Bicara Tak Sopan, Wakil Israel di DK PBB Dimarahi Dubes China yang Memimpin

Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan dimarahi Duta Besar China sekaligus untuk PBB Zhang Jun saat berpidato di pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 24 Nov 2023, 15:00 WIB
Duta Besar China sekaligus untuk PBB Zhang Jun menegur wakil dari Israel di pertemuan DK PBB. (Screen Grab Video)

Liputan6.com, New York - Duta Besar (dubes) Israel untuk PBB Gilad Erdan dimarahi Duta Besar China sekaligus untuk PBB Zhang Jun saat berpidato di pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.

Hal itu bermula saat Erdan mempermalukan para briefers atau peserta pertemuan tersebut.

"Tidak tahu malu! Anda sungguh memalukan," kata Gilad Erdan seperti dikutip dari palestinechronicle, Jumat (24/11/2023).

Aksi Erdan mempermalukan para peserta di pertemuan DK PBB itu terjadi karena tuduhannya bahwa para pejabat dan badan-badan PBB menyebut korban Israel sebagai "catatan kaki belaka."

"Di manakah kemarahan UN Women terhadap Hamas yang memperlakukan perempuan seperti properti dan menggunakan mereka sebagai tameng manusia? Mengapa baru sekarang Anda memutuskan untuk berbicara tentang perempuan dan anak-anak di Gaza?" kata Erdan.

Berikut ini cuplikan video saat Dubes China memarahi perwakilan Israel:

Tuduhan Erdan tidak diterima dengan baik oleh Duta Besar China dan PBB Zhang Jun, yang memimpin pertemuan pada Rabu 22 November.

"Perwakilan Israel yang terhormat," sela Zhang, "Saya ingin mengingatkan Anda bahwa Anda dapat sepenuhnya mengungkapkan pendapat berbeda dalam pernyataan Anda, tapi tolong tunjukkan rasa hormat setidaknya kepada para briefers yang diundang ke pertemuan tersebut."

Duta Besar China itu menambahkan, "Ini adalah praktik konsisten Dewan Keamanan dan aturan yang harus dipatuhi oleh semua orang. Saya ingin mengingatkan Anda untuk memperhatikan. Dan tolong, lanjutkan pidatomu”.

Teguran dari Dubes China untuk PBB itu ditanggapi Dubes Israel Erdan tanpa protes, "Terima kasih, Pak Presiden (pemimpin pertemuan)," katanya.

Adapun China telah memainkan peran utama dalam menantang wacana politik Amerika yang pro-Israel di PBB, dan merupakan salah satu negara pertama yang menuntut gencatan senjata segera dan tanpa syarat di Gaza.


Gencatan Senjata di Jalur Gaza Mulai Jumat Jam 07.00 Pagi

Citra satelit kondisi Gaza yang digempur Israel. (Maxar Technologies)

Bicara soal Gaza, Qatar berhasil menjadi salah satu negara yang berjasa dalam mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza. Setelah hampir dua bulan berperang dan menewaskan lebih dari 10 ribu orang, Israel sepakat untuk gencatan senjata.

Gencatan senjata akan dimulai pada Jumat (23/11/2023).

Berdasarkan laporan The Jerusalem Post, pihak Kementerian Luar Negeri Qatar menegaskan gencatan senjata akan dimulai pukul 07.00 pagi. 

Pada periode awal, Hamas akan melepaskan 13 tawanan dari Israel. Mereka semua akan diserahkan ke pihak Mossad (intelijen Israel). Totalnya akan ada 50 orang yang dilepaskan dalam beberapa hari ke depan. 

Anggota keluarga yang ditawan oleh Hamas juga akan dilepaskan bersama-sama. Semetara, pihak Israel juga setuju untuk melepaskan sejumlah tahanan dari Jalur Gaza. 

