Liputan6.com, Jakarta Calon Presiden Anies Baswedan menyoroti nasib masyarakat sekitar tambang yang perlu diperhatikan dalam proses transisi energi. Pasalnya, kawasan tambang disinyakit akan terkena dampak dari proses peralihan ke energi bersih tersebut.
Anies menyampaikan langkah tersebut jadi bagian dari proses transisi energi yang berkeadilan. Secara bersamaan, masyarakat yang masih bergantung ke energi fosil harus diberikan akses kesempatan kerja yang lebih baik.
Advertisement
"Pertama, prinsip keadilan ini itu harus dilakukan khususnya kepada masyarakat terdampak jadi proyek transisi energi, kemudian daerah bergantung bahan bakar fosil harus ada keadilan. Di satu sisi kita ingin masyarakat terdampak itu diberikan kesempatan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik," paparnya dalam diskusi Rembuk Ide Transisi Energi Berkeadilan, di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Contohnya, masyarakat yang hidup di sekitar tambang otomatis menggantungkan hidupnya pada operasional tambang. Jika sumber pekerjaan itu ditutup, misalnya, maka masyarakat akan terkendala pekerjaan alias jadi pengangguran.
"Misalnya bila tambang tak lagi operssi disana, sementara seluruh etos pekerjaan mengandalkan tambang maka kita harus pikirkan, kalau nanti tak lagi menggunakan sumber tambang itu apa yang terjadi kepada rakyat yang ada di sekitar sana," urainya.
"Jadi jangan sampai kita bicara tentang tutup-tutup tapi tidak memikirkan bagaimana mereka yang berada disitu," sambung Anies.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan baru lainnya, diperlukan langkah partisipatif yang tepat kepada masyarakat. Bisa dibilang, hal ini untuk menghindari konflik sosial.
"Lalu disamping itu kita juga tau banyak kegiatan baru yang harus dikerjakan yang mungkin membutuhkan relokasi yang membutuhkan tempat baru dimana masyarakat beroperasi lagi-lagi ini harusbdilakukan dengan pendekatan partisipatif. Ini yang sama maksud dengan transformasi ekonomi daerah tambang," bebernya.
Usul Ada Badan Pengawas Krisis Iklim
Calon Presiden Anies Rasyid Baswedan mengusulkan ada badan khusus yang mengawasi krisis iklim. Ini nantinya juga akan berfokus mengawasi implementasi penanganan krisis iklim hingga transisi energi.
Anies melihat, kementerian dan lembaga yang saat ini bergerak di bidang energi dan menangani krisis iklim berjalan sendiri-sendiri. Maka, dipandang perlu untuk dibentuk satu badan khusus untuk mengawasinya.
"Nah di Indonesia ada beberapa yang bekerja sendiri-sendiri, sudah ada tapi there not link together. Kami merasa perlu ada satu yang secara spesifik menang membicarakan tentang climate crisis ini, dan itu bisa langsung di bawah presiden sehingga dia mencakupi semua," tuturnya dalam Rembuk Ide Transisi Energi Berkeadilan, di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Meski ada badan baru, dia menegaskan badan ini nantinya tidak bertindak sebagai eksekutor. Tapi lebih kepada melaksanakan pengawasan hingga evaluasi. Harapannya, tidak ada tumpang tindih pelaksanaan dalam menangani dampak krisis iklim.
"Tapi perlu diingat jangan sampai badan ini memiliki tugas yang tumpang tindih dengan existing. Karena itu saya sampaikan badan ini lebih melakukan monitoring not for panitive reason tapi advisory," kata dia.
"Sehingga blueprint yang dimiliki, disepakati, ada badan yang kemudian memantau pelaksanaan, membantu kesulitan dalam pelaksanaan dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan. Tapi pelaksanananya sendiri menggunakan kelembagaan yang sudah ada," imbuh Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan kalau upaya serupa dilakukan oleh beberapa negara lainnya. Diantaranya, Office of the US Special Presidential Envoy for Climate di Amerika Serikat, Department for Energy Security and Net Zero di Inggris, dan Ministry of Ecological Transition di Perancis.
Lalu, ada Ministry of Environment, Forest and Climate Change di India, dan Climate Change Authority di Australia.
Advertisement
Punya Komitmen
Lebih lanjut, Anies Baswedan mengatakan perlunya badan tersebut karen Indonesia memiliki komitmen yang sama dengan dunia global. Dengan begitu, perlu ada badan pengawas tersendiri yang bisa menjadi rujukan.
"Kenapa diperlukan? Karena indonesia memiliki komitmen tingkat global, kita punya komitmen tungjat nasuonal yang pelaksanaannya menggunakan lembaga-lembaga yang sekarang sudah ada," ungkap dia.
"Tetapi yang melakukan monitoring, yang menjadi tempat rujukan bila ditemukan masalah itu yang belum ada," sambungnya.
Pastikan Solusi Krisis Iklim
Dia menyebut, adanya badan ini bisa membuat kepala pemerintahan memastikan segala solusi lainnya untuk penanganan dampak krisis iklim. Harapannya pelaksanaan oleh kementerian dan lembaga terkait lainnya bisa lebih optimal.
"Jadi bukan sebuah badan baru untuk eksekusi, tapi badan baru untuk melakukan monitoring pendampingan. Dengan begitu tidak ada tumpang tindih. Apakah ini baru? Tidak. Di berbagai negara melakukan hal yang sama supaya tidak merusak apa yang sudah dikerjakan oleh masing-masing K/L dan pemerintah daerah," tegas dia.