Liputan6.com, Jakarta - Perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-49 pada Jumat (24/11/2023). Pada hari yang sama pula, tepatnya pukul 07.00 waktu setempat, gencatan senjata sementara selama empat hari antara Hamas dan Israel yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar resmi berlaku.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al-Ansari menjelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan, Hamas akan membebaskan 13 sandera yang terdiri dari anak-anak dan perempuan pada Jumat pukul 16.00 waktu setempat. Total ada 50 dari 240 sandera yang akan dilepas Hamas selama empat hari.
Advertisement
Namun, ternyata pada hari pertama gencatan senjata, Qatar mengonfirmasi ada 24 sandera yang dibebaskan Hamas. Demikian seperti dikutip dari The Guardian.
"Mereka yang dibebaskan antara lain 13 warga negara Israel, beberapa di antaranya berkewarganegaraan ganda, serta 10 warga negara Thailand dan satu warga negara Filipina," ungkap Al-Ansari.
Sumber keamanan Mesir, seperti dilansir Reuters, menyebutkan bahwa para sandera diserahkan ke Palang Merah dan delegasi keamanan Mesir, yang telah melakukan perjalanan ke Jalur Gaza pada Kamis (23/11). Kemudian mereka akan dibawa keluar melalui Mesir untuk dipindahkan ke Israel.
Selain gencatan senjata sementara, imbalan yang diterima Hamas adalah pembebasan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Terkait hal ini, Al-Ansari membenarkan pembebasan 39 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Gencatan senjata sementara juga memungkinkan bantuan kemanusiaan mengalir ke Jalur Gaza. Wartawan Reuters mengaku melihat tank-tank Israel bergerak menjauh dari utara Jalur Gaza, sementara truk-truk bantuan datang dari Mesir di selatan.
Ketua Badan Informasi Negara Mesir Diaa Rashwan seperti dikutip dari CBS News mengatakan pada Jumat pagi bahwa sekitar 34.000 galon bahan bakar akan memasuki Jalur Gaza setiap hari selama gencatan senjata sementara, bersama dengan sekitar 200 truk pengangkut makanan, obat-obatan, dan air.
"Kebutuhannya sangat besar, tidak peduli berapa banyak bantuan yang Anda berikan, pasti akan ada lebih banyak lagi yang dibutuhkan," ungkap Rashwan.
Dilansir Reuters, tidak ada suara dari aktivitas Angkatan Udara Israel pada hari pertama gencatan sementara. Demikian pula tembakan roket kelompok militan Palestina.
Di Kota Khan Younis di selatan Gaza, yang menampung pengungsi dari utara Gaza, jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang keluar rumah atau tempat berlindung.
"Kami penuh harapan, optimisme, dan kebanggaan atas perlawanan kami. Kami bangga atas pencapaian kami, meskipun hal ini menimbulkan rasa sakit," ungkap warga bernama Khaled Abu Anzah kepada Reuters.
Mesir mengungkapkan pihaknya menjaga kontak, baik dengan Israel maupun Hamas, untuk mengonsolidasikan gencatan senjata dan mencegah pelanggaran.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana menilai bahwa tekanan dunia memengaruhi keputusan Israel untuk menyetujui gencatan senjata sementara.
"Kalau menurut saya itu strategi Israel karena ada tekanan dunia. Yang pasti (gencatan senjata) tidak akan permanen karena Israel merasa dia belum menang perang," tutur Hikmahanto kepada Liputan6.com pada Jumat.
"Bagi Israel menang berarti menyerang sampai petinggi (Hamas) ditangkap baik hidup maupun mati. Lalu ada pendudukan untuk memastikan Hamas tidak punya kekuatan lagi untuk menyerang Israel dengan rudal-rudalnya."
Ditanya apakah ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan untuk mengadili Israel atas kejahatan perangnya di Palestina selain melalui Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Hikmahanto mengatakan tidak ada.
"Tidak ada alternatif lain karena dalam masyarakat internasional yang berlaku adalah hukum rimba, sehingga siapa yang kuat dia yang menang/benar. Israel dapat bantuan dari Amerika Serikat (AS) dan AS negara yang kuat. Jadi, yang terjadi impunitas alias tidak dapat diadili," jelas Hikmahanto.
Sementara itu, pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Irfan Ardhani menilai bahwa gencatan senjata dalam empat hari ini akan menjadi test case apakah kedua belah pihak dapat memenuhi kesepakatan sementara yang telah dicapai.
"Jika ada pelanggaran dari kedua belah pihak, tentu kita tidak bisa berharap banyak akan perubahan posisi yang signifikan," ungkap Irfan kepada Liputan6.com pada Jumat.
Ditanya lebih lanjut apakah gencatan senjata sementara berarti menandai pergeseran posisi Israel dan Hamas terhadap satu sama lain, Irfan menuturkan, "Untuk posisi sendiri, saya kira tidak akan banyak berubah. Apalagi jika gencatan senjata tidak diikuti dengan rencana jangka panjang yang jelas."
Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Luar Negeri Sudarnoto Abdul Hakim menekankan bahwa pengawasan ketat perlu dilakukan selama gencatan senjata sementara.
"Apalagi pengalaman sudah menunjukkan bahwa Israel itu bisa saja melakukan apa saja, bahkan terhadap sesuatu yang sudah disepakati," kata Sudarnoto kepada Liputan6.com pada Jumat.
Sudarnoto menyatakan bahwa gencatan senjata sementara saja tidak cukup, melainkan dibutuhkan jaminan. Terlebih, mengingat pernyataan PM Israel Benjamin Netanyahu.
"Dia tidak akan pernah berhenti untuk menghancurkan Hamas, itu jelas sekali ... Alasan menghancurkan Hamas itu berkali kali disebutkan. Jadi, jeda itu istirahat untuk melakukan konsolidasi. Empat hari menjadi waktu penting untuk mempertimbangkan, melakukan konsolidasi internal di kalangan Israel sendiri yang sebetulnya juga sedang menghadapi tekanan publik," ungkap Sudarnoto.
Two state solution atau solusi dua negara yang berarti Palestina merdeka, tegas Sudarnoto, menjadi jawaban atas penyelesaian konflik Israel-Palestina.
"Keterlibatan banyak negara tidak bisa dipungkiri di dalam penyelesaian two state solution dan juga dalam rangka memberikan jaminan bahwa Israel tidak lagi melakukan okupasi, tidak melakukan tindakan kekerasan, dan Palestina merdeka," ujar Sudarnoto, seraya menyerukan masyarakat umum untuk tidak berhenti memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
RS Indonesia di Gaza Diserang Jelang Gencatan Senjata Sementara
Israel dilaporkan tetap melancarkan pengeboman beberapa jam jelang gencatan senjata sementara. Salah satunya menargetkan Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara.
Laporan Anadolu mengutip otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa Israel membidik generator listrik Rumah Sakit Indonesia dalam serangan pada Kamis malam.
"Rumah sakit tersebut menjadi sasaran penembakan hebat yang menargetkan generator listrik dan sebagian besar bangunan," ujar juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra.
Dikutip Al Jazeera, otoritas kesehatan Gaza mengonfirmasi bahwa satu perempuan dalam kondisi terluka tewas akibat serangan Israel, sementara tiga orang menderita luka.
MER-C Indonesia, yang berperan sebagai pelaksana pembangunan Rumah Sakit Indonesia, mengonfirmasi bahwa tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang tersisa di Jalur Gaza dan menjadi relawan di Rumah Sakit Indonesia sudah dievakuasi ke Rafah di Gaza selatan.
"Ketiga relawan saat ini menunggu kesempatan evakuasi keluar dari Gaza," sebut MER-C.
Lebih lanjut, Presidium MER-C Indonesia Henry Hidayatullah saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, mengungkapkan bahwa Rumah Sakit Indonesia telah dikosongkan dan pasien telah dipindahkan ke Rumah Sakit Nasr dan Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, selatan Jalur Gaza.
Kerusakan di Rumah Sakit Indonesia akibat serangan Israel, menurut Henry, cukup parah, terutama di ruang operasi dan ICCU, termasuk pula beberapa alat medis.
"Evakuasi tiga relawan berlangsung pada Rabu sore pukul 15.00 waktu setempat dan sampai di Gaza selatan pukul 19.00 waktu setempat," ungkap Henry.
Sampai dengan Kamis, menurut Henry, Rumah Sakit Indonesia masih dikepung tank Israel.
Dimintai konfirmasinya terkait dengan kondisi Rumah Sakit Indonesia, juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal atau yang akrab disapa Iqbal menuturkan kepada Liputan6.com, "Rumah Sakit Indonesia sudah dikosongkan. Semua pasien dan dokter sudah evakuasi ke Gaza selatan."
Indonesia, tegas Iqbal, menyambut positif jeda kemanusiaan ini.
"Harapan kita gencatan sejata ini berlangsung permanen, sehingga kita bisa mulai membahas secara serius penyelesaian jangka panjang yang berkesinambungan dan adil bagi kedua pihak dalam kerangka two states solution," ujar Iqbal.
Advertisement
Perang Hamas Vs Israel Belum Berakhir
Melalui akun media sosialnya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa perang belum berakhir.
"Tonton pesan penting dari juru bicara IDF untuk media Arab, @AvicayAdraee, kepada warga sipil Gaza:
Perang belum berakhir. Jeda kemanusiaan ini bersifat sementara. Jalur Gaza bagian utara adalah zona perang yang berbahaya dan dilarang bergerak ke utara. Demi keselamatan Anda, Anda harus tetap berada di zona kemanusiaan di selatan.
Hanya mungkin untuk berpindah dari utara Jalur Gaza ke selatan melalui Jalan Salah al-Din. Pergerakan penduduk dari selatan Jalur Gaza ke utara tidak diperbolehkan dan berbahaya."
Sementara itu, The Guardian yang melansir Reuters melaporkan bahwa pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar Ismail Haniyeh menegaskan pihaknya berkomitmen terhadap gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera selama Israel juga memegang teguh komitmennya.
Sebelumnya, pada Kamis, juru bicara sayap bersenjata Hamas menyerukan peningkatan konfrontasi dengan Israel di semua lini perlawanan.
"Kami menyerukan peningkatan konfrontasi terhadap pendudukan di seluruh Tepi Barat dan front perlawanan," ungkao Abu Ubaida, yang merupakan juru bicara Brigade Izz el-Deen al-Qassam dalam pidatonya yang disiarkan Al Jazeera TV.