Awalnya, gencatan senjata harusnya dimulai Kamis ini, tetapi ada delay yang terjadi. Pihak Qatar tidak resah tentang hal tersebut dan berkata pihak Hamas serta Israel kompak mendukung kesepakatan ini.

Jubir Kemlu Qatar, Majid bin Mohammed Al Ansari, berkata pihaknya akan terus membuka channel komunikasi antara kedua belah pihak.

"Tim kami telah bekerja dalam hal ini selama siang dan malam," ujarnya.

Lebih lanjut, berkata Komite Internasional Palang Merah juga akan terlibat dalam pembebasan sandera. Meski demikian, ia tidak menjelaskan bagaimana proses Hamas menyerahkan para tawanan tersebut.

 


UNICEF Sebut 1.200 Anak Gaza Masih Berada di Bawah Reruntuhan Bangunan Akibat Serangan Israel

Pemantau kemanusiaan PBB mengatakan setidaknya 2.700 orang, termasuk 1.500 anak-anak, hilang dan diyakini terkubur di bawah reruntuhan. (AP Photo/Adel Hana)

Sebelumnya dilaporkan, Kepala badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNICEF mengatakan pada Rabu (22/11/2023) bahwa Jalur Gaza yang terkepung saat ini menjadi tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak. Bahkan, pihaknya menyebut bahwa gencatan senjata yang saat ini disepakati oleh Israel dan Hamas tidak cukup untuk menyelamatkan hidup anak-anak di sana.

Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB) bahwa lebih dari 5.300 anak di Gaza tewas sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober. Angka tersebut mencapai 40 persen dari total kematian yang dilaporkan di sana.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Saya dihantui oleh apa yang saya lihat dan dengar," kata Russell, yang baru saja kembali dari perjalanan ke Gaza selatan, seperti dilansir CNA, Kamis (23/11/2023). 

Meski demikian, Russell menyambut baik kesepakatan yang dicapai oleh Israel dan Hamas pada Rabu untuk membebaskan sandera dan melakukan jeda kemanusiaan.

Namun Russell mengatakan bahwa jeda kemanusiaan saja tidak cukup dan menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan yang mendesak untuk segera menghentikan pembantaian ini".

"Agar anak-anak dapat bertahan hidup… agar pekerja kemanusiaan tetap tinggal dan memberikan pertolongan secara efektif… jeda kemanusiaan saja tidak cukup," katanya.

  

 

 


Anak-Anak di Gaza Alami Kekurangan Gizi Akut

Petugas medis Palestina menggendong seorang anak yang terluka dalam serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza di Deir el-Balah, Minggu (22/10/2023). (AP Photo/Ali Mahmoud)

Lebih lanjut, Russell mengatakan bahwa 1.200 anak lainnya diyakini masih berada di bawah reruntuhan bangunan yang dibom atau belum ditemukan.

"Selain bom, roket, dan tembakan, anak-anak Gaza berada pada risiko ekstrem akibat kondisi kehidupan yang sangat buruk," tambah Russell.

UNICEF memperkirakan bahwa kekurangan gizi akut pada anak-anak dapat meningkat hampir 30 persen di Gaza dalam beberapa bulan ke depan.

"Satu juta anak – atau seluruh anak di wilayah ini – kini mengalami kerawanan pangan dan menghadapi krisis gizi yang bisa menjadi bencana besar," ungkap Russell.

Lebih jauh, Kepala Dana Kependudukan PBB, Natalia Kanem, menyoroti penderitaan para perempuan hamil di Gaza, dengan sekitar 5.500 orang diperkirakan akan melahirkan bayi dalam kondisi yang memprihatinkan pada bulan mendatang.

"Pada saat kehidupan baru dimulai, momen yang seharusnya menjadi kegembiraan dibayangi oleh kematian dan kehancuran, kengerian dan ketakutan," kata Kanem.

INFOGRAFIS_Jalur Gaza terbagi atas lima kegubernura (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya