut memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk bergerak dan menjalankan eksekusi terhadap permasalahan lingkungan. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Vania menganggap generasinya adalah sebagai "wadah" dalam menghadapi tren keberlanjutan, karena mereka telah mencapai usia kedewasaan. Milenial, sampainya, disebut memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk bergerak dan menjalankan eksekusi terhadap permasalahan lingkungan.

"Muncul inisiatif dari generasi milenial yang memiliki semangat kewirausahaan untuk memberikan solusi atas permasalahan ini. Tujuannya adalah untuk menutup kesenjangan dalam pengelolaan limbah dan memberikan dukungan kepada pemerintah melalui implementasi sistem pengolahan sampah yang efektif," Vania menjelaskan.

Berdasarkan pengamatan Vania, lapangan pekerjaan di sektor keberlanjutan juga semakin banyak, dan sementara banyak aksi keberlanjutan cenderung bersifat jangka pendek. Untuk mencapai tujuan jangka panjang, peran dari para profesional hukum dan pemerintah sangat dibutuhkan.

"Kita tetap keep our ears open untuk mendengarkan advice dan juga aspirasi dari kalangan yang lain," ujar Vania.

Lebih lanjut, dia mengajak seluruh generasi untuk mengalokasikan waktu luang mereka dengan membaca tentang historical event, seperti sejarah pembuatan plastik. Vania menerangkan, plastik pada awalnya dianggap sebagai bahan yang murah dan tahan lama, menjadikannya sebagai barang mewah pada masa itu.

"Kalau sekarang bola biliar kan terbuatnya dari plastik, ya, kalau dulu itu malah terbuatnya dari gading gajah. Yang mana kalau misalkan gading gajah terus-terusan dimanfaatkan untuk produksi barang-barang yang seperti itu, nanti kita gak bisa lihat gajah lagi," kata Vania.


Investasi di Bidang Lingkungan

Nada Arini, seorang Ecopreneur dan Co-Founder Sustainable Indonesia, mengungkapkan pandangannya bahwa hidup berkelanjutan bukanlah hasil instan, melainkan investasi dalam kebiasaan baik demi lingkungan. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Vania menekankan pentingnya memahami peristiwa sejarah terkait lingkungan karena, walaupun awalnya plastik digunakan sebagai pengganti yang lebih tahan lama, ia melihat tren penggunaannya yang kini lebih bersifat sekali pakai.

"Buat milenial pasti greget dong melihat (sejarahnya). Kayak, dulu kan tujuannya bagus ya. Behavior kita malah jadi bikin plastik ini punya reputasi buruk gitu. Jadi, menurut aku, behavioral change yang terjadi di masa lalu kita perlu balikin lagi. Balik lagi ke poin nol, dimana kita melihat plastik itu sebagai bahan yang perlu kita apresiasiin lebih," ungkap Vina.

Beralih ke generasi X, ada Nada Arini, seorang Ecopreneur dan Co-Founder Sustainable Indonesia. Nada mengungkapkan pandangannya bahwa hidup berkelanjutan bukanlah hasil instan, melainkan investasi dalam kebiasaan baik demi lingkungan.

"Aku selalu bilang, kita itu sedang investasi. Nanti hasilnya di kemudian hari, yaitu buminya lebih sehat buat anak-anak kita. Investasi biasanya finansial, kesehatan, nah ini investasi kebiasaan baik untuk lingkungan," ujar Nada.

Sebagai seorang ibu, Nada juga menyoroti perannya sebagai manajer rumah tangga yang memiliki dampak besar terhadap gaya hidup berkelanjutan. Keputusan-keputusan sehari-hari, seperti pilihan makanan dan mode transportasi, yang diambil oleh seorang ibu memiliki konsekuensi signifikan terhadap keberlanjutan.

"Segala keputusan, walau terlihat kecil-kecil tapi itu dampaknya luar biasa. Kayak beli apa, makan apa, beli brand apa, bahan yang seperti apa. Itu keputusan yang hari-hari kita kerjakan, dan itu dalam sehari mungkin bisa berapa ratus keputusan," terang Nada.

Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triiyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